Pemimpin Inggris, Prancis, dan Jerman Dituduh Pakai Narkoba? Video Beberapa Detik Picu Kegemparan di Media Sosial

EtIndonesia. Sebuah video berdurasi beberapa detik yang memperlihatkan Presiden Prancis ,Emmanuel Macron bersama para pemimpin Inggris dan Jerman di atas kereta menuju Kyiv menjadi viral di media sosial pada 11 Mei. Dalam video tersebut, Presiden Macron terlihat mengambil selembar tisu bekas yang tergeletak di atas meja, namun gerakan itu disalahartikan oleh warganet sebagai aksi mengonsumsi narkoba jenis kokain, dan langsung memicu gelombang spekulasi liar di platform seperti X (Twitter).

Video itu menunjukkan Presiden Macron dan Kanselir Jerman, Friedrich Merz sedang berada di dalam gerbong kereta, menyambut kedatangan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer. Di atas meja tampak barang-barang yang sebelumnya mereka gunakan saat berdiskusi. Ketika duduk kembali, Macron tampak mengambil gulungan tisu putih yang tergeletak di tengah meja, tampaknya untuk menjaga kerapihan tampilan meja dari sorotan media.

Namun, beberapa pengguna media sosial yang tidak bertanggung jawab menyebarkan narasi bohong bahwa benda putih tersebut adalah bungkus kokain, dan bahkan menyebut bahwa Kanselir Merz menyembunyikan sendok kecil yang digunakan untuk menghirup kokain.

Klarifikasi dan Pemeriksaan Fakta dari Media Internasional

Menanggapi hal ini, Istana Kepresidenan Prancis segera membantah tuduhan tersebut pada malam hari tanggal 11 Mei, menyebut bahwa ini adalah kampanye disinformasi dan manipulasi politik.

Dalam pernyataan resminya, Istana Elysée menulis: “Ketika persatuan Eropa membuat pihak-pihak tertentu resah, maka informasi palsu pun menyebar—bahkan tisu sederhana bisa disulap menjadi narkoba. Berita palsu ini disebarkan oleh musuh-musuh dari dalam dan luar negeri. Kita semua harus waspada terhadap manipulasi informasi.”

Pernyataan tersebut disertai foto close-up tisu yang diperdebatkan, dengan keterangan singkat: “Ini adalah tisu bekas untuk membuang ingus.”

Sejumlah media kredibel seperti Libération (Prancis), AFP, dan Associated Press (AP) juga melakukan pemeriksaan fakta, dan menyatakan bahwa benda putih dalam video itu memang tisu yang telah diremas, sementara benda di dekat Merz adalah tusuk gigi atau stik pengaduk minuman.

“Kedua pemimpin tampaknya hanya sedang membereskan meja agar benda-benda kecil itu tidak terekam dan diabadikan dalam dokumentasi pertemuan diplomatik,” tulis media Prancis tersebut.

Upaya Disinformasi untuk Menjatuhkan Kredibilitas Barat

Kejadian ini muncul setelah Macron, Merz, dan Starmer melakukan perjalanan diplomatik penting ke Kyiv pada 11 Mei. Kunjungan ini dilakukan atas dukungan Presiden AS, Donald Trump dan bertujuan untuk mendesak gencatan senjata tanpa syarat selama 30 hari antara Rusia dan Ukraina.

Namun, viralnya video ini dimanfaatkan oleh kelompok pro-Rusia dan pendukung teori konspirasi untuk merusak citra moral para pemimpin Barat. Akun-akun di media sosial mengklaim bahwa “tisu” tersebut adalah “bungkus plastik narkoba,” dan memperbesar detail video dengan rekayasa visual untuk menunjukkan sisa-sisa “serbuk putih”.

Munculnya Tagar “Tissue-Gate” dan Sindiran Warganet

Di media sosial Prancis, kini muncul tagar #MouchoirGate (Tissue-Gate), merujuk pada insiden ini. Warganet merespons dengan kreativitas dan satire, mengunggah foto berbagai jenis tisu dari jalanan hingga supermarket, untuk menyindir absurditas tuduhan tersebut.

Media Libération menambahkan bahwa gambar-gambar yang mendukung teori konspirasi ini telah dimanipulasi secara visual untuk mengelabui opini publik. Banyak dari akun-akun penyebar narasi ini juga merupakan akun yang sering menyebarkan propaganda pro-Putin, dengan tujuan menciptakan kesan bahwa para pemimpin Barat adalah korup, dekaden, dan tidak serius menangani perang.

Kesimpulan

Insiden “Tissue-Gate” ini menunjukkan betapa mudahnya disinformasi menyebar di era digital—hanya dengan secarik  tisu, reputasi kepala negara bisa jadi bahan fitnah massal. Pihak berwenang dan media telah membantah dan menjelaskan fakta, namun tantangan terbesar kini adalah membangun ketahanan publik terhadap manipulasi informasi yang semakin canggih dan terorganisir, khususnya di tengah konflik geopolitik besar seperti perang Rusia-Ukraina.(jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS