EtIndonesia. Dunia kembali dikejutkan oleh serangkaian manuver militer dan gejolak politik yang saling berkaitan antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Di tengah meningkatnya ketegangan global, dua kapal induk Tiongkok, Liaoning dan Shandong, secara bersamaan melakukan demonstrasi kekuatan di Samudera Pasifik. Sementara itu, di Amerika Serikat, kerusuhan massal di Los Angeles berkembang menjadi krisis keamanan nasional terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Dua Armada Kapal Induk Tiongkok Muncul di Pasifik: Sinyal Keras ke Gedung Putih
Dalam beberapa hari terakhir, dunia militer dikejutkan oleh kemunculan dua kapal induk andalan Tiongkok, Liaoning dan Shandong, yang secara serentak melakukan operasi di Samudera Pasifik. Untuk pertama kalinya, Liaoning dilaporkan menembus ke wilayah strategis yang dikenal sebagai “rantai pulau kedua”, sebuah garis imajiner yang menjadi parameter penting bagi pertahanan Amerika dan sekutunya di kawasan Pasifik.
Langkah agresif ini jelas merupakan pesan dari Beijing kepada Washington, khususnya kepada Presiden Donald Trump yang kini tengah bersiap menghadapi situasi luar biasa di dalam negeri. Sejumlah analis sepakat, operasi gabungan dua kapal induk ini tidak bisa dilepaskan dari konteks persaingan strategis dan negosiasi alot antara kedua negara adidaya.
Wawancara Eksklusif Bos Huawei: Pesan Politik di Balik Teknologi
Di saat bersamaan, media resmi milik Partai Komunis Tiongkok (PKT), People’s Daily, pada 10 Juni 2025 mempublikasikan wawancara khusus dengan Ren Zhengfei, pendiri sekaligus bos Huawei yang telah lama absen dari sorotan publik. Dalam pernyataannya, Ren secara terbuka mengakui bahwa teknologi chip Tiongkok memang masih tertinggal satu generasi dari Amerika Serikat. Namun ia menegaskan, Huawei tidak akan gentar dan siap berjuang tanpa dukungan teknologi canggih seperti mesin litografi EUV. “Semakin terbuka sebuah negara, semakin besar kemajuannya,” demikian kutipan utama wawancara tersebut.
Langkah ini, menurut banyak pengamat, merupakan sinyal bahwa Beijing tidak gentar terhadap sanksi dan blokade chip dari Amerika. Pesan tersirat lainnya, jika AS tidak mau berkompromi, Tiongkok juga siap melakukan pembalasan—termasuk menahan ekspor tanah jarang yang menjadi komoditas vital dalam industri teknologi Amerika.
Dinamika Politik Internal PKT: Menuju Titik Balik atau Krisis Baru?
Selain manuver militer dan pesan ekonomi, dinamika politik internal di Tiongkok sendiri juga memanas. People’s Daily pada 10 Juni 2025 secara mencolok tidak memuat pemberitaan tentang Presiden Xi Jinping. Sebaliknya, sorotan diberikan kepada Komite Sentral PKT, Perdana Menteri Li Qiang, dan wawancara eksklusif Ren Zhengfei.
Menurut pengamat independen Wu Zuolai, absennya Xi dalam pemberitaan utama adalah sinyal bahwa suara-suara perubahan mulai terdengar dari dalam sistem. Tidak hanya itu, rumor soal perluasan sidang Politbiro dan kemungkinan perombakan kekuasaan juga kian santer beredar.
Kabar paling menghebohkan datang dari bocoran naskah pidato Jenderal Zhang Youxia, yang diklaim menantang legitimasi kekuasaan Xi Jinping. Zhang mengaku dipaksa tetap aktif oleh Xi, bahkan diancam akan dibunuh jika melawan. Ia juga mengusulkan agar Xi segera mundur dari tiga jabatan kunci secara bersamaan. Meski keaslian naskah ini masih diperdebatkan, keberadaannya sudah cukup untuk menghidupkan harapan dan imajinasi publik tentang kemungkinan perubahan besar di puncak kekuasaan Tiongkok.
Kerusuhan Los Angeles: Latihan Strategis atau Ancaman Nyata?
Sementara itu, Amerika Serikat diguncang oleh kerusuhan massal di Los Angeles yang dipicu oleh protes terhadap kebijakan imigrasi Presiden Trump. Namun, bagi para pengamat militer, penanganan kerusuhan ini telah berkembang menjadi skenario latihan strategis yang sangat serius.

Pakar militer Taiwan, Wu Mingjie, dalam program “Melihat ke Depan” menyebut, cara Trump menghadapi kerusuhan ini lebih dari sekadar upaya menjaga ketertiban umum. Ia menilai, Trump sengaja menjadikan situasi di Los Angeles sebagai simulasi penanggulangan jika suatu saat Tiongkok benar-benar menimbulkan kekacauan di Amerika Serikat. Pengerahan Garda Nasional memang bukan hal baru, tapi keterlibatan Marinir—yang hanya pernah terjadi sekali sebelumnya—adalah sesuatu yang sangat langka dalam sejarah Amerika Serikat.
