EtIndonesia. Sebuah laporan eksklusif yang ditayangkan dalam program legendaris “60 Minutes” milik CBS pada 18 Mei telah mengguncang publik Amerika Serikat dan komunitas Tionghoa di seluruh dunia. Episode spesial tersebut membongkar fakta mencengangkan: target nomor satu operasi mata-mata Partai Komunis Tiongkok (PKT) di Amerika Serikat bukanlah lembaga pemerintah ataupun teknologi AS, melainkan komunitas Tionghoa sendiri—khususnya para aktivis pro-demokrasi dan tokoh oposisi yang hidup di luar negeri.
Operasi Intelijen Terbesar di Dunia
Dalam tayangan tersebut, CBS mengutip pernyataan Lewis, mantan diplomat dan analis keamanan nasional Amerika, yang menegaskan bahwa Kementerian Keamanan Negara (Ministry of State Security/MSS) milik PKT diperkirakan mengoperasikan lebih dari 600.000 agen rahasia di seluruh dunia. Jumlah ini menjadikan MSS sebagai salah satu organisasi intelijen terbesar, terluas, dan paling aktif sepanjang sejarah modern.
“Amerika hanya target kedua,” ungkap Lewis. “Prioritas utama mereka adalah warga Tiongkok sendiri. PKT sangat trauma dengan sejarah keruntuhan Uni Soviet, yang sebagian besar dipicu oleh perlawanan rakyat dan diaspora yang kritis. Mereka tak ingin mengulang sejarah yang sama.”
Pengawasan, Penetrasi, dan Intimidasi Diaspora
Investasi PKT dalam memonitor, menyusup, dan mengintimidasi komunitas diaspora Tionghoa sangat masif. Penelusuran CBS mendapati bahwa aparat intelijen PKT secara rutin merekrut, mengancam, atau bahkan memeras anggota komunitas Tionghoa di luar negeri—terutama mereka yang aktif dalam gerakan pro-demokrasi, hak asasi manusia, atau yang berani mengkritik Beijing.
Salah satu kasus yang paling menonjol adalah Wang Shujun, seorang warga New York yang awalnya dikenal sebagai aktivis demokrasi dan sekretaris yayasan peringatan dua tokoh reformis Tiongkok, Hu Yaobang dan Zhao Ziyang, di Flushing, Queens.
Namun, fakta yang terbongkar kemudian benar-benar mengejutkan publik. Berdasarkan dokumen investigasi FBI yang dipublikasikan dalam episode tersebut, sejak tahun 2005, Wang Shujun diam-diam direkrut sebagai agen rahasia PKT. Dia secara rutin mengumpulkan dan mengirimkan data sensitif—termasuk nama, alamat, nomor telepon, email, hingga rekaman percakapan pribadi para aktivis Tionghoa-Amerika—langsung ke Beijing.
Dampak Fatal bagi Korban
Menurut laporan FBI, selama bertahun-tahun, Wang Shujun telah menyerahkan informasi detail mengenai lebih dari 163 individu, termasuk agenda rapat dan rencana kegiatan komunitas. Akibat dari operasi ini, sejumlah aktivis mengalami nasib tragis: beberapa ditangkap ketika kembali ke Tiongkok, sebagian dipenjara, dan ada pula yang kehilangan kontak setelah pulang ke tanah air.
Pada tahun 2022, Departemen Kehakiman AS akhirnya mendakwa Wang Shujun atas tuduhan menjadi agen asing tanpa pendaftaran resmi (Foreign Agent Registration Act/FARA). Dia membantah tuduhan ini, namun pengacaranya mengakui adanya komunikasi antara Wang dan MSS, walau berdalih “tidak melanggar hukum AS”. Ironisnya, mereka malah menuduh FBI menekan Wang setelah gagal merekrutnya sebagai agen ganda.
Pengkhianatan dari Lingkaran Sendiri
Salah satu korban pengawasan, Yang Jinxia—mantan aktivis Hong Kong yang kini menjadi warga negara Amerika—mengaku sangat terpukul mengetahui bahwa dirinya diawasi, bukan oleh aparat negara tuan rumah, melainkan oleh sesama anggota komunitas diaspora yang selama ini dianggap teman seperjuangan.
