EtIndonesia. Duta Besar Uni Eropa untuk Australia memperingatkan bahwa ekspansi militer Tiongkok bukan hanya isu regional, tetapi kini menjadi perhatian global. Kekhawatiran Eropa terhadap hubungan strategis antara Beijing dan Moskow terus meningkat.
Gabriele Visentin, Duta Besar Uni Eropa untuk Australia, dalam pidatonya di National Press Club Canberra pada Rabu (11/6), menegaskan bahwa aliansi Tiongkok-Rusia berpotensi mengancam stabilitas global.
“Kita sudah menyaksikan sejumlah tanda ekspansi militer Tiongkok yang mengkhawatirkan,” ujar Visentin. “Visi bersama antara Beijing dan Moskow terhadap tatanan dunia berbasis aturan menjadi sangat jelas.”
Dialog Pertahanan Uni Eropa–Australia Melaju Lebih Cepat dari Perkiraan
Salah satu poin utama dari pidato Visentin adalah kemajuan pesat dalam pembahasan kerja sama pertahanan antara Uni Eropa dan Australia, yang ternyata bergerak lebih cepat dari yang diperkirakan publik.
Meskipun Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese terlihat hati-hati setelah pertemuannya dengan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen bulan lalu di Roma, Visentin mengungkapkan bahwa Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles dan Kepala Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Uni Eropa, Kaja Kallas telah melakukan pembicaraan tingkat tinggi di Dialog Shangri-La, Singapura.Saat ini, perundingan formal sudah berlangsung di Brussel.
Saat ditanya soal optimisme terhadap kesepakatan tersebut, Visentin menjawab dengan mengangkat gelas dan bergurau: “Gelas ini setengah penuh.”
Dia menegaskan bahwa kesepakatan ini bukan seperti komitmen pertahanan bersama ala NATO, melainkan lebih berfokus pada kerja sama dalam bidang keamanan siber, keamanan maritim, penanganan krisis, serta pengadaan persenjataan.
“Uni Eropa dan Australia memiliki kekhawatiran keamanan yang sama terhadap kawasan Indo-Pasifik,” ujarnya. “Sekitar 40% perdagangan global Uni Eropa berasal dari kawasan ini. Setiap ketidakstabilan di wilayah tersebut akan langsung memukul kemakmuran Eropa.”
Walaupun Visentin tidak menyampaikan rincian respons UE jika krisis regional meningkat, dia menegaskan bahwa stabilitas Indo-Pasifik merupakan kepentingan langsung bagi Eropa.
Eropa Bergerak Memperkuat Pertahanannya: Dana €800 Miliar Digerakkan
Visentin memaparkan perubahan besar dalam strategi pertahanan Eropa dengan memperkenalkan rencana “Kesiapsiagaan Eropa 2030” (Rearm Europe Readiness 2030 Plan), yang akan mengucurkan dana €800 miliar (sekitar USD 921 miliar) guna memperkuat keamanan dan industri pertahanan Eropa.
Program ini memiliki tiga pilar utama:
1. Dukungan berkelanjutan untuk Ukraina
2. Menutup celah dalam kapasitas pertahanan Eropa
3. Meningkatkan kemampuan produksi militer saat perang
“Dalam kondisi perang, Anda butuh industri pertahanan yang dekat dengan garis depan,” ujar Visentin.
Dana tersebut akan digunakan untuk mengembangkan teknologi-teknologi penting seperti rudal, drone, sistem pertahanan siber, peperangan elektronik, dan ketahanan infrastruktur.
“Eropa kini sadar bahwa kita harus siap untuk melakukan penangkalan,” tambahnya, mengisyaratkan perubahan paradigma Eropa dari rekonstruksi damai pascaperang ke persiapan militer yang realistis.
Australia Tolak Tekanan AS, Tapi Uni Eropa Tetap Dorong Kesiapan Regional
Namun, sehari sebelum pidato Visentin, PM Albanese secara terbuka menolak tekanan dari AS yang meminta Australia meningkatkan anggaran pertahanannya hingga 3% dari PDB pada 2030-an.
“Kami akan memutuskan sendiri pertahanan seperti apa yang benar-benar dibutuhkan Australia,” tegas Albanese di hadapan wartawan.
Saat ditanya tentang hal tersebut, Visentin menghindari komentar langsung terhadap politik dalam negeri Australia, namun menegaskan bahwa perkembangan situasi di Indo-Pasifik saat ini sudah tak bisa dipisahkan dari masa depan Eropa.
“Apa yang terjadi di sini sepenuhnya terjalin dengan masa depan Eropa,” katanya lugas.
Dukungan Teguh untuk Ukraina dan Sanksi Baru untuk Rusia
Dalam pidatonya, Visentin juga kembali menegaskan dukungan total Uni Eropa terhadap Ukraina, termasuk memperkenalkan paket sanksi ke-18 terhadap Rusia, yang menyasar minyak dan sektor perbankan negara tersebut.
Langkah baru tersebut mencakup:
· Menurunkan batas harga minyak Rusia dari 60 dolar AS menjadi 45 dolar AS per barel
· Memasukkan 77 kapal dari armada “bayangan” Rusia ke dalam daftar hitam
· Membatasi transaksi keuangan terkait ekonomi perang Moskow
“Rusia tidak mengejar perdamaian. Mereka mengejar dominasi kekuasaan,” tegas Visentin.
“Bahasa kekuatan adalah satu-satunya bahasa yang dipahami oleh Rusia.”
Krisis Iklim: Ancaman Jangka Panjang Paling Merusak
Visentin juga memperingatkan bahwa perubahan iklim merupakan ancaman jangka panjang paling menghancurkan terhadap stabilitas global, terutama bagi negara-negara kepulauan kecil di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, yang paling rentan terhadap dampaknya.
Dia menekankan bahwa inisiatif “Global Gateway” dari Uni Eropa menjadi mekanisme utama untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di kawasan Indo-Pasifik.
Hadapi Gelombang Proteksionisme, Uni Eropa Dorong FTA dengan Australia
Di bidang perdagangan, Visentin menyuarakan keprihatinan terhadap tren proteksionisme global dan mendorong diaktifkannya kembali perundingan FTA UE–Australia, yang mandek sejak Oktober 2023 akibat perbedaan pandangan soal akses pasar pertanian.
“Isinya masih sama, perbedaan tetap ada,” ungkapnya. “Namun yang berubah adalah kesiapan dan niat kedua belah pihak untuk menyelesaikannya.”
Dia juga menyebut bahwa kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih membuat Uni Eropa mempercepat pembentukan aliansi ekonomi baru dengan negara-negara lain.
“FTA akan memungkinkan UE dan Australia bekerjasama mempertahankan prinsip-prinsip perdagangan bebas,” ujarnya. Namun, ia juga mengakui masih ada sejumlah isu sensitif yang perlu dibahas lebih lanjut.
Visentin menggarisbawahi bahwa strategi Uni Eropa untuk “de-risking” ditujukan untuk mengurangi kerentanan ekonomi, sembari memperkuat hubungan dengan mitra sevisi seperti Australia.
“Tarif itu seperti pajak—merugikan konsumen sekaligus dunia usaha,” pungkasnya.
“Bukan hanya berdampak ke Wall Street, tapi juga menyakiti rakyat biasa. Solusi yang tepat adalah: lebih banyak perdagangan bebas.” (jhn/yn)