Fu Yao
Apakah bisa hidup selamanya? Dapatkah sains membuktikan bahwa jiwa dapat berkomunikasi dengan alam semesta? Dapatkah sains membuktikan adanya reinkarnasi? Orang seperti apa yang memiliki ingatan kehidupan lampau? Penelitian telah menemukan bahwa orang-orang yang mengingat kehidupan masa lalu mereka memiliki kesamaan yang khas…
Lalu apakah reinkarnasi itu benar-benar ada? Jika ada, mana buktinya?
Bukti Tak Langsung, Kesadaran Diri
Yang dimaksud dengan reinkarnasi dalam agama timur, adalah proses setelah kematian seseorang, tubuh fisiknya mengalami kemusnahan, namun kesadarannya akan pergi mencari tubuh fisik baru untuk berproses terlahir kembali. Hal ini juga menjelaskan mengapa banyak orang yang tereinkarnasi kembali akan membawa ingatan dari kehidupan di masa lampaunya.
Bagaimana ilmu pengetahuan menjelaskan ingatan dari kehidupan masa lampau, tetapi sebelumnya saya ingin bertanya satu pertanyaan kepada pemirsa, di saat Anda sedang bersantai pernahkah tiba-tiba muncul suatu pikiran, mengapa Anda selalu mengetahui siapa diri Anda? Karena pertanyaan ini berkaitan erat dengan kisah berikut ini.
Menurut riset biologi, sel pada tubuh manusia memiliki batasan usia, yang usianya pendek, umurnya antara beberapa hari sampai beberapa minggu, yang berusia panjang hanya beberapa tahun usianya.
Dosen dari Karolinska Institute yakni Jonas Krisstoffer Frisén telah menggunakan metode analisis Penanggalan Karbon-14 bahwa rata-rata usia sel di dalam tubuh orang dewasa adalah sekitar 7 tahun, sedangkan usia manusia jauh melebihi angka itu.
Dengan kata lain, sel di dalam tubuh manusia telah beberapa putaran mengalami pergantian sepanjang usia kita, maka muncullah pertanyaan, jika sel tersebut bukan lagi sel yang semula, lalu apakah Anda masih merupakan diri Anda sendiri? Saya pikir kita semua mengetahui jawaban atas pertanyaan ini, walaupun seiring dengan bergulirnya waktu, baik secara biologis maupun secara psikologis, kita semua terus bertumbuh, pandangan kita terhadap suatu masalah juga akan mengalami perubahan, tapi kita selalu mengetahui siapa diri kita, kesadaran kita tidak akan pernah mengalami perubahan.
Apakah itu berarti tanpa kita sadari ada semacam kekuatan yang misterius, yang membuat kesadaran kita terus menerus eksis berkelanjutan. Selain itu menurut hukum kekekalan energi bahwa energi tidak dapat muncul begitu saja, juga tidak dapat musnah begitu saja, hanya bisa saling ditransformasikan. Maka ketika manusia mati, kemanakah kesadaran kita akan pergi? Apakah dasar ilmu pengetahuan ini dapat secara tak langsung menjelaskan kemungkinan adanya reinkarnasi?
Dosen anestesiologi dan psikologi dari Arizona State University yakni Dr. Stuart Hameroff dengan fisikawan Inggris yang juga peraih hadiah Nobel yakni Sir Roger Penrose bersama-sama mengemukakan Orchestrated objective reduction (Orch OR), yang beranggapan bahwa kesadaran tersimpan di dalam struktur mikrotubulus pada otak. Matinya suatu makhluk hanya semacam kecenderungan kognitif, segala kesadaran yang menguasai makhluk tersebut tidak akan lenyap seiring dengan kematian itu, sebaliknya akan memperoleh “hidup abadi” secara ilmu pengetahuan. Pernyataan ini memicu kontroversi yang sangat besar di kalangan ilmuwan, hampir semua ilmuwan sepaham tentang teori zat tidak dapat dimusnahkan, namun tidak semua orang dapat menerima dugaan bahwa kesadaran juga merupakan semacam zat.
