Trump Peringatkan Putin “Sedang Bermain Api” — Rusia Balas: Akankah Perang Dunia Ketiga Meletus?

EtIndonesia. Rusia menuduh Ukraina melancarkan serangan dengan 46 unit drone yang ditujukan untuk membunuh Presiden Vladimir Putin di tengah momen krusial perundingan damai antara kedua negara. Serangan ini kembali menjerumuskan konflik Rusia-Ukraina ke dalam ketegangan tinggi. Karena perundingan yang tak kunjung menunjukkan hasil, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump pun kembali menyuarakan ketidakpuasan dan menuduh Putin “sedang bermain api”.

Menanggapi pernyataan tersebut, Dmitry Medvedev—mantan Presiden Rusia dan kini salah satu petinggi Dewan Keamanan Nasional Rusia—memberi peringatan keras: satu-satunya hal yang benar-benar patut ditakutkan adalah “Perang Dunia Ketiga”.

Trump sendiri sebelumnya telah melakukan percakapan via telepon dengan Putin dan diberi janji bahwa Rusia akan segera menyusun “memorandum perdamaian”. Namun hingga kini, AS belum menerima dokumen tersebut.

Trump: “Putin Sedang Bermain Api!”

Sejak awal tahun ini, tim Presiden Trump terus berupaya menghentikan perang Rusia-Ukraina. Namun situasi kembali buntu.

Pada 25 Mei malam, Trump mengkritik Putin secara terbuka dengan menyebutnya “gila”, dan memperingatkan bahwa tindakan Putin bisa membawa Rusia menuju kehancuran. 

Dua hari kemudian, pada 27 Mei, melalui media sosial Truth Social, Trump menulis: “Putin tidak menyadari bahwa jika bukan karena saya, Rusia sudah mengalami kehancuran yang sangat buruk—saya ulangi, sangat buruk.”

Trump menegaskan bahwa tindakan Putin saat ini “bermain dengan api”.

Dalam wawancara sebelumnya, Trump menegaskan bahwa Putin telah membunuh banyak orang dan menyatakan ketidaksenangannya terhadap tindakan militer Rusia yang menembakkan roket ke kota-kota di Ukraina.

Ketika ditanya apakah dia akan memperkuat sanksi terhadap Rusia, Trump menjawab: “Tentu saja akan. Dia (Putin) sedang membunuh banyak orang.”

Gelombang Serangan Terbesar dan Janji Damai yang Tak Kunjung Datang

Pada hari Minggu, Trump kembali menegaskan bahwa dia “pasti” akan mempertimbangkan sanksi baru terhadap Moskow. Pernyataan ini muncul setelah Rusia melancarkan serangan drone terbesar sepanjang sejarah terhadap Ukraina: lebih dari 350 drone peledak dan sedikitnya 9 rudal jelajah menghantam wilayah Ukraina.

Trump dan Putin sebelumnya melakukan panggilan telepon pada 19 Mei, di mana Putin menjanjikan penyusunan dokumen perdamaian berisi rincian syarat-syarat gencatan senjata. Namun hingga lebih dari seminggu setelah pembicaraan tersebut, pemerintah AS belum menerima dokumen apa pun dari Rusia.

Medvedev: “Kalau Perang Dunia Ketiga Meletus, Itu Bencana Sejati!”

Menanggapi komentar Trump bahwa Putin “bermain api”, Dmitry Medvedev menulis di media sosial X (dulu Twitter) pada 27 Mei: “Tentang komentar Trump bahwa Putin sedang bermain api dan Rusia akan mengalami sesuatu yang sangat buruk. Satu-satunya hal yang benar-benar sangat buruk yang saya tahu hanyalah satu—Perang Dunia Ketiga. Saya harap Trump menyadarinya.”

Kongres AS Siapkan Sanksi 500% terhadap Rusia

Sementara itu, Senator Lindsey Graham dari Partai Republik, bersama sejumlah anggota senat lintas partai, telah merancang RUU sanksi baru terhadap Rusia. RUU ini menyerukan penerapan tarif hukuman sebesar 500% terhadap negara mana pun yang membeli produk energi dari Rusia.

Dalam artikel opini di Wall Street Journal, Graham menyatakan bahwa tujuan dari sanksi ini adalah menjadikan Rusia sebagai “pulau perdagangan yang terisolasi”. 

Dia menambahkan: “Jika Tiongkok atau India berhenti membeli minyak murah dari Rusia, maka mesin perang Putin akan berhenti.”

Saat ini, sebanyak 82 senator tercatat telah mendukung RUU ini sebagai sponsor bersama.

Trump Didukung Partai dan Pemerintah, Tapi Masih Ragu Soal Sanksi

Senator Chuck Grassley dari Iowa juga menyatakan dukungannya kepada Trump dan menyebut bahwa: “Trump semula berharap persahabatannya dengan Putin bisa mengakhiri perang. Tapi sekarang sudah waktunya memberlakukan sanksi yang sangat keras—biar Putin sadar bahwa permainannya telah berakhir.”

Saat Menteri Luar Negeri Marco Rubio ditanya apakah dia mendukung RUU Graham, dia menjawab: “Jika Rusia tak tertarik pada perdamaian dan ingin terus berperang, maka ya, itu memang arah yang mungkin tak terhindarkan.”

Trump Diprediksi Akan Menyudahi Negosiasi dalam 4–6 Minggu ke Depan

Menurut think tank yang dekat dengan pemerintahan Trump, Trump kemungkinan besar akan mengakhiri proses mediasi dan memberlakukan sanksi keras dalam waktu empat hingga enam minggu ke depan.

Fred Fleitz, Wakil Direktur America First Policy Institute, mengatakan: “Kesabaran Trump terhadap Putin sudah habis. Kemungkinan besar dalam 4–6 minggu ke depan, dia akan menghentikan negosiasi dan memberlakukan sanksi keras.”

Namun, empat pejabat Pemerintah AS menyebutkan bahwa Trump belum membuat keputusan final apakah akan menambah sanksi atau tidak.

Di sisi lain, dua sumber menyatakan bahwa Trump saat berbicara dengan pemimpin Eropa minggu lalu terkesan membela Putin, dengan menyatakan bahwa sikap enggan Putin mungkin karena tekanan sanksi dari AS dan Eropa. Trump juga menyampaikan kepada Eropa bahwa dia tidak menyukai sanksi.

Seorang pejabat AS menambahkan bahwa terdapat kekhawatiran di dalam dan di luar pemerintahan bahwa sanksi tambahan justru bisa merugikan perusahaan AS dan membuat Rusia menarik diri sepenuhnya dari perundingan. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS