EtIndonesia. Pada Rabu (28/5), Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa dirinya telah meminta Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu untuk menunda aksi militer terhadap Iran, demi memberikan waktu bagi AS dan Iran dalam menyusun perjanjian nuklir baru.
Menurut laporan Associated Press (AP), Trump menyampaikan kepada awak media di Gedung Putih: “Saya bilang kepadanya (Netanyahu), sekarang bukan waktu yang tepat untuk bertindak. Kita sudah sangat dekat dengan sebuah solusi. Situasi bisa berubah setiap saat—bahkan mungkin hanya lewat satu panggilan telepon. Sejauh ini, saya rasa Iran memang ingin mencapai kesepakatan. Jika berhasil, ini bisa menyelamatkan banyak nyawa.”
Trump menambahkan bahwa jika segala sesuatunya berjalan lancar, kesepakatan bisa tercapai dalam beberapa minggu ke depan. Hingga kini, kantor Perdana Menteri Israel belum memberikan tanggapan terhadap pernyataan Trump tersebut.
IAEA: Meski Belum Final, Dialog AS-Iran Adalah Sinyal Positif
Di sisi lain, Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Mariano Grossi, menyatakan bahwa meskipun negosiasi belum mencapai keputusan final, fakta bahwa komunikasi antara AS dan Iran tetap berlanjut merupakan perkembangan yang positif.
Dalam sebuah seminar di Wina, Grossi menyampaikan: “Saat ini hasilnya memang belum pasti. Tapi kenyataan bahwa kedua pihak masih berbicara menunjukkan adanya niat untuk mencapai kesepakatan.”
Grossi juga mengungkap bahwa dia nyaris setiap hari berkomunikasi dengan Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, dan juga menjalin kontak intensif dengan Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff.
Selain itu, seorang pejabat tinggi IAEA, yaitu Massimo Aparo, yang mengepalai departemen perlindungan nuklir, kini berada di Teheran untuk memantau aktivitas nuklir Iran secara langsung. Diketahui, tingkat pengayaan uranium Iran telah mencapai 60%, yang hanya selangkah lagi menuju level senjata (90%).
AS dan Iran Sudah Lima Kali Berunding
Hingga saat ini, AS dan Iran telah menyelesaikan lima putaran perundingan, yang berlangsung di Muscat, Oman dan Roma, Italia, dengan Menteri Luar Negeri Oman Badr al-Busaidi bertindak sebagai mediator. Jadwal untuk putaran keenam belum ditentukan.
Fokus utama negosiasi adalah membatasi program nuklir Iran, dengan imbalan pelonggaran bertahap sanksi ekonomi oleh AS. Tujuannya adalah mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Trump telah berulang kali memperingatkan bahwa jika negosiasi gagal, opsi serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran tetap terbuka. Sementara itu, Iran menegaskan bahwa jika situasi tak terkendali, mereka tidak menutup kemungkinan mengembangkan senjata nuklir.
Trump mengklaim telah mengirimkan draf perjanjian kepada Iran, namun Pemerintah Iran berkali-kali membantah telah menerima dokumen tersebut. Pada hari yang sama, Ketua Badan Energi Atom Iran, Mohammad Eslami, menyatakan bahwa pihaknya tidak menerima proposal apa pun dari AS.
Namun demikian, Eslami mengisyaratkan bahwa jika kesepakatan tercapai, Iran mungkin akan mengizinkan IAEA untuk menyertakan inspektur asal AS dalam misi pengawasan. Menurut laporan IAEA tahun 2023, inspektur asal Amerika merupakan kelompok terbesar dalam badan tersebut.
Ketegangan Meningkat, Tapi Harapan Negosiasi Masih Ada
Menjelang konferensi pers di Wina, Komandan Tertinggi Garda Revolusi Iran, Hossein Salami, menyampaikan pernyataan tegas: “Jari kami sudah berada di pelatuk. Kami dalam posisi siaga. Jika lawan melakukan kesalahan, mereka akan menghadapi serangan balasan yang menghancurkan.”
Meski situasi tampak memanas, Grossi tetap optimis terhadap peluang tercapainya kesepakatan. Namun dia menegaskan bahwa mekanisme pengawasan yang kuat dan transparan mutlak diperlukan, terlebih karena Iran selama ini sering membatasi akses bagi pengawas luar.
Grossi menyatakan: “Saya terus menekankan kepada Iran tentang pentingnya keterbukaan total. Mereka mengatakan bahwa pengembangan senjata nuklir bertentangan dengan prinsip Islam. Saya menghormati hal itu, tapi kami butuh bukti dan verifikasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.”
Grossi Ungkap Minat Jadi Sekjen PBB
Menutup wawancara, Grossi secara terbuka mengungkapkan bahwa dirinya memiliki ketertarikan terhadap jabatan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Saat ini, posisi tersebut masih dipegang oleh António Guterres, yang masa jabatannya akan berakhir pada tahun 2027.
Meski demikian, Grossi menambahkan dengan santai: “Untuk saat ini, saya sudah memiliki cukup banyak pekerjaan yang harus saya tangani.” (jhn/yn)