Setelah kunjungannya ke Tiongkok, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa Eropa tidak boleh terlibat dalam konflik antara Amerika Serikat dan Tiongkok atas Taiwan dan harus menghindari menjadi bawahan Amerika Serikat. Pernyataan ini segera dikecam oleh opini publik internasional. Para anggota parlemen di seluruh dunia menandatangani sebuah surat yang menyatakan bahwa Macron tidak mewakili Eropa
Epoch Times
Sebuah wawancara dengan media Perancis dalam penerbangan pulang dari kunjungannya ke Tiongkok, Emmanuel Macron mengatakan bahwa Eropa harus menghindari ditarik ke dalam konflik AS-Tiongkok atas masalah Taiwan, dan menekankan bahwa Eropa harus otonom secara strategis dan tidak boleh menjadi bawahan AS.
Sebagai respon, lebih dari 30 anggota parlemen kelas berat dari 15 negara di seluruh dunia mengeluarkan pernyataan bersama pada 10 April, menekankan bahwa pernyataan Macron tidak mewakili Eropa dan bahwa suara rakyat Taiwan harus dihormati.
Para anggota parlemen ini berasal dari Inter-Parliamentary Alliance on China (IPAC). Dalam sebuah pernyataan, mereka menunjukkan bahwa anggota IPACÂ kecewa dengan pidato Macron dan mengutuk “pernyataan yang dinilai tidak tepat dari Macron tidak hanya mengabaikan peran penting Taiwan dalam ekonomi global yang semakin merusak dekade upaya internasional untuk menjaga perdamaian di Selat Taiwan.”
Pernyataan tersebut menekankan bahwa pidato Macron “sangat tidak berhubungan” dengan perasaan anggota parlemen di seluruh Eropa dan bahkan dunia. Lebih dari 30 anggota IPAC “disatukan oleh keyakinan bahwa setiap upaya sepihak untuk mengubah status quo harus dilawan dan bahwa suara demokrasi rakyat Taiwan harus dihormati”.
Pernyataan tersebut juga mengatakan bahwa anggota IPAC akan “melakukan segala sesuatu yang mungkin untuk memastikan bahwa sikap provokatif Beijing terhadap Taiwan menerima tanggapan yang layak dari komunitas internasional”.
Pernyataan bersama ini ditandatangani oleh anggota parlemen kelas berat dari 15 negara, termasuk Prancis, Swedia, Lithuania, Jerman, Jepang, Australia, Ukraina, dan perwakilan Parlemen Eropa untuk hubungan dengan Tiongkok.
Secara terpisah, Norbert Roettgen, anggota senior komite urusan luar negeri Bundestag Jerman, mengatakan dalam sebuah tweet bahwa Macron telah berhasil mengubah perjalanannya ke Tiongkok menjadi “kudeta PR” yang mendukung Xi Jinping dan bencana”kebijakan luar negeri Eropa”. Dia menambahkan bahwa presiden Prancis “semakin mengasingkan dirinya di Eropa”.
Senator Amerika Serikat Marco Rubio memposting video di Twitter pada 9 April, menunjukkan pernyataan mengganggu dari Macron.
Rubio bertanya, “Apakah Macron berbicara untuk seluruh Eropa? Apakah Macron adalah pemimpin tertinggi Eropa sekarang? Apakah dia pemimpin paling kuat di Eropa sekarang?”
“Jika ya, maka kita perlu melakukan beberapa perubahan. Pertama: Eropa, dan Prancis khususnya, sangat bergantung pada Amerika Serikat selama 70 tahun untuk memperkuat pertahanannya,” kata Rubio.
Reinhard Buetikofer, kepala delegasi Parlemen Eropa untuk hubungan dengan Tiongkok, mengutuk kunjungan Macron ke Tiongkok pada tanggal 10 April lalu sebagai kunjungan yang “membawa bencana”.
Dia men-tweet bahwa Borrelli (Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Borrelli) harus fokus pada empat pesan kepada Beijing, yaitu bahwa “kami sangat menentang perubahan sepihak terhadap status quo di Selat Taiwan, terutama penggunaan kekuatan; kami memperingatkan (Beijing) bahwa Uni Eropa menentang dukungan lebih lanjut dari Tiongkok terhadap perang agresif Rusia terhadap Ukraina; kami akan memperkuat instrumen ekonomi yang tidak beresiko untuk mengurangi ketergantungan sepihak terhadap Tiongkok; dan hak asasi manusia tidak dijual dan kami akan terus mengekspos kekejaman hak asasi manusia PKT dalam kontak bilateral dan multilateral.”
Selama kunjungannya ke Beijing, Macron menerima sambutan yang meriah dari pemimpin Partai Komunis Tiongkok, Xi Jinping, yang menerimanya di Beijing pada sore 6 April. Dalam sebuah langkah yang jarang terjadi, melakukan perjalanan ke selatan dari Beijing untuk bertemu dengannya secara informal di Guangzhou pada 7 April ketika Macron tiba di Guangdong. Pada saat yang sama, Macron juga menerima pesanan dalam jumlah besar dari Beijing.
Menurut kantor berita Xinhua milik Partai Komunis Tiongkok, pada 6 April, kepala negara Tiongkok dan Perancis menyaksikan penandatanganan sejumlah dokumen kerjasama bilateral. Diantaranya, produsen pesawat terbang Prancis, Airbus, mengumumkan pada hari yang sama bahwa mereka telah menandatangani perjanjian pembelian massal dengan Tiongkok untuk 160 pesawat, senilai total sekitar US$20 miliar.
Penerbit senior Yan Chungou berkomentar, “Kunjungan Macron ke Tiongkok ini hanyalah sebuah sandiwara, dengan Prancis yang mendapatkan pemanis ekonomi dan Xi Jinping yang gagal membalikkan tren permusuhan internasional, hanya sebuah kegembiraan yang kosong. (hui)