Vatikan Gelar Konklaf Pemilihan Paus Mulai 7 Mei, Pengganti Paus Akan Hadapi Banyak Tantangan Berat

EtIndonesia. Seorang sumber tingkat tinggi di Vatikan pada Senin (28/4) mengungkapkan bahwa para kardinal Gereja Katolik Roma akan mulai mengadakan Konklaf (juga disebut sebagai “rapat rahasia”) pada 7 Mei untuk memilih Paus baru. Siapapun yang akan terpilih menjadi pemimpin baru bagi 1,4 miliar umat Katolik di dunia, akan dihadapkan pada berbagai tantangan besar dalam kepemimpinannya di Takhta Suci.

Konklaf Pemilihan Paus Dimulai 7 Mei, Bisa Berlangsung Beberapa Hari

Pada 28 April waktu setempat, Vatikan secara resmi mengumumkan bahwa Konklaf untuk memilih pengganti Paus Fransiskus akan dimulai pada 7 Mei, bertempat di Kapel Sistina, Vatikan. Proses pemilihan ini diperkirakan bisa memakan waktu beberapa hari.

Menurut laporan dari kantor berita Italia Ansa, lebih dari 180 kardinal berkumpul di Roma pada 28 April dalam pertemuan informal kelima mereka dan menyepakati jadwal konklaf.

Berdasarkan data di situs resmi Vatikan, hingga 6 April lalu terdapat 252 kardinal, dengan 135 di antaranya berusia di bawah 80 tahun, sehingga memenuhi syarat sebagai pemilih dalam Konklaf. Sebanyak 108 orang dari para kardinal ini merupakan hasil pengangkatan oleh Paus Fransiskus.

Sesuai tradisi, para kardinal akan mengadakan Misa Kudus di Basilika Santo Petrus pada 7 Mei sebelum memasuki Kapel Sistina untuk memulai konklaf. Vatikan juga telah menutup Kapel Sistina sejak 28 April untuk mempersiapkan lokasi.

Sebagai catatan, dua konklaf sebelumnya — pada tahun 2005 dan 2013 — hanya berlangsung selama dua hari sebelum terpilihnya Paus baru.

Pengganti Paus Akan Menghadapi Sejumlah Tantangan Berat, Termasuk Defisit Keuangan

Menurut laporan Reuters, Paus baru nantinya harus segera menghadapi isu-isu mendesak, di antaranya:

  • Defisit anggaran Vatikan yang terus membengkak,
  • Penurunan jumlah jemaat gereja di berbagai negara Barat,
  • Perdebatan doktrinal tentang penunjukan perempuan menjadi imam,
  • Serta pembahasan tentang penerimaan komunitas LGBTQ dalam Gereja.

Semua isu tersebut diperkirakan akan memicu perbedaan pendapat besar di dalam Gereja.

Defisit keuangan Vatikan sendiri menjadi salah satu masalah terbesar yang dihadapi almarhum Paus Fransiskus semasa hidupnya.

Pada Februari tahun ini, hanya tiga hari sebelum Paus Fransiskus dirawat di rumah sakit, dia memerintahkan pembentukan sebuah komite tingkat tinggi baru untuk menggalang donasi dari luar. Saat ini, anggaran Vatikan dalam kondisi ketat, sementara beban keuangan akibat pembayaran dana pensiun para rohaniwan terus membesar.

Menurut dua sumber Reuters, meski Vatikan tidak lagi merilis laporan keuangan penuh sejak 2022, laporan terakhir yang disetujui pada pertengahan 2024 menunjukkan defisit sebesar 83 juta euro.

Pada 2022, pejabat keuangan Vatikan juga memperkirakan bahwa defisit dalam dana pensiun rohaniwan telah mencapai 631 juta euro. Meskipun angka terbaru belum dipublikasikan, beberapa sumber internal meyakini jumlah tersebut kini telah meningkat tajam.

Pastor Jesuit Thomas Reese, yang pernah menulis artikel tentang kondisi keuangan Vatikan, mengatakan bahwa masalah anggaran ini kemungkinan besar akan sangat mempengaruhi para kardinal dalam memberikan suara saat konklaf mendatang.

Gereja Katolik Hadapi Penurunan Jumlah Jemaat di Banyak Negara

Di berbagai negara Eropa, jumlah umat Katolik terus mengalami penurunan. Misalnya, Konferensi Waligereja Jerman pada awal tahun ini melaporkan bahwa hanya 29 imam baru yang ditahbiskan di Jerman pada tahun 2024 — jumlah terendah sepanjang sejarah.

Selain itu, diperkirakan sekitar 321.000 umat keluar dari Gereja Katolik Jerman selama tahun lalu.

Di sisi lain, perdebatan internal tentang arah doktrin Gereja juga semakin mengemuka.

Semasa hidupnya, Paus Fransiskus berusaha membawa Gereja lebih terbuka terhadap ide-ide progresif. Dia bahkan membuka ruang diskusi tentang penugasan perempuan sebagai imam — suatu topik yang selama puluhan tahun dianggap tabu.

Fransiskus juga sempat menimbulkan kontroversi dengan membolehkan pemberkatan pasangan sesama jenis oleh imam, dalam kasus tertentu.

Langkah-langkah ini mendapat banyak kritik dari kalangan konservatif, termasuk dari sebagian kardinal, yang khawatir perubahan tersebut dapat melemahkan esensi iman Katolik. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS