EtIndonesia. Penerapan tarif tinggi oleh Amerika Serikat terhadap barang-barang dari Tiongkok telah menyebabkan dampak serius pada ekspor Tiongkok. Pejabat pelabuhan di Pantai Barat AS baru-baru ini menyatakan bahwa dalam 12 jam terakhir, tidak ada satu pun kapal kargo dari Tiongkok yang berlabuh — sesuatu yang belum pernah terjadi bahkan sejak pandemi COVID-19 meletus.
Pada 9 Mei waktu setempat, pejabat pelabuhan di Pantai Barat AS mengatakan kepada CNN bahwa enam hari sebelumnya, tercatat ada 41 kapal kargo yang dijadwalkan berangkat dari Tiongkok menuju wilayah pelabuhan Teluk San Pedro, yang mencakup Pelabuhan Los Angeles dan Long Beach di California. Namun, pada tanggal 9, tidak ada satu kapal pun dari Tiongkok yang tiba di pelabuhan-pelabuhan tersebut.
CEO Pelabuhan Long Beach, Mario Cordero, menyebutkan: “Ini sangat mengkhawatirkan. Jumlah pembatalan pesanan dan kapal yang datang sekarang melebihi masa pandemi.”
Lebih dari 63% barang di Pelabuhan Long Beach berasal dari Tiongkok — proporsi tertinggi di antara semua pelabuhan di AS.
Sejak AS menerapkan tarif tinggi sebesar 145% terhadap Tiongkok pada bulan April, ekspor barang dari Tiongkok ke AS turun drastis.
Perusahaan pelayaran terbesar kedua di dunia, Maersk, mengatakan kepada CNN bahwa volume pengiriman barang antara AS dan Tiongkok turun 30% hingga 40% dibandingkan level normal.
Sementara itu, data dari Administrasi Umum Kepabeanan Tiongkok yang dirilis pada 9 Mei menunjukkan bahwa ekspor barang ke AS pada bulan April mengalami penurunan 21% dibandingkan tahun sebelumnya — penurunan terbesar sejak Juli 2023 (23%). Proporsi ekspor Tiongkok ke AS juga turun dari 12,8% di bulan Maret menjadi 10,5%, level terendah dalam sejarah.
Tarif tinggi telah memberikan pukulan besar bagi perusahaan-perusahaan perdagangan luar negeri Tiongkok. Menurut laporan Tencent News, seorang pengusaha swasta di Jinhua, Zhejiang, bernama Wu Yue, menerima pemberitahuan pembatalan pesanan. Pabriknya semula hendak mengirim lebih dari 10.000 meja kerja elektrik ke AS, namun kini semuanya menumpuk di gudang tanpa kejelasan kapan bisa dikirim.
Di Yiwu, Zhejiang, Qiao Feng dan ayahnya mengelola pabrik pohon Natal. Pelanggan dari AS awalnya menjanjikan pesanan senilai 10 juta yuan tahun ini, tetapi setelah tarif diberlakukan, pesanan itu langsung dibatalkan bahkan sebelum produksi dimulai.
Bagi pabrik-pabrik di Tiongkok yang sudah mulai memproduksi pesanan untuk AS, kerugiannya lebih nyata. Sebuah pabrik kantong plastik di Quanzhou, Fujian, menumpuk lebih dari 80 ton produk di gudang karena belum tahu kapan bisa dikirim ke AS.
Setelah menghentikan produksi selama tiga hari, pemilik pabrik Wu Jiankang akhirnya terpaksa menerima pesanan untuk pasar domestik dengan harga “seperti tulang ayam” — hanya 6.500 yuan per ton, dengan keuntungan kurang dari 1%. Padahal untuk ekspor ke AS, harga per tonnya lebih dari 10.000 yuan .
Di media sosial Tiongkok, banyak video beredar yang menunjukkan tumpukan kontainer ekspor di berbagai pelabuhan yang belum jelas kapan bisa dikirim.
Menurut Reuters, perusahaan konsultan maritim menyebutkan bahwa kebijakan tarif AS terhadap Tiongkok telah menyebabkan “keruntuhan perdagangan”. Sejumlah perusahaan pelayaran kontainer besar telah menangguhkan sedikitnya enam jalur pelayaran reguler mingguan antara Tiongkok dan AS, dengan volume bisnis terdampak lebih dari 25.000 kontainer ukuran 40 kaki.
Beberapa pengusaha AS menyatakan bahwa mereka mulai membatalkan pesanan ke pabrik-pabrik Tiongkok, sambil menunggu kejelasan tarif di Tiongkok dan negara lain.
Pada 11 Mei, perundingan dagang putaran pertama antara AS dan Tiongkok berakhir di Jenewa, Swiss. Secara tidak biasa, PKT mengirim Menteri Keamanan Publik sebagai bagian dari delegasi, kemungkinan sebagai respons terhadap perhatian AS pada isu fentanyl. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent menyatakan bahwa perundingan telah mencapai “kemajuan substansial.”
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Hassett, sebelumnya mengatakan kepada Fox News bahwa pihak Tiongkok sangat ingin memulai kembali hubungan dagang dengan AS.
“Kelihatannya mereka (Tiongkok) benar-benar, sangat ingin kembali ke kondisi normal,” kata Hassett.(hui/yn)