- Beberapa wilayah di Tiongkok belakangan ini kembali mengalami gelombang baru pandemi. Banyak pasien mengalami demam, sakit tenggorokan, dan mata merah bengkak, diduga terinfeksi varian virus baru.
- Virolog asal Amerika Serikat, Dr. Lin Xiaoxu, memperingatkan bahwa gelombang ini mungkin melibatkan infeksi gabungan beberapa jenis virus, bahkan tidak menutup kemungkinan adanya penularan flu burung antar manusia. Di kalangan masyarakat beredar kabar tentang banyak kasus kematian mendadak dan antrean panjang di rumah duka, menimbulkan kecurigaan bahwa pemerintah PKT kembali menyembunyikan situasi pandemi.
- Seorang blogger Tiongkok mengatakan: “COVID-19 datang lagi, tren penyebaran terjadi di banyak wilayah.”
EtIndonesia. Sejak Maret 2025 lalu, berbagai daerah di Tiongkok mulai mengalami lonjakan kasus. Banyak warga melaporkan mata merah dan bengkak, terasa sakit, gatal, serta kering setelah terinfeksi, dicurigai akibat varian virus baru. Banyak pula yang mengalami demam dan sakit tenggorokan, serta kesulitan untuk pulih.
Seorang pasien di Tiongkok mengeluhkan: “Hari ini hari ke-8 saya kena COVID. Suara saya masih serak seperti bebek. Siapa sangka? Ini sudah tahun 2025, kenapa saya masih bisa kena COVID? Kenapa saya masih jadi ‘yang positif’?”
Sejak wabah pertama di Wuhan lima tahun lalu, virus corona tak pernah benar-benar hilang di Tiongkok, dan pemerintah terus menyamarkannya dengan berbagai istilah.
Pada 18 Mei, Zhou Xiaoni, kepala unit pernapasan di Rumah Sakit Paru-paru Wuhan, mengatakan kepada media pemerintah bahwa gelombang COVID kali ini didominasi oleh subvarian NB.1 dari varian XDV, yang memiliki kemampuan lolos dari sistem imun lebih kuat.
Sebelumnya, Pusat Pengendalian Penyakit Distrik Chaoyang, Beijing, secara tidak biasa mengeluarkan peringatan kesehatan yang menyebut bahwa varian dominan saat ini adalah subvarian NB.1, meski menyatakan tingkat virulensinya belum menunjukkan perubahan signifikan.
Dr. Lin Xiaoxu, pakar virologi asal AS, menyatakan: “Menentukan varian mana yang akan mendominasi saat ini bukanlah hal yang paling utama. Yang lebih penting adalah apakah kelompok usia rentan terhadap infeksi berubah. Selain itu, jika saat ini banyak pasien kritis di rumah sakit, kita perlu tanya: apakah mereka hanya terinfeksi COVID atau ada infeksi gabungan lainnya? Di masa lalu, infeksi saluran pernapasan di Tiongkok, seperti yang terlihat dari data Rumah Sakit Xiehe Beijing tahun lalu, menunjukkan bahwa banyak pasien mengalami infeksi gabungan 3–4 virus sekaligus. Jadi kalau sekarang banyak kasus parah, bisa jadi bukan hanya karena COVID. Apalagi jika pemerintah juga menyembunyikan kemungkinan adanya infeksi flu burung pada manusia.”
Pada 19 Mei, akademisi Zhong Nanshan dari Akademi Teknik Tiongkok kembali muncul menyatakan bahwa gelombang COVID kali ini sedang dalam “fase menanjak” dan diperkirakan akan mencapai puncak lalu selesai sebelum akhir Juni. Namun, warga daratan Tiongkok memberi kesaksian bahwa banyak orang di sekitar mereka meninggal mendadak dan pemerintah terus menutup-nutupi kenyataan.
Seorang warga Tianjin, Mr Wang, mengatakan: “Banyak yang meninggal mendadak. Tetangga kami, ayahnya sehat-sehat saja, tiba-tiba meninggal. Saat dibawa ke krematorium, mereka bilang antriannya panjang sekali.”
Departemen Kesehatan Hong Kong pada 15 Mei melaporkan bahwa tingkat positif COVID di Hong Kong meningkat dari 6,2% pada awal April menjadi 13,7%. Dalam empat minggu terakhir, tercatat 30 kasus kematian. Namun kondisi sebenarnya masih belum jelas.
Selain itu, media daratan juga melaporkan kematian sejumlah tokoh dan akademisi muda. Pada 16 Mei, Yin Wuming (45 tahun), profesor di Akademi Seni Nanjing, dan Liu Xi (44 tahun), kepala Departemen Komunikasi Fakultas Hukum dan Sastra di Universitas Sains dan Teknologi Zhejiang, meninggal mendadak di hari yang sama.
Dr. Lin Xiaoxu menyimpulkan: “Saya rasa banyak fakta sebenarnya tidak diungkap ke publik. Pemerintah hanya menyebut permukaannya saja dan menggunakan COVID sebagai alasan. Situasi serius yang sesungguhnya tidak disampaikan ke masyarakat.” (Hui/asr)
Laporan oleh Tang Rui dan Xiong Bin, reporter NTD