Dalam kanal ilmiah “Through The Wormhole” Hameroff mengatakan, “Misalnya jantung berhenti berdetak, cairan darah berhenti mengalir, mikrotubulus telah kehilangan keadaan kuantumnya.
“Informasi kuantum di dalam mikrotubulus tidak sampai rusak, ia tidak dapat dirusak, ia hanya menyebar berserakan di seluruh alam semesta.”
“Jika seorang pasien tersadar, informasi kuantum ini dapat kembali ke dalam mikrotubulus, maka pasien akan berkata ‘saya telah mengalami kondisi mati suri’.”
“Jika mereka tidak hidup kembali, dan pasien telah mati, maka informasi kuantum seperti itu mungkin akan berupa roh dan berada di luar jasad, kemungkinan eksis tanpa batas.”
Bagaimana manusia menumbuhkan kesadaran? Penrose berpendapat di dalam otak manusia, terdapat banyak elektron yang saling terjerat, karena elektron-elektron ini terus berjatuhan dan terus menjerat, maka barulah timbul kesadaran.
Apakah manusia akan benar-benar musnah total setelah kematian? Dalam ilmu mekanika kuantum terdapat semacam konsepsi yang disebut kondisi superposisi, yakni dimana sebuah kuantum mikroskopis dapat secara bersamaan berada dalam superposisi berbagai kondisi. Artinya, keadaan gerak juga tidak pasti dan multi-pilihan akan runtuh menjadi “keadaan pasti” tertentu hanya setelah “gangguan” terjadi. Penrose percaya bahwa ini sangat konsisten dengan “kesadaran” atau “jiwa” manusia.
Pertama, sebelum aktivitas kesadaran manusia “memastikan” suatu hal juga merupakan semacam “kondisi kacau”. Otak kita melakukan “analisa logika” tertentu untuk bisa menimbulkan kesadaran yang “pasti”. Sedangkan lewat penelitian sarat otak manusia Penrose beranggapan “analisa logika” semacam ini dibangun di atas pondasi “superposisi kuantum”.
“Mikrotubulus” dalam otak manusia dapat terhubung menjadi “sistem kuantum” dalam proses kita berpikir, lalu seketika menumpuk menjadi “kesadaran” kita. Jika dikaitkan dengan “prinsip kekekalan zat” alam semesta, ia menilai kesadaran pada dasarnya tidak akan “musnah”. Karena segala zat dan energi di alam semesta tidak akan timbul atau musnah dengan sendirinya, melainkan terus menerus bertransformasi wujud. Jika metode ini digunakan untuk menjelaskan, maka setelah manusia mati, roh tidak akan musnah, informasi kuantum dalam roh juga tidak akan rusak, dan dapat meninggalkan tubuh, lalu kembali ke alam semesta.
Perlu diketahui sejak lebih dari seabad silam sudah ada ilmuwan membuktikannya dengan cara ditimbang, pada saat manusia mati berat badannya akan berkurang 21 gram, dan zat 21 gram yang hilang ini adalah roh, yang disebut juga kesadaran kita atau ingatan kita. Ilmuwan modern kemudian menaikkan level percobaan ini, dengan cara menimbang secara presisi pada mayat, lalu diamati dengan Penumbuk Hadron Raksasa (Large Hadron Collider atau LHC), hasil pengamatan adalah, memang benar ada zat yang telah melayang pergi, para ilmuwan percaya bahwa itu adalah roh.
Pada saat ini masih cukup banyak ilmuwan yang berpendapat, zat yang membentuk kesadaran manusia, atau materi kuantum roh, akan meninggalkan tuan rumahnya saat tubuh fisik itu mati, lalu kembali memasuki alam semesta yang luas. Dengan kata lain, setelah manusia mati, mungkin akan tetap hidup dengan metode yang lain.