“Saya tak pernah membayangkan ancaman terbesar justru datang dari dalam komunitas kami sendiri. Rasa percaya benar-benar runtuh. Operasi ini berjalan rapi, diam-diam, bertahun-tahun lamanya,” ujar Yang Jinxia dalam wawancara dengan CBS.
Mengapa Diaspora Jadi Target Utama PKT?
Menurut para analis, alasan utama PKT menargetkan komunitas diaspora Tionghoa di luar negeri sangat berkaitan dengan kekhawatiran akan lahirnya gerakan perlawanan yang bisa menular ke dalam negeri. PKT belajar dari pengalaman Uni Soviet, di mana kelompok pembangkang luar negeri berperan besar dalam menyebarkan informasi, membangun jaringan, dan menginspirasi gelombang perubahan di dalam negeri. Beijing sangat sadar bahwa di era internet, informasi bisa bergerak sangat cepat, dan ide-ide kebebasan dengan mudah menyebar di antara rakyat Tiongkok, terutama generasi muda.
Strategi Operasi: Infiltrasi dan Tekanan Sosial
Laporan CBS “60 Minutes” menjelaskan, modus utama MSS adalah melakukan infiltrasi melalui:
- Perekrutan dan ancaman terhadap aktivis dan pemimpin organisasi diaspora.
- Penyebaran disinformasi dan fitnah untuk memecah belah komunitas.
- Pengawasan ketat terhadap acara-acara komunitas, seminar, dan kegiatan sosial.
- Intimidasi terhadap keluarga yang masih berada di Tiongkok.
- Manipulasi dan pemantauan teknologi digital, mulai dari aplikasi pesan singkat hingga media sosial.
Dampak Sosial: Rasa Takut dan Fragmentasi Komunitas
Akibat operasi intelijen yang agresif ini, banyak warga Tionghoa di Amerika merasa was-was untuk terbuka, bahkan dalam lingkaran komunitas sendiri. Rasa saling curiga dan ketidakpercayaan semakin kuat, membahayakan solidaritas diaspora yang seharusnya menjadi kekuatan untuk melawan otoritarianisme.
Menurut pengamatan pakar HAM, tak sedikit aktivis yang akhirnya menarik diri dari kegiatan publik, atau memilih membatasi hubungan sosial demi melindungi diri dan keluarga. Hal ini sejalan dengan strategi PKT: membuat lawan-lawannya merasa terisolasi dan kehilangan dukungan.
Respons Pemerintah Amerika Serikat
Pemerintah Amerika menanggapi temuan ini dengan sangat serius. Dalam beberapa tahun terakhir, FBI dan lembaga keamanan lainnya meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas intelijen asing, terutama dari Tiongkok. Upaya untuk memberikan perlindungan kepada para aktivis dan pembela HAM di komunitas diaspora pun diperkuat.
“Pengawasan terhadap operasi PKT bukan hanya soal keamanan nasional, tapi juga soal menjaga integritas demokrasi dan kebebasan sipil di negeri ini,” tegas seorang pejabat Departemen Kehakiman AS.
Penutup: Ancaman yang Nyata, Perlawanan yang Masih Terus Berlanjut
Laporan CBS “60 Minutes” membuka mata banyak pihak bahwa ancaman otoritarianisme Tiongkok tidak hanya hadir di ranah geopolitik dan ekonomi global, tetapi juga menyusup hingga ke lingkaran terdekat para pejuang kebebasan Tiongkok di Amerika Serikat. Bagi PKT, warga Tiongkok yang sudah “terbangun” secara pemikiran dan berani bersuara justru dianggap musuh utama—bahkan lebih berbahaya daripada pemerintah Amerika itu sendiri.
Kasus Wang Shujun dan puluhan kasus lain yang berhasil diungkap hanyalah puncak gunung es dari operasi global yang sangat terorganisir. Ke depan, tantangan bagi komunitas diaspora adalah membangun kembali kepercayaan dan solidaritas, seraya meningkatkan kewaspadaan dan memperkuat perlindungan hukum di negara-negara demokratis.