Putin Ajukan Sejumlah Syarat Gencatan Senjata: Tuntut NATO Hentikan Ekspansi

EtIndonesia. Perundingan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina terus mengalami kebuntuan. Presiden Amerika Serikat,  Donald Trump semakin kecewa terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan pada 27 Mei dengan tegas mengkritik agresi militer Rusia di medan perang yang dia sebut sebagai “bermain api”.

Kini beredar informasi bahwa tuntutan Putin tidak hanya soal Ukraina menyerahkan wilayah, melainkan juga agar negara-negara Barat memberikan komitmen tertulis untuk menghentikan ekspansi NATO, serta mencabut sebagian besar sanksi terhadap Rusia.

Putin Tuntut NATO Berhenti Ekspansi dan Sanksi Dicabut

Menurut laporan Reuters, setelah percakapan telepon antara Trump dan Putin pada 19 Mei lalu, Putin menyatakan kesediaannya menandatangani memorandum perjanjian damai dengan Ukraina. Dokumen ini disebut akan mencakup waktu pelaksanaan gencatan senjata. Namun, pada 28 Mei, Rusia kembali menyatakan bahwa belum jelas berapa lama penyusunan dokumen ini akan memakan waktu, membuat Ukraina dan negara-negara Eropa menuduh Moskow melakukan taktik penundaan.

Seorang pejabat Rusia mengungkapkan bahwa: “Putin bersedia mengejar perdamaian, tapi dengan mempertimbangkan harga yang harus dibayar.”

Putin menuntut agar negara-negara Barat secara tertulis menjamin bahwa NATO tidak akan memperluas ke arah timur, yang secara langsung menolak kemungkinan keanggotaan bagi Ukraina, Georgia, dan Moldova di masa depan.

Selain itu, Moskow juga menginginkan pencabutan sanksi, termasuk membuka blokir terhadap aset-aset para pejabat Rusia yang dibekukan di negara-negara Barat.

Daftar Tuntutan Panjang Rusia Dianggap Ancaman Terselubung

Dengan daftar tuntutan yang sangat rinci, Putin menyampaikan pesan tersirat bahwa jika perjanjian damai tidak sesuai dengan kehendaknya, Rusia akan menggunakan kekuatan militer untuk “mengajarkan” kepada Ukraina dan Eropa bahwa “perdamaian esok hari bisa lebih menyakitkan”. Pernyataan ini sarat dengan nuansa ancaman.

Kremlin belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan ini, sementara Ukraina kembali menegaskan bahwa mereka membutuhkan jaminan keamanan yang nyata dan kuat dari negara-negara Barat, guna menghadapi potensi serangan Rusia di masa mendatang.

Keanggotaan Finlandia dan Swedia Dorong Kecemasan Rusia

Sejak pecahnya perang pada tahun 2022, dua negara Nordik—Finlandia dan Swedia—telah resmi bergabung ke dalam NATO masing-masing pada 2023 dan 2024, sehingga jumlah total anggota aliansi pertahanan itu kini mencapai 32 negara, termasuk Amerika Serikat.

Menurut Reuters, NATO menegaskan tidak akan mengubah kebijakan pintu terbuka hanya karena desakan Rusia.

Faktanya, sejak tahun 2008, NATO telah menyatakan bahwa Ukraina pada akhirnya akan bergabung dengan aliansi tersebut. Pemerintahan Joe Biden secara terbuka mendukung keanggotaan Ukraina setelah perang usai. Namun berbeda dengan Biden, pemerintahan Trump lebih berhati-hati dan menahan dukungan terhadap masuknya Ukraina ke NATO.

Saat ini, Rusia telah menguasai sekitar seperempat wilayah Ukraina, dan banyak negara Eropa memperingatkan bahwa jika Rusia menang, negara itu bisa menyerang negara-negara anggota NATO berikutnya, memicu kemungkinan terjadinya Perang Dunia Ketiga—sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh pihak Rusia.

Putin Cemas Ekonomi Ambruk di Tengah Tekanan Perang

Meskipun Rusia mendapatkan beberapa keunggulan di medan tempur, situasi ekonomi dalam negeri menjadi sumber kecemasan utama bagi Putin.

Menurut laporan sebelumnya dari Reuters, Rusia kini menghadapi krisis tenaga kerja, penurunan harga minyak, dan lonjakan suku bunga Bank Sentral yang mencapai 21%. Kondisi ini membuat Putin semakin khawatir bahwa ekonomi Rusia tidak akan mampu bertahan lama, sehingga ia mendesak negara-negara Barat untuk segera mencabut sanksi-sanksi ekonomi yang telah membebani negara itu sejak invasi ke Ukraina.(jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS