oleh Yan Shu dan Ruili, reporter dari NTDTV
Organisasi paramiliter utama Sudan “Rapid Support Force” (RSF) dan pasukan pemerintah pada Sabtu (15 April) terlibat pertempuran sengit di ibu kota. Kini situasi politik Sudan jatuh ke dalam kekacauan lagi. Amerika Serikat dan banyak pihak internasional telah menyerukan gencatan senjata kepada kedua pihak.
Terjadi rentetan tembakan dan ledakan di Khartoum pada Sabtu. Pasukan Pendukung Cepat (RSF) terlibat dalam pertempuran sengit dengan pasukan reguler pemerintah.
Saksi melaporkan bentrokan di banyak daerah lain, termasuk kota Merowe di utara, dan kota El Fasher dan Nyala di wilayah Darfur.
Dokter mengatakan sedikitnya tiga warga sipil tewas dalam bentrokan itu.
RSF mengatakan telah menduduki istana kepresidenan, kediaman KSAD, Bandara Internasional Khartoum dan bandara di kota Merowe. Namun militer membantah klaim itu, dengan mengatakan telah merebut lokasi-lokasi strategis.
Situasi di lapangan masih belum jelas.
Setelah kekuasaan 30 tahun diktator Sudan Bashir digulingkan pada tahun 2019, militer memerintah negara itu bersama-sama dengan pejabat sipil melalui dewan kedaulatan. RSF juga terlibat dalam penggulingan Bashir. Pemimpinnya, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo menjabat sebagai wakil ketua Dewan Kedaulatan.
Pada tahun 2021, militer melancarkan kudeta lagi, dan Sudan jatuh ke dalam kekacauan. Sejak itu, Dagalo berselisih dengan pemerintahan militer.
Junta militer mencoba memasukkannya ke dalam tentara reguler, tetapi RSF enggan melepaskan komando saat ini.
Dagalo mengatakan serangan pada Sabtu merupakan serangan balik terhadap tentara reguler, yang menyerang RSF terlebih dahulu.
Analisis menunjukkan bahwa konfrontasi besar antara RSF dan tentara reguler dapat menjerumuskan Sudan ke dalam konflik yang luas.
Mantan Perdana Menteri Sudan Abdullah Hamdok menegaskan: “Pertempuran harus segera dihentikan, suara nalar harus menang, semua orang kalah, tidak ada kemenangan ketika dibangun di atas mayat rakyat kita”.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Anthony Blinken juga