EtIndonesia. Krisis di Timur Tengah kembali memanas setelah serangan udara besar-besaran yang dilakukan Israel ke sejumlah target strategis di Iran, Jumat (13/6) lalu. Dampak serangan ini dinilai sangat besar, tidak hanya dari sisi militer, tetapi juga terhadap masa depan program nuklir Iran yang selama ini menjadi pusat perhatian dunia.
Puluhan Jenderal dan Ilmuwan Kunci Iran Tewas
Dalam laporan resmi yang dikonfirmasi sejumlah media internasional, setidaknya 20 pejabat tinggi militer Iran dilaporkan tewas akibat gempuran Israel. Daftar korban mencakup sejumlah nama paling berpengaruh di Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dan jajaran militer reguler, di antaranya:
- Jenderal Hossein Salami — Panglima Tertinggi IRGC
- Jenderal Ali Rashid — Wakil Komandan IRGC
- Komandan Angkatan Darat, Udara, Laut, dan Pasukan Penerbangan — Seluruhnya menjadi target eliminasi dalam operasi terkoordinasi
Korban di pihak ilmuwan pun tak kalah mengerikan. Laporan resmi Iran mengakui sedikitnya enam ilmuwan nuklir tewas, termasuk:
- Dr. Mohammad Mehdi Tehranchi — Presiden Universitas Azad, ahli fisika nuklir
- Dr. Fereydoun Abbasi-Davani — Mantan Kepala Organisasi Energi Atom Iran
Nama-nama lain masih diverifikasi, namun kematian para ilmuwan ini dipastikan akan memperlambat secara signifikan seluruh program pengembangan nuklir Iran yang selama ini menjadi ancaman strategis bagi kawasan.
Dampak Langsung: Program Nuklir Iran Melambat Drastis
Menurut pengamat militer, kehilangan puluhan perwira senior sekaligus ilmuwan kunci ini adalah pukulan telak bagi Iran. Pengawasan, koordinasi, dan pengambilan keputusan strategis praktis lumpuh. Situasi ini membuat Iran tidak mampu memberikan serangan balasan secara cepat, meski secara retoris rezim Ayatollah terus bersumpah akan membalas.
Teknologi senjata presisi Israel, yang semakin unggul berkat bantuan teknologi Amerika Serikat, menciptakan tekanan psikologis dan militer yang luar biasa bagi Teheran. Beberapa fasilitas utama, termasuk Natanz—jantung program pengayaan uranium Iran—dilaporkan rusak parah akibat serangan sinkron yang dilancarkan pada dini hari.
Trump Klaim Pemimpin Iran Cari Jalan Tengah, Posisi Tawar Iran Anjlok
Di tengah kepanikan, Presiden AS, Donald Trump dalam pernyataannya kepada media menyebut bahwa “pemimpin Iran” telah menghubunginya guna mencari jalan damai dan solusi atas krisis yang semakin meluas. Walau rincian komunikasi tersebut dirahasiakan, analis menilai, pernyataan Trump ini mencerminkan fakta bahwa posisi tawar Iran di panggung internasional kini melemah drastis.
Pengamat politik internasional Zhou Xiaohui menilai, kegagalan Iran merespons serangan secara sepadan telah memperlihatkan lemahnya jaringan intelijen dan komando mereka.
“Serangan ini juga menjadi alarm keras bagi Tiongkok. Selama ini Beijing mengandalkan Iran sebagai penyeimbang ancaman dari Barat. Sekarang, mereka kehilangan kartu truf itu, dan konsekuensi geopolitiknya akan sangat panjang,” jelas Zhou.
Serangan Israel Berjalan Sinkron dan Senyap: AS Sudah Tahu, Evakuasi Lebih Dulu
Informasi eksklusif dari Profesor Zhang Ping, Guru Besar Studi Asia Timur di Universitas Tel Aviv, mengungkap betapa terkoordinasinya operasi militer Israel.
“Amerika Serikat sudah mendapatkan informasi bocoran operasi sebelum serangan dimulai. Bahkan, personel militer AS di Irak telah dievakuasi dini, mengantisipasi kemungkinan pembalasan dari pihak Iran,” ujar Zhang.
Operasi dimulai serentak pukul 03:00 dini hari, dengan tiga sasaran utama:
- Eliminasi Ilmuwan Nuklir — Para target dieksekusi langsung di rumahnya, dalam waktu yang hampir bersamaan.
- Pembunuhan Perwira Tinggi Militer — Serangan diarahkan pada tempat tinggal serta markas-markas strategis yang sudah dipetakan melalui jaringan intelijen.
- Penghancuran Fasilitas Nuklir Natanz — Serangan diarahkan pada saat fasilitas sentrifugal sedang aktif, meningkatkan skala kerusakan dan menghambat pemulihan.
Menurut salah satu pejabat yang tidak disebutkan namanya, mengatakan: “Jika saja Iran sadar sepuluh menit lebih awal, mereka bisa mematikan mesin sentrifugal dan memperkecil dampak. Tapi dengan operasi senyap seperti ini, semuanya terjadi begitu cepat tanpa sempat diantisipasi.”
Kecemasan Beijing: Ancaman Serupa Menghantui Tiongkok
Serangan brutal dan presisi yang menimpa Iran menjadi sinyal bahaya bagi Tiongkok. Zhou Xiaohui menekankan bahwa elit Partai Komunis Tiongkok (PKT) kini mulai gelisah. Mereka khawatir bila kelak konflik di Selat Taiwan pecah, kemampuan pertahanan dan sistem balasan mereka tidak sekuat yang dibayangkan.
Kekhawatiran lain yang muncul: apakah bunker bawah tanah yang dibangun sedalam puluhan meter benar-benar aman dari serangan presisi sekelas Israel dan Amerika? Apakah para jenderal dan petinggi PKT bisa loyal sepenuhnya, atau justru berpotensi menjadi “mata-mata” musuh seperti yang terjadi di tubuh militer Iran?
Selain itu, Beijing juga mulai mempertanyakan kekuatan jaringan keamanan dalam negeri mereka, mengingat di Iran sendiri ada indikasi sejumlah pejabat militer yang ternyata menjadi informan Israel.
Penutup: Babak Baru Ketegangan di Timur Tengah dan Peta Geopolitik Global
Pascas erangan ini, Iran benar-benar dipaksa berada dalam posisi defensif. Kematian puluhan tokoh penting dan hancurnya fasilitas strategis membuat Teheran harus melakukan evaluasi besar-besaran terhadap seluruh sistem keamanan dan militernya. Di sisi lain, Israel semakin percaya diri untuk mengambil langkah-langkah ofensif guna menekan musuh-musuhnya di kawasan.
Bagi Tiongkok, babak ini menjadi pelajaran pahit: tidak ada jaminan keamanan mutlak di era perang modern, di mana serangan bisa datang dari arah dan waktu yang tidak terduga, bahkan dengan keterlibatan “musuh dari dalam”.
Dunia kini menanti: apakah Iran akan mampu bangkit, atau justru babak belur dan kehilangan daya tawar untuk waktu yang lama ke depan? Dan lebih dari itu, mampukah Tiongkok memetik pelajaran sebelum terlambat?