Belakangan beredar kabar bahwa beberapa produsen mobil di Tiongkok menjual mobil baru dari stok sebagai “mobil bekas” demi mendorong penjualan. Menanggapi kekacauan ini, pemerintahan Partai Komunis Tiongkok (PKT) memanggil BYD dan sejumlah produsen mobil lainnya untuk rapat, dengan janji melakukan penataan menyeluruh dan memperkuat pengawasan. Namun sejumlah pengamat menilai, industri otomotif Tiongkok pada akhirnya akan runtuh seperti sektor properti.
EtIndonesia. Beberapa tahun terakhir, gelombang demi gelombang “perang harga” di Tiongkok telah mendorong industri otomotif ke dalam persaingan internal (neijuan) yang tak terkendali, memunculkan berbagai kekacauan akibat kompetisi antar pabrikan yang kian memanas.
Pada 27 Mei, Kementerian Perdagangan PKT menggelar rapat dengan produsen mobil seperti Dongfeng dan BYD, membahas kekacauan penjualan “mobil bekas nol kilometer” yang marak di platform daring.
Yang dimaksud dengan “mobil bekas nol kilometer” adalah mobil baru dari stok yang belum pernah digunakan, tetapi telah didaftarkan dan diberi plat nomor, kemudian dijual sebagai mobil bekas untuk menyamarkan penurunan harga. Praktik ini pertama kali diungkap oleh Ketua Great Wall Motors, Wei Jianjun, dalam sebuah wawancara media.
“BYD dan produsen mobil listrik Tiongkok lainnya sudah melakukan trik ini saat mengekspor ke Eropa. Karena mobil-mobil Tiongkok tidak lolos uji keselamatan ketat di Eropa, mereka tidak bisa masuk sebagai mobil baru. Solusinya, mereka jual sebagai mobil bekas, karena mobil bekas tidak harus melalui uji keselamatan—ini jelas merupakan penipuan demi bisa masuk pasar Eropa,” ujar Prof. Xie Tian dari Sekolah Bisnis Aiken, Universitas South Carolina, AS.
Wei Jianjun mengatakan bahwa di dalam negeri, ada lebih dari 3.000 hingga 4.000 pedagang mobil bekas yang menjual jenis mobil seperti ini di berbagai platform.
Prof. Sun Guoxiang dari Universitas Nanhua di Taiwan menyatakan: “Banyak pemerintah daerah di Tiongkok demi mendorong ekonomi dan pajak lokal, memberikan dukungan berupa tanah, pendanaan, dan kebijakan khusus bagi produsen mobil. Hal ini mendorong ekspansi buta dan memicu perang harga demi mengejar volume penjualan, yang akhirnya memicu pertarungan harga ekstrem di industri.”
Wei Jianjun memperingatkan bahwa industri otomotif Tiongkok sudah dalam kondisi tidak sehat, dengan keseluruhan sistem dalam keadaan krisis. Ia menegaskan bahwa industri mobil listrik saat ini umumnya merugi, membentuk “lingkaran tertutup” bisnis di mana modal telah meraup untung dan keluar, meninggalkan industri dalam kesulitan. Ia bahkan menyatakan:
“Di dalam industri otomotif sekarang ini, sudah ada ‘Evergrande’, hanya saja belum meledak.”
Xie Tian menambahkan: “Pasti. Ini akan mengikuti jejak kehancuran sektor properti. Industri properti di Tiongkok juga tumbuh dengan cara ‘loncatan besar’, mengalami kelebihan kapasitas, dan kini mulai runtuh. Mobil listrik sedang menyusul nasib itu. Tidak diragukan lagi.”
Sun Guoxiang juga menekankan bahwa karakteristik seperti ketergantungan pada pendanaan, subsidi kredit konsumsi, dan dukungan pemerintah membuat industri otomotif rentan terhadap gelembung lokal. Jika pengawasan gagal atau kepercayaan publik runtuh, bisa terjadi gelombang kebangkrutan pabrikan mobil, harga mobil bekas anjlok, dan runtuhnya jaringan distribusi, yang dapat memicu keruntuhan parsial industri.
Dahulu, Evergrande adalah raksasa di industri properti Tiongkok; sementara dalam dunia mobil listrik, posisi ini dipegang oleh BYD. Akhir pekan lalu, BYD mengumumkan putaran baru subsidi untuk lebih dari 20 model mobilnya, dan Geely segera mengikuti dengan strategi serupa pada Senin. Akibatnya, saham-saham sektor otomotif di bursa saham Tiongkok dan Hong Kong anjlok pada Senin, dan terus turun pada Selasa (27 Mei).
Ini merupakan rangkaian perang harga terbaru, bahkan setelah pemerintah menyatakan akan menertibkan “persaingan internal”. Dewan Negara Tiongkok melalui Komisi Anti-Monopoli dan Anti-Praktik Tidak Adil telah mengadakan rapat pada 21 Mei, mengumumkan rencana penataan menyeluruh terhadap persaingan semacam itu, serta memperkuat penegakan hukum demi menjaga persaingan pasar yang adil. Namun, persaingan brutal di industri otomotif masih belum dapat dihentikan.
“Dalam kondisi persaingan yang begitu sengit, penjualan buruk, keuntungan menurun, dan utang menumpuk, satu-satunya strategi yang tersisa bagi pabrikan adalah menurunkan harga dan menguasai pangsa pasar sambil menjatuhkan pesaing,” ujar Xie Tian.
“Jadi ketika pemerintah bicara soal anti-monopoli dan persaingan sehat, itu hanya lelucon, dongeng. Banyak perusahaan itu justru merupakan produk monopoli yang didukung pejabat pemerintah berbagai tingkat,” tambahnya.
Sun Guoxiang menambahkan, langkah-langkah baru pemerintah Tiongkok ini justru dapat mengguncang perusahaan yang mengandalkan subsidi, manipulasi laporan keuangan, atau strategi membakar uang demi meraih pangsa pasar. Kebijakan ini bisa memutus rantai pendanaan, mempercepat keluarnya pemain lemah dari pasar, serta menyebabkan kepanikan modal yang mungkin merusak reputasi investasi dan ekspor industri kendaraan energi baru secara keseluruhan. (Hui)
Sumber : NTDTV.com