Bahkan, helikopter Black Hawk dan kendaraan lapis baja telah dikerahkan ke Los Angeles. Meskipun Marinir tidak langsung diterjunkan untuk menghadapi massa, mereka berperan melindungi pejabat penting dan berfungsi sebagai cadangan strategis. Lebih menarik lagi, dibentuk satuan khusus “Task Force 51”—istilah yang biasa digunakan dalam operasi tempur militer Amerika. Komando operasi ini dipimpin oleh seorang letnan jenderal bintang dua, meski identitasnya masih dirahasiakan.
Presiden Trump juga secara terbuka menyebut para pelaku kerusuhan sebagai “preman profesional” hingga “pemberontak”, menegaskan keyakinannya bahwa ada motif subversif dan kemungkinan intervensi asing dalam kekacauan ini.
Isu Keamanan Nasional: Los Angeles Sebagai Medan Uji Strategi
Pada 8 Juni 2025, Trump mengumumkan rencana rapat militer besar di Camp David bersama para jenderal dan laksamana tinggi Angkatan Laut. Semua langkah ini mengisyaratkan bahwa Trump dan lingkaran dalamnya kini menganggap kerusuhan Los Angeles sebagai ancaman nyata bagi keamanan nasional Amerika Serikat.
Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah pejabat tinggi AS telah memperingatkan, jika krisis Taiwan pecah, bukan tidak mungkin Tiongkok akan melancarkan serangan ke daratan Amerika, misalnya dengan drone yang menyerang fasilitas vital. Wu Mingjie menekankan, jika Amerika Serikat mengalami kekacauan domestik, pihak yang paling diuntungkan adalah Beijing, yang bisa memanfaatkan momentum untuk menekan Washington.
Konflik internal Trump dengan tokoh penting seperti Elon Musk juga berpotensi mengancam kestabilan teknologi dan sistem keuangan Amerika jika berlanjut ke titik krusial.
Kerusuhan Massal: Kekacauan, Penjarahan, dan Narasi Propaganda
Kerusuhan di Los Angeles berkembang cepat menjadi kekacauan total. Rekaman video menunjukkan sekelompok pria bertopeng menjarah toko-toko, polisi memburu pelaku dengan sirene meraung dan tembakan peringatan. Apple Store dan toko-toko perhiasan di pusat kota menjadi sasaran penjarahan massal. Keluarga Sheela, yang telah puluhan tahun membuka toko di sana, menjadi korban: lebih dari 100 perampok menerobos masuk dan meluluhlantakkan seluruh toko mereka pada malam 9 Juni 2025.
“Ini gila, menyedihkan, luar biasa buruk,” ungkap putri Sheela kepada media.
Banyak pelaku usaha setempat mengeluhkan bahwa ini bukan sekadar demonstrasi, melainkan penjarahan murni yang melumpuhkan ekonomi warga kecil.
Bahkan narasi yang mencoba membandingkan kerusuhan LA dengan demonstrasi mahasiswa di Tiananmen pada 1989 dibantah keras oleh sejarawan dan pelaku sejarah di Tiongkok. Menurut Wu Renhua, kekerasan di Tiananmen bermula dari aksi tembak tentara kepada warga sipil, bukan dari pemberontakan massa.
Siapa di Balik Kerusuhan? Bukti Keterlibatan Dana dan Organisasi
Fakta-fakta yang terungkap di lapangan menunjukkan bahwa kerusuhan LA didukung oleh organisasi dengan dana besar dan jaringan politik yang kuat. Pada 10 Juni 2025 di Pasadena, lokasi hotel tempat agen ICE menginap bocor ke publik, sehingga ratusan demonstran dapat mendatangi dan mengintimidasi aparat.
Di media sosial, terungkap adanya keterlibatan politisi, termasuk senator dari California yang diduga membocorkan lokasi tersebut. Menurut anggota Kongres Partai Republik, Carl DeMaio, pejabat-pejabat Demokrat California seperti Gubernur Gavin Newsom dan Wali Kota LA Karen Bass disebut membiayai sejumlah organisasi yang mendukung aksi massa.
Lebih dari 3,4 juta dolar AS dilaporkan telah dialirkan ke Koalisi Hak Imigran LA, termasuk untuk membangun hotline yang memungkinkan warga melaporkan posisi petugas ICE. Presiden Trump pun telah memerintahkan Departemen Kehakiman AS melakukan investigasi menyeluruh guna mengungkap siapa saja pihak yang terlibat membiayai dan mengorganisasi kerusuhan ini.
Analisis Akhir: Menuju Babak Baru Ketegangan Global
Seluruh rangkaian peristiwa—mulai dari unjuk kekuatan dua kapal induk Tiongkok, pesan diplomasi Huawei, dinamika internal Partai Komunis Tiongkok, hingga kerusuhan besar di Los Angeles—semakin menegaskan bahwa Amerika Serikat dan Tiongkok kini berada di ambang babak baru konfrontasi global.
Jika krisis Taiwan atau konflik strategis lain benar-benar meledak, kedua negara sudah saling mengirim sinyal siap bertempur di segala lini: militer, teknologi, ekonomi, bahkan lewat operasi pengaruh dan destabilitasi domestik. (kyr)
Sumber : Sound of Hope