Pada Senin (5 Mei), Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan secara blak-blakan kepada media di atas pesawat Air Force One bahwa sejak era Presiden Nixon, Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah menipu Amerika Serikat. Kini saatnya mereka merasakan akibatnya. Pemutusan hubungan perdagangan antara AS dan Tiongkok bukan lagi sekadar peringatan, melainkan kenyataan.
EtIndonesia. Menurut berbagai data terbaru, pabrik-pabrik di Tiongkok mengalami penyusutan paling parah dalam 16 bulan terakhir, dan pesanan ekspor mencapai titik terendah dalam tiga tahun. Yang membuat Beijing semakin khawatir adalah pernyataan tegas Trump yang mengatakan ia tidak berniat berbicara dengan pemimpin PKT Xi Jinping.
“Pada Senin, Presiden Trump secara terang-terangan mengatakan bahwa di bawah tarif tinggi AS, ekonomi PKT sedang dihancurkan (decimated), dan bahwa Beijing sangat ingin berdamai dan menjalin kesepakatan perdagangan dengan AS. Trump juga menyebutkan bahwa selama ini AS mengalami kerugian ratusan miliar dolar per tahun dari perdagangan dengan Tiongkok, dan sekarang waktunya membuat kesepakatan yang adil untuk membalikkan keadaan,” demikian laporan reporter New Tang Dynasty TV di Gedung Putih, Tao Ming.
Presiden Donald Trump (4 Mei 2025): “Saya ingin mencapai kesepakatan yang adil dengan Tiongkok, tapi mereka telah menipu kita selama bertahun-tahun, jadi mungkin kita harus mempertimbangkan mengambil langkah balasan.”
Trump menekankan bahwa sejak era Nixon, PKT sudah mempermainkan Amerika. Kini AS sedang berunding dagang dengan banyak negara, termasuk Tiongkok, dengan fokus utama pada perdagangan yang adil.
“Jadi kami mengadakan pertemuan dengan hampir semua negara, termasuk Tiongkok, dan pada akhirnya keputusan tetap ada di tangan saya. Ini bukanlah kesepakatan besar yang harus ditandatangani — dalam beberapa kasus akan ditandatangani, tapi kami tidak merasa harus menandatangani apapun,” ujarnya.
Wang He, kolumnis Epoch Times: “Trump menjalankan kebijakan tarif global, tapi negara-negara lain mau berunding dengan AS. Sebaliknya, PKT justru melawan, jadi AS pun fokus menekan Beijing.”
Data resmi dari pemerintah Tiongkok menunjukkan bahwa pada April tahun ini, aktivitas pabrik menyusut paling parah dalam 16 bulan terakhir, dan pesanan ekspor anjlok ke tingkat terendah sejak 2022.
Pekan lalu dalam wawancara dengan NBC, Trump menyatakan bahwa ekonomi Tiongkok hampir kolaps.
Kang Qiang, pemilik perusahaan alat kesehatan di Hunan (suaranya telah diubah):
“Bisnis alat kesehatan sekarang sepi, tidak ada pelanggan. Tinggal menunggu mati. Tarif juga tinggi sekali, pasar AS makin susah, jadi kami tidak mau lanjut. Saya punya klien AS, dia bilang sudah kehilangan kepercayaan. Harga semuanya naik dua kali lipat.”
Pada 3 Mei, dalam acara “Open House” di Kedutaan Besar PKT di AS, Duta Besar PKT Xie Feng menyatakan bahwa Tiongkok tidak ingin berperang tarif. Minggu lalu, pihak PKT mengatakan mereka sedang mengevaluasi kemungkinan negosiasi dengan AS. Tapi Trump menegaskan pada Minggu bahwa ia tidak punya rencana untuk berbicara dengan Xi Jinping, dan menyatakan hubungan dagang AS-Tiongkok saat ini sudah putus.
Trump (4 Mei 2025): “Tidak, saya tidak punya rencana berbicara dengannya. Tapi orang-orang Tiongkok dan tim kami memang sedang membahas berbagai hal. Sekarang, kita pada dasarnya sudah tidak berdagang lagi dengan Tiongkok, karena tarif sangat tinggi, mereka tidak bisa bertransaksi. Karena itu, kita menghemat miliaran dolar.”
Menurut laporan Bloomberg pada 2 Mei, sebagai respons atas tekanan ekonomi dari perang dagang, PKT diam-diam memberikan pengecualian tarif untuk sebagian barang impor dari AS, dengan total nilai sekitar US$40 miliar, setara dengan seperempat dari total impor Tiongkok dari AS tahun lalu. Banyak pengamat menilai, ini tanda bahwa PKT sudah tidak sanggup menahan tekanan.
Wang He: “Karena ketimpangan ekonomi antara AS dan Tiongkok sangat besar, dan Tiongkok selama ini menikmati surplus perdagangan terhadap AS, maka AS memiliki keunggulan dalam perang tarif ini. Tujuan AS adalah menata ulang tatanan ekonomi global, termasuk hubungan ekonomi dengan Tiongkok. Dalam situasi ini, PKT sangat terdesak. Setelah terkena tekanan berat, ekonomi Tiongkok tidak mampu bertahan. Karena itulah, posisi PKT berubah dan mereka bersedia mengevaluasi negosiasi dengan AS.” (Hui)
Laporan oleh Tao Ming, Tang Rui, dan Xiong Bin — Gedung Putih – New York, New Tang Dynasty TV