Lalu apakah setelah manusia mati, akan benar-benar terjadi reinkarnasi?
Suatu peristiwa yang terjadi di Chicago AS, telah mengangkat topik ini hingga klimaks. Waktu itu seorang bocah laki-laki yang hanya berusia 5 tahun mengaku pada ayah ibunya bahwa roh dirinya sesungguhnya adalah roh seorang wanita dari abad lalu. Waktu itu dirinya berada di sebuah hotel, lalu suatu kebakaran terjadi tiba-tiba, dirinya tidak sempat menyelamatkan diri, dan mati dalam kebakaran itu, ia masih ingat betul bagaimana rasanya ketika terpanggang bara api itu.
Pada saat tersadar dari kebakaran tersebut, kesadaran dirinya yang telah mati telah meninggalkan jasadnya lalu terus membubung naik dan akhirnya tiba di rumahnya ini, dan menjadi anak kedua orang tuanya tersebut.
Banyak orang tidak akan percaya pada cerita seperti ini, begitu pula halnya dengan orang tua bocah laki-laki itu, tapi suatu penelusuran yang tidak sengaja telah mendapati bahwa, dulu memang ada seorang wanita yang mati akibat kebakaran, bahkan waktu dan modus kematiannya pun sama persis seperti yang diceritakan si bocah.
Kasus reinkarnasi terlahir kembali dengan membawa ingatan dari kehidupan masa lampau, tak hanya benar-benar eksis, tapi juga sangat banyak. Seiring dengan terus bermunculannya kasus seperti ini tapi tidak dapat dibuktikan, membuat masyarakat semakin merasa bingung terhadap reinkarnasi.
Bukti Langsung: Tanda Lahir
Jika reinkarnasi benar ada, mengapa ada orang yang dapat membawa ingatannya terlahir kembali, sedangkan sebagian besar orang tidak memiliki ingatan itu?
Tidak diragukan ada pula orang yang secara khusus meneliti masalah ini yakni seorang dosen ilmu psikologi dari University of Virginia: Ian Pretyman Stevenson. Ia telah menghabiskan hampir seumur hidupnya untuk meneliti masalah reinkarnasi ini.
Semasa hidupnya ia telah mempublikasikan lebih dari tiga ratus tesis mengenai reinkarnasi, dan menerbitkan 14 buku terkait reinkarnasi, bisa dibilang ia adalah seorang pakar yang paling senior di bidang ini. Di sepanjang karir penelitiannya, ia telah menemukan lebih dari 3.000 kasus reinkarnasi. Saat bertanya tentang penyebab kematian orang-orang tersebut pada kehidupan sebelumnya, secara mengherankan Stevenson menemukan bahwa sekitar 70% orang-orang itu tidak mati secara wajar, mayoritas dari mereka mati karena dibunuh atau kecelakaan, dan sisanya 30% pada dasarnya mati mendadak karena serangan jantung dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, orang-orang yang mengingat reinkarnasinya, hampir tidak ada satu pun yang meninggal dengan tenang pada kehidupan sebelumnya. Seperti diceritakan pada edisi lalu, bocah laki-laki 5 tahun yang pada kehidupan sebelumnya mati terbakar, secara kebetulan cocok dengan hasil penelitian Stevenson.
Jadi Stevenson menyimpulkan: mayoritas manusia yang mati secara wajar di dunia, setelah meninggal, dihapus ingatan kehidupan lampaunya dengan semacam mekanisme tertentu, kemudian bereinkarnasi. Sedangkan orang yang mati karena kecelakaan, mekanisme tersebut pun menjadi kacau, yang mengakibatkan mereka masih membawa sebagian ingatan kehidupan sebelumnya pada saat tereinkarnasi.
Selain itu, Stevenson mendapati: dari tanda lahir, cacat lahir, dan segala cacat fisik manusia, dapat juga dilihat gambaran kehidupan masa lampau seseorang.
