EtIndonesia. Tindakan balasan rezim Partai Komunis Tiongkok (PKT) terhadap tarif Amerika Serikat justru membuat ekonomi Tiongkok mengalami pukulan berat. Meski secara terbuka menyatakan “tidak akan tunduk”, diam-diam pemerintah PKT membebaskan tarif impor untuk barang-barang AS senilai 40 miliar dolar. Pada Jumat (2 Mei), Kementerian Perdagangan PKT secara terbuka mengakui bahwa mereka sedang “mengevaluasi” kemungkinan bernegosiasi dengan Amerika. Para analis menilai, Beijing sudah tak mampu lagi bertahan.
“Pabrik-pabrik di Tiongkok mulai tutup satu per satu, karena kami tidak lagi menerima produk mereka. Kami tidak ingin produk mereka—kecuali mereka mau memperlakukan kami secara adil,” ujar Presiden AS Donald Trump.
Pernyataan ini disampaikan Trump dalam rapat kabinet, sebagai respons terhadap praktik perdagangan tidak adil oleh Beijing. Ia menegaskan bahwa ekonomi Tiongkok terpukul berat akibat tarif tinggi, dan menyatakan bahwa dirinya tidak menginginkan hasil seperti ini, melainkan berharap tercapai kesepakatan dengan Tiongkok, asalkan adil.
“Kita lihat nanti bagaimana kelanjutannya. Ada yang tanya, ‘Apakah kamu senang?’ Saya bilang, saya tidak senang. Saya ingin Tiongkok baik-baik saja, saya juga ingin semua negara baik, tapi syaratnya: mereka juga harus memperlakukan kita dengan adil,” tambahnya.
Sejak Tiongkok menyatakan tidak akan bernegosiasi dan siap “melawan sampai akhir”, aktivitas manufaktur ekspor mereka menurun tajam, pesanan dari Amerika anjlok, dan disusul gelombang penghentian produksi dan PHK besar-besaran.
Pada Rabu lalu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent memperingatkan dalam konferensi pers di Gedung Putih bahwa Tiongkok akan menghadapi gelombang pengangguran puluhan juta orang. Kepala ekonom Tiongkok dari Nomura, Lu Ting, memperkirakan bahwa tarif Trump dapat menyebabkan hilangnya hingga 15,8 juta lapangan kerja di Tiongkok.
Pada Jumat, pemerintah PKT tiba-tiba mengubah sikapnya yang sebelumnya menyatakan “tidak akan tunduk”, dengan mengatakan bahwa Amerika telah beberapa kali menyatakan ingin bernegosiasi, dan kini pihak Tiongkok sedang mengevaluasi kemungkinan tersebut. Namun, sekali lagi pernyataan ini dibantah oleh Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, yang menyebutnya kebohongan.
“Justru pihak PKT yang secara aktif menghubungi kami. Mereka ingin bertemu, ingin bernegosiasi. Kami pun mengutus perwakilan untuk ikut serta. Menteri Keuangan kami, Bessent, juga terlibat dalam upaya ini. Negosiasi akan segera dimulai,” kata Rubio.
Menurut laporan Bloomberg, Tiongkok secara diam-diam telah membebaskan tarif untuk sekitar seperempat barang impor asal AS, dengan nilai sekitar 40 miliar dolar AS.
Para analis menilai bahwa rezim PKT sudah tidak sanggup lagi bertahan, namun secara publik tetap menyesatkan dan menipu rakyatnya dengan narasi kebohongan.
Profesor Xie Tian dari Sekolah Bisnis Aiken, Universitas South Carolina, menyatakan: “Tanda-tanda keterpurukan pertumbuhan ekonomi Tiongkok sudah mulai terlihat. Di dalam hati, mereka (rezim PKT) pasti sangat panik. Mereka tetap mempertahankan citra luar demi ‘menjaga muka’, dan untuk memberi jawaban kepada publik atau dalam perebutan kekuasaan internal Partai. Tapi kenyataannya, mereka tak mampu bertahan lagi dan harus mulai bernegosiasi dengan AS. Mereka tidak punya pilihan lain, jika tidak, ekonomi Tiongkok akan runtuh seiring dampak tarif ini.”
Badan Statistik Nasional Tiongkok baru-baru ini melaporkan bahwa pada bulan April, Indeks Manajer Pembelian (PMI) sektor manufaktur berada di 49,0%, turun 1,5 poin dari bulan sebelumnya, dan merupakan yang terendah sejak Desember 2023. Indeks pesanan ekspor baru juga turun ke titik terendah sejak Desember 2022. Banyak pihak meyakini bahwa data sebenarnya bahkan lebih buruk.
Pada masa jabatan pertama Trump, AS dan Tiongkok menandatangani perjanjian perdagangan, yang mewajibkan Tiongkok untuk menghentikan pencurian kekayaan intelektual perusahaan AS, menghentikan subsidi bagi sektor strategis, dan memberikan perlakuan adil bagi perusahaan AS.
Namun, Tiongkok tidak menjalankan komitmennya. Kini dengan dimulainya kembali perang tarif, muncul keraguan apakah Tiongkok akan benar-benar menepati janji jika perjanjian baru tercapai.
“Pada masa jabatan pertamanya, Trump ditipu oleh rezim PKT. Saya yakin kali ini dia tidak akan mentolerir hal itu lagi. Jadi bisa dibayangkan, negosiasi kali ini pasti akan sangat rinci dan ketat dalam pelaksanaan perjanjian, demi memastikan hal serupa tidak terulang. Saya yakin, kali ini rezim PKY tak bisa menghindar dari kehancuran,” Xie Tian menyimpulkan. (Hui)
Laporan oleh Tang Rui, New Tang Dynasty Television