EtIndonesia. Ketegangan antara India dan Pakistan mencapai titik panas dalam beberapa dekade, memicu kekhawatiran global akan potensi pecahnya perang nuklir di Asia Selatan. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, turun tangan sebagai mediator, melakukan pembicaraan telepon secara terpisah dengan para pejabat dari kedua negara pada 30 April. Dia mendesak India dan Pakistan untuk bekerja sama menurunkan eskalasi konflik yang semakin memanas.
Kedua negara yang sama-sama memiliki senjata nuklir dan kekuatan militer yang relatif seimbang ini telah lama berselisih, terutama soal wilayah Kashmir yang disengketakan. Para peneliti bahkan sudah memperingatkan sejak tahun 2019 bahwa jika terjadi perang nuklir antara India dan Pakistan, sebanyak 125 juta orang bisa tewas hanya dalam hitungan beberapa hari.
Insiden Teror Memicu Ketegangan
Menurut laporan Reuters, insiden terbaru yang memperkeruh suasana terjadi di kawasan wisata Pahalgam, Kashmir yang dikuasai India, pada bulan April. Dalam insiden itu, sekelompok pria bersenjata menembaki para wisatawan secara brutal, menewaskan sedikitnya 26 orang. India menuduh Pakistan berada di balik serangan ini, sementara Pakistan membantah keterlibatannya dan menyerukan dilakukannya penyelidikan independen oleh pihak netral.
Menteri Luar Negeri India, Subrahmanyam Jaishankar, menyampaikan kepada Rubio bahwa para pelaku, pendukung, dan perencana serangan itu harus dihukum secara hukum. Sebaliknya, Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, mendesak Amerika Serikat untuk menekan India agar menurunkan eskalasi verbal dan bertindak lebih bertanggung jawab. Kepala Staf Angkatan Darat Pakistan, Jenderal Asim Munir, juga menegaskan bahwa Pakistan berkomitmen pada perdamaian, namun tetap siap membela kepentingan nasionalnya jika diperlukan.
“Hanya Selangkah Lagi Menuju Perang”
Pakar identitas nasional dan kebijakan luar negeri India dari Universitas St. Gallen, Dr. Manali Kumar, menyatakan bahwa hubungan bilateral India dan Pakistan saat ini berada dalam kondisi terburuk selama puluhan tahun terakhir. Dia memperingatkan bahwa kedua negara hanya selangkah lagi dari pecahnya perang terbuka.
Menurut Daily Mail, India saat ini merupakan salah satu negara dengan ekonomi terbesar di dunia, sekaligus negara dengan populasi terbanyak. Militer India memiliki lebih dari 1,2 juta personel aktif, ditambah sekitar 250.000 personel angkatan laut dan udara. Sebagai perbandingan, militer Pakistan memiliki sekitar 700.000 personel aktif. Namun, para pakar pertahanan memperingatkan bahwa kekuatan militer Pakistan cukup seimbang dan tetap mampu menimbulkan kehancuran besar serta korban jiwa dalam jumlah masif jika konflik terjadi.
Keseimbangan Senjata Nuklir yang Gentar
Lebih mengkhawatirkan lagi, kedua negara memiliki persenjataan nuklir. Menurut data dari Arms Control Association, baik India maupun Pakistan masing-masing memiliki sekitar 170 hulu ledak nuklir. India secara resmi menganut doktrin “tidak akan menjadi yang pertama menggunakan” senjata nuklir, sementara Pakistan tidak menutup kemungkinan penggunaan nuklir terlebih dahulu dalam situasi tertentu.
Sebuah studi yang dipublikasikan oleh Bulletin of the Atomic Scientists pada tahun 2019 memperingatkan bahwa dalam konteks kepadatan populasi di wilayah tersebut, konflik nuklir akan menjadi bencana kemanusiaan dalam skala luar biasa. Diperkirakan antara 50 juta hingga 125 juta orang bisa tewas dalam waktu singkat, tergantung pada ukuran dan jumlah senjata nuklir yang digunakan, dengan daya ledak antara 15 kiloton hingga 100 kiloton.
Bencana Global Jika Perang Nuklir Terjadi
Studi tersebut juga menjelaskan bahwa dampak perang nuklir tidak akan terbatas pada India dan Pakistan saja. Kota-kota besar akan luluh lantak dan menjadi tidak layak huni. Asap tebal dan partikel radioaktif akan menyebar ke seluruh dunia dalam hitungan minggu, menyebabkan penurunan suhu global, berkurangnya curah hujan, dan bahkan memicu bencana kelaparan global yang dapat menjerat ratusan juta hingga miliaran manusia.
Dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang timbul akan berlangsung dalam jangka panjang, dan meninggalkan bekas luka permanen dalam sejarah umat manusia.
Kesimpulan: Krisis yang Perlu Diawasi Dunia
Di tengah krisis global lainnya, potensi konflik antara dua negara tetangga Tiongkok ini merupakan ancaman nyata yang tidak boleh diabaikan. Intervensi diplomatik internasional—seperti yang tengah diupayakan Amerika Serikat—mungkin menjadi satu-satunya harapan untuk menghindarkan Asia Selatan dari bencana nuklir yang tak terbayangkan.
Pertanyaannya kini adalah: Apakah dunia cukup sigap dan serius untuk mencegah tragedi ini sebelum terlambat?(jhn/yn)