EtIndonesia. Dunia internasional dikejutkan oleh kebijakan strategis terbaru yang diambil oleh Israel. Dua pejabat senior Israel secara anonim membocorkan kepada media Barat bahwa pada Senin pagi, kabinet Israel secara resmi menyetujui rencana besar yang berpotensi mengubah peta geopolitik Timur Tengah: pendudukan total dan permanen terhadap seluruh wilayah Jalur Gaza.
Keputusan kontroversial ini diambil lewat pemungutan suara internal kabinet. Menurut peta wilayah Gaza yang dirancang pada tahun 2012, Israel berencana untuk mengendalikan semua perbatasan Gaza, membentuk zona penyangga bersenjata, serta membatasi aktivitas maritim warga Gaza, termasuk membatasi akses nelayan hanya sampai 6 mil laut dari pantai. Jika rencana ini diterapkan sepenuhnya, maka Jalur Gaza akan berubah menjadi wilayah yang sepenuhnya terkepung secara militer.
Pendudukan Tanpa Batas Waktu
Menurut para pejabat Israel, keputusan ini diambil dengan penuh kesadaran bahwa pengumuman resmi akan memicu kecaman dan tekanan internasional yang luas. Namun demikian, Pemerintah Israel tampaknya telah mencapai konsensus penuh dan menunjukkan tekad yang tidak tergoyahkan. Beberapa hari sebelumnya, militer Israel juga telah mengumumkan mobilisasi besar-besaran pasukan cadangan, yang kini dipahami sebagai persiapan untuk menduduki Gaza dan juga sebagai antisipasi terhadap potensi eskalasi konflik dengan kelompok Houthi di Yaman, yang diduga kuat didukung oleh Iran.
Pemicu Utama: Serangan Api dan Rudal
Perubahan drastis dalam strategi pertahanan Israel ini dipicu oleh dua insiden besar yang terjadi dalam beberapa hari terakhir:
1. Taktik Teror Baru: Pembakaran Lahan oleh Militan Palestina
Dalam beberapa pekan terakhir, kelompok militan Palestina menerapkan taktik baru dengan melakukan pembakaran massal terhadap hutan-hutan di Israel, terutama di kawasan perbatasan. Israel yang sebagian besar wilayahnya berupa gurun telah menghabiskan puluhan tahun untuk menghijaukan negaranya. Hutan-hutan yang menjadi simbol kebanggaan nasional itu kini menjadi target serangan api.
Kerusakan ekologis yang ditimbulkan sangat parah. Selain menghancurkan vegetasi, kebakaran ini mengganggu sirkulasi udara dan menyebabkan badai pasir besar yang melanda wilayah Mesir dan Gaza. Pemerintah Israel menyebut bahwa taktik ini bahkan lebih menghancurkan daripada serangan roket Hamas pada 2021, karena menggerus stabilitas lingkungan dan fondasi ekologis negara secara langsung.
2. Serangan Rudal Houthi ke Bandara Internasional Ben Gurion
Pada 4 Mei, rudal balistik yang diluncurkan oleh kelompok Houthi menghantam wilayah dekat Bandara Internasional Ben Gurion, hanya berjarak 400 meter dari terminal utama. Serangan tersebut menyebabkan luka pada sedikitnya enam orang. Yang mengejutkan, rudal itu berhasil menembus sistem pertahanan udara Israel yang dikenal sangat canggih dan mampu menghalau ancaman dari udara.
Juru bicara militer Houthi, Yahya Sare’e, mengklaim bertanggung jawab dan menyebutnya sebagai balasan atas “agresi Israel”. Serangan ini menjadi bukti nyata bahwa ancaman dari poros Iran-Houthi semakin nyata dan tak bisa diabaikan.
Netanyahu dan Trump Kompak Soroti Iran
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, , merespons dengan keras dan menyatakan bahwa setiap serangan terhadap Israel akan dibalas tujuh kali lipat. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu kemudian mengunggah pernyataan resmi yang mengutip komentar Presiden AS, Donald Trump pada bulan Maret lalu. Trump menyebut Houthi sebagai “tangan panjang Iran”, dan mendesak komunitas internasional untuk tidak tertipu oleh propaganda mereka.
Dalam pernyataannya, Trump berkata: “Jangan tertipu. Houthi adalah kumpulan preman jahat di Yaman yang dibenci rakyatnya sendiri. Serangan mereka selalu diorganisasi dan disponsori oleh Iran.”
Tiongkok Juga Dituding Terlibat
Selain Iran, Israel kini juga menyudutkan Partai Komunis Tiongkok karena dugaan keterlibatan dalam mendukung jaringan musuh Israel di Timur Tengah.
Sebuah video yang dirilis oleh Israel memperlihatkan pesawat militer Tiongkok Y-20 (registrasi 20240) mendarat di Bandara Beirut, Lebanon. Pesawat itu disebut membawa perlengkapan militer untuk Hizbullah, kelompok militan yang dikenal sebagai sekutu Iran dan musuh utama Israel di Lebanon Selatan.
Tak hanya itu, Israel juga menuding Tiongkok terkait ledakan besar yang terjadi di sebuah pelabuhan Iran pada akhir April. Ledakan tersebut diyakini disebabkan oleh bahan kimia untuk produksi bahan bakar rudal, dan diduga berasal dari suplai Tiongkok. Ledakan tersebut menciptakan awan merah pekat, mirip dengan fenomena ledakan Pelabuhan Tianjin di Tiongkok pada tahun 2015.
Selain itu, pabrik sepeda motor yang dibangun atas bantuan Tiongkok di Iran juga dikabarkan mengalami kebakaran hebat. Namun, laporan media Israel mengungkap bahwa fasilitas tersebut sebenarnya adalah pabrik komponen rudal, bukan pabrik sepeda motor biasa seperti yang diklaim oleh pemerintah Iran.
Balasan Israel: Serangan Udara di Yaman
Sebagai respons atas serangan rudal Houthi ke Bandara Ben Gurion, militer Israel segera melancarkan serangan udara besar-besaran ke wilayah Provinsi Hodeidah di Yaman, yang diketahui sebagai markas utama Houthi. Dalam operasi tersebut, lebih dari 30 jet tempur Israel dikerahkan, menciptakan kobaran api besar dan kilatan cahaya yang menerangi langit malam.
Operasi ini menandai eskalasi langsung antara Israel dan Houthi, dan menjadi indikasi bahwa konflik regional kini berkembang ke front baru yang jauh lebih kompleks dan terhubung dengan kekuatan global seperti Iran dan Tiongkok.
Kesimpulan:
Keputusan Israel untuk menduduki Gaza secara total dan permanen, ditambah aksi militernya terhadap Houthi serta tudingan kepada Iran dan Tiongkok, menandai perubahan strategi yang sangat agresif dan berisiko tinggi. Dunia kini menunggu bagaimana komunitas internasional, termasuk PBB dan negara-negara besar, akan merespons perkembangan ini — apakah akan menekan Israel, atau justru mendukung langkah tegas tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap ancaman regional yang terus berkembang.