Putin Kecam Keras Rezim Kyiv Sebagai “Organisasi Teroris”, Perang Memburuk dan Picu Ancaman Nuklir

EtIndonesia. Menanggapi meningkatnya aksi provokatif militer dari pihak Ukraina, Presiden Rusia, Vladimir Putin akhirnya menyampaikan pernyataan publik yang tajam. Dia mengecam pemerintahan Ukraina sebagai “rezim ilegal Kyiv” dan menuduh mereka telah berubah menjadi organisasi teroris yang menyerang Rusia setelah mengalami kerugian besar di medan tempur. Di sisi lain, Presiden AS, Donald Trump juga mengungkapkan bahwa dalam percakapan pada 4 Juni, Putin menyatakan Rusia harus membalas serangan drone Ukraina yang baru-baru ini meningkat.

Putin: Rezim Kyiv Telah Menjadi Organisasi Teroris, Situasi Perang Kian Memburuk

Menurut laporan media pemerintah Rusia, RT, dua insiden sabotase rel kereta di wilayah Bryansk dan Kursk Rusia beberapa hari lalu disebut sebagai “tindakan terorisme yang jelas.” Putin menyebut serangan ini dilakukan langsung di bawah komando pimpinan tinggi Ukraina.

Dua serangan itu terjadi pada 31 Mei dan 1 Juni, menyebabkan tujuh orang tewas dan lebih dari 120 lainnya luka-luka. Putin menilai tujuan serangan tersebut adalah untuk menggagalkan putaran kedua perundingan damai antara Rusia dan Ukraina yang dijadwalkan berlangsung di Istanbul, Turki, serta bertepatan dengan intensifikasi serangan drone Ukraina.

Putin menegaskan bahwa serangan-serangan ini semakin membuktikan bahwa rezim Kyiv tengah bertransformasi menjadi organisasi teroris. Dia juga menuduh bahwa negara-negara Barat yang mendukung Ukraina sebenarnya turut menjadi kaki tangan dalam aksi teror tersebut.

Dalam pidatonya, Putin mengatakan: “Serangan terhadap warga sipil dilakukan dengan sengaja. Ini mengonfirmasi kekhawatiran kami bahwa rezim Kyiv telah kehilangan legitimasi dan berubah menjadi organisasi teroris.”

Dia juga menegaskan, meski pihak Ukraina sempat mengajukan permintaan untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi dan menghentikan pertempuran, saat ini, “tidak ada gunanya bernegosiasi dengan rezim yang menggunakan terorisme sebagai senjata.”

Dia menantang: “Siapa yang mau berunding dengan para teroris yang mengandalkan tindakan teror untuk mencapai tujuan mereka?”

Lebih lanjut, Putin menuduh Kyiv hanya berpura-pura ingin berdialog, padahal kenyataannya, mereka justru menggunakan aksi teror untuk menutupi kekalahan besar di garis depan. Dia menyebut pendekatan Kyiv terhadap perdamaian sebagai tidak tulus, dan menilai bahwa mereka lebih mementingkan kekuasaan daripada nyawa manusia dan stabilitas kawasan.

Percakapan Putin-Trump Picu Kekhawatiran Eskalasi Perang

Di tengah situasi yang memanas, percakapan antara Presiden Putin dan Presiden Trump menjadi sorotan dunia. Menurut laporan CNN, Trump mengungkapkan bahwa Putin secara gamblang menyatakan perlunya membalas serangan drone Ukraina. Beberapa media Rusia bahkan menyebut situasi telah mendekati “garis merah” penggunaan senjata nuklir, dan menyerukan pembalasan besar-besaran terhadap Ukraina.

Analis militer Rusia di berbagai media juga menyuarakan reaksi keras, menuntut tanggapan militer yang jauh lebih tegas terhadap Ukraina. Beberapa bahkan mengklaim bahwa aksi drone Ukraina telah mencapai ambang batas yang dapat memicu penggunaan senjata nuklir.

Siaran dari televisi nasional Rusia menyebutkan bahwa sejumlah penasihat politik Putin mendorong tindakan balasan langsung terhadap Kyiv. Pernyataan-pernyataan tersebut menambah kekhawatiran global terhadap kemungkinan Rusia akan mempertimbangkan opsi serangan nuklir.

Meskipun Putin tidak secara eksplisit menyatakan akan menggunakan senjata nuklir, dia memberikan sinyal bahwa Rusia tidak akan mengesampingkan opsi tersebut jika Ukraina terus melakukan serangan serupa.

Ancaman Nuklir Meningkat: Rusia Bisa Intensifkan Serangan Udara Tanpa Pandang Bulu

Meski potensi penggunaan senjata nuklir dinilai masih kecil, para pakar menunjukkan bahwa menurut doktrin militer terbaru Rusia, jika infrastruktur militer yang dianggap “sangat penting” diserang, maka Rusia secara hukum diperbolehkan membalas dengan senjata nuklir.

Namun, mayoritas analis percaya bahwa alih-alih meluncurkan serangan nuklir, Rusia lebih mungkin memperkuat intensitas serangan udara besar-besaran ke kota-kota dan infrastruktur sipil Ukraina, menggunakan misil dan drone secara lebih agresif sebagai bentuk pembalasan.

Media internasional kini memantau dengan ketat reaksi Rusia, sambil mencoba memahami motif di balik pernyataan keras Putin. Analis geopolitik seperti Ian Bremmer menyatakan bahwa respons Rusia kemungkinan akan lebih destruktif, terutama mengingat Rusia kesulitan meraih kemenangan signifikan di medan perang darat.

Dunia Waspada: Ancaman Perang Nuklir Membayangi, Tekanan Global Menguat

Dengan meningkatnya ketegangan dalam konflik Rusia-Ukraina, dunia internasional menunjukkan kekhawatiran yang serius terhadap eskalasi lebih lanjut. Sejumlah negara memperingatkan bahwa provokasi terhadap Rusia bisa memicu konsekuensi yang sangat berbahaya.

Para diplomat dari AS dan Eropa menegaskan bahwa mereka akan memantau dengan ketat perkembangan situasi dan siap memberikan tanggapan terhadap setiap tindakan lanjutan Rusia. Ancaman nuklir yang kembali mencuat membuat komunitas global meningkatkan tekanan diplomatik dan ekonomi terhadap Moskow.

Meski begitu, menurut berbagai analisis, meskipun retorika nuklir Rusia terdengar sangat keras, Putin kemungkinan besar akan memilih untuk melanjutkan kampanye serangan udara intensif terhadap infrastruktur Ukraina daripada benar-benar menggunakan senjata nuklir—karena langkah tersebut dapat membawa Rusia pada isolasi internasional dan konsekuensi militer besar-besaran.

Seiring Putin semakin keras mengecam rezim Kyiv sebagai organisasi teroris dan menyuarakan ancaman serius di panggung internasional, masa depan konflik Rusia-Ukraina semakin diliputi ketidakpastian. Apakah yang akan terjadi selanjutnya—peningkatan pemboman terhadap kota-kota Ukraina, atau eskalasi ke ancaman nuklir—yang jelas, risiko dan ketegangan global kini berada di titik yang sangat kritis. (jhn/yn)

FOKUS DUNIA

NEWS