Jika kehidupan sebelumnya dibunuh dengan cara ditikam pisau, atau tertembak peluru, atau mati terbakar, bekas luka dan bagian yang terluka, acap kali akan meninggalkan bekas yang jelas pada kehidupan yang akan datang, berupa tanda lahir saat terlahir ke dunia. Seringkali tanda lahir serta cacat bawaan itu, justru merupakan bukti yang paling intuitif dan paling objektif dalam meneliti reinkarnasi.
Ada sebuah kasus: pada sebuah keluarga di AS, sepasang suami istri memiliki dua orang putri, putri yang bernama Wenny, di saat berusia 6 tahun, suatu kecelakaan telah merenggut nyawanya. Kemudian, suami istri itu memiliki anak perempuan lagi, dan pada saat putrinya itu lahir, terdapat sebuah tanda lahir yang sangat jelas di lengan kirinya, bentuk dan posisi tanda lahir itu sama persis seperti bekas luka pada Wenny saat mengalami kecelakaan.
Di Alaska, AS, seseorang bernama Charles Porter, kelahiran 1907, etnis Indian. Pada saat berusia 2 tahun, Poter dapat menceritakan kehidupan lampaunya, ia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang suku Indian, tetapi saat sukunya berperang dengan suku lain, ia terbunuh oleh musuh, setiap bercerita sampai disini, ia selalu menunjukkan sebuah tanda lahir yang sangat jelas di bagian bawah rusuk kanannya, panjangnya sekitar satu inci lebih, lebar sekitar setengah inci lebih, berbentuk belah ketupat.
Ia mengatakan inilah bekas luka yang ditusuk dengan tombak oleh musuh dalam pertempuran antar suku, yang melukai organ penting di dalam tubuhnya, sehingga menewaskannya seketika. Maka dari itu, ketika orang lain melihat tanda lahirnya dan bertanya apa yang telah terjadi, ia selalu menceritakan kejadian di kehidupan lampaunya.
Selain hal-hal yang dipelajari lewat ilmu pengetahuan modern Barat ini, di dalam kebudayaan Tionghoa yang bersejarah panjang, sejak dulu telah memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai kehidupan dan reinkarnasi.
Seperti dalam kitab Tripitaka, agama Buddha terdapat satu bagian yang disebut “Garbhāvakrāntinirdeśa”, di dalamnya dikatakan kehidupan dimulai dari terbentuknya sampai pertumbuhan dan hingga kematian, akhirnya sampai dengan proses kelahiran kembali, antara lain sang Buddha mengatakan: “Awal mula kehidupan, dari pertemuan benih ayah dan darah ibu, sampai masuknya wujud Yin (roh, arwah), janin di dalam tubuh ibu akan mengalami perubahan setiap tujuh hari sekali.” Hal ini sesuai dengan observasi ilmu kedokteran modern, dan sesuai dengan perubahan pertumbuhan janin dalam tubuh ibu.
Agama Buddha berpandangan, buah karma menembus tiga masa kehidupan. Tubuh pada kehidupan kali ini merupakan tubuh penerima balasan, yang merasakan karma baik dan karma buruk dari kehidupan sebelumnya. Jadi ciri khas tubuh memiliki elemen dari kehidupan sebelumnya. Menurut kitab Buddha, Sang Buddha mengetahui karma dari setiap warna pada bulu seekor burung merak, dengan kata lain, setiap corak warna pada bulu merak mengandung karma dari kehidupannya sebelumnya. Pun demikian halnya dengan tanda lahir, dan begitu pula halnya reinkarnasi.
Mengingatkan pada perkataan seorang ilmuwan ternama yang bernama Zhu Qingshi: “Ketika para ilmuwan bersusah payah mendaki hingga ke puncak gunung, Maha Guru Buddha telah menantikan sedemikian lama di sana.” (Sud/Whs)