Realitas Kelam di Balik “Chip Buatan Tiongkok”, AS Rancang UU untuk Gempur Penyelundupan Chip

Baru-baru ini, dalam sebuah pameran elektronik di Shanghai, perusahaan semikonduktor asal Tiongkok menyerukan slogan “Gunakan Chip Buatan Tiongkok”. Para insinyur pun dengan percaya diri memamerkan bahwa produk mereka sudah bisa menggantikan chip buatan raksasa teknologi AS. Namun di balik slogan-slogan patriotik itu, tersembunyi kenyataan yang sangat keras. Sementara itu, para anggota parlemen AS tengah mendorong rancangan undang-undang untuk benar-benar memutus jalur penyelundupan chip ke tangan Partai Komunis Tiongkok (PKT).

EtIndonesia. Menurut sumber, atas lobi dari industri otomotif dalam negeri, pemerintah Beijing pada akhir April memutuskan untuk mengecualikan delapan jenis chip buatan AS dari tarif balasan sebesar 125% yang sebelumnya direncanakan. Keputusan ini memperlihatkan situasi sebenarnya industri semikonduktor Tiongkok—terutama di bidang chip otomotif—yakni bahwa perusahaan-perusahaan Tiongkok masih sangat tergantung pada komponen penting buatan AS dan Eropa.

Chip-chip yang dikecualikan dari tarif tersebut memang bukan chip AI tercanggih, tetapi merupakan komponen inti yang sangat penting bagi operasi kendaraan. Selama ini, produk-produk ini didominasi oleh raksasa chip seperti Texas Instruments (AS), NXP Semiconductors (Belanda), dan STMicroelectronics (Swiss).

Meskipun PKT telah memerintahkan agar perusahaan otomotif dalam negeri mengganti seperempat dari seluruh chip kendaraan dengan produk dalam negeri sebelum tahun 2025, menurut sumber yang mengetahui langsung, target ini hampir mustahil tercapai.

Pada umumnya, pengembangan chip otomotif memerlukan waktu hingga lima tahun—dua tahun untuk desain dan tiga tahun untuk pengujian dan sertifikasi—belum termasuk waktu yang dibutuhkan untuk membangun kepercayaan pasar.

Yang lebih menantang lagi adalah, produsen mobil global lebih memilih bekerja sama dengan perusahaan semikonduktor mapan yang dapat menyediakan “portofolio produk lengkap.” 

Sementara perusahaan chip Tiongkok hanya mampu memproduksi chip dalam satu kategori saja, sehingga sulit menciptakan rantai substitusi yang utuh. Walau slogan terdengar lantang dan pameran terlihat meriah, kenyataannya Tiongkok masih jauh dari kemandirian semikonduktor.

Data dari Bea Cukai Tiongkok menunjukkan bahwa total impor semikonduktor Tiongkok pada tahun 2024 mencapai USD 412 miliar, meningkat 10% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini sangat kontras dengan strategi nasional PKT yang berfokus pada “swadaya dan penguatan teknologi.” Dalam praktiknya, terutama di sektor penting seperti otomotif, industri, dan energi, Tiongkok tetap sangat bergantung pada chip buatan AS, Eropa, dan Jepang.

Di sisi lain, AS terus memperketat kontrol ekspor chip ke Tiongkok. Baik pemerintahan Biden maupun kini pemerintahan Trump memiliki kesepakatan kuat dalam isu ini.

Kini, di bawah pemerintahan Trump, pengawasan terhadap ekspor chip semakin ketat. Bahkan chip H20 versi “terbatas performa” yang dirancang NVIDIA khusus untuk pasar Tiongkok pun tetap tidak lolos dari larangan Washington.

Dilaporkan, Kongres AS tengah menyusun rancangan undang-undang baru yang mewajibkan perusahaan AS untuk melacak pergerakan chip AI setelah dijual, khususnya untuk chip berperforma tinggi yang diekspor ke Tiongkok.

RUU ini diusulkan oleh anggota DPR dari Partai Demokrat asal Illinois, Bill Foster, yang berlatar belakang fisika. Ia menyebut bahwa chip NVIDIA sebenarnya telah dilengkapi teknologi pelacakan lokasi, hanya saja belum diwajibkan untuk digunakan.

Dalam RUU ini, ia berencana meminta otoritas terkait untuk mengambil dua langkah utama: pertama, melacak chip untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan ekspor; kedua, mencegah chip diaktifkan oleh pembeli yang tidak memenuhi syarat ekspor.

Jika disahkan, RUU ini akan semakin mempersulit PKT memperoleh chip berperforma tinggi secara diam-diam melalui penyelundupan atau perantara pihak ketiga.

Sekarang, persoalannya bukan lagi apakah PKT ingin mandiri, tetapi apakah mereka masih sempat mengejarnya. (Hui)

Laporan dari New Tang Dynasty Television, New York

FOKUS DUNIA

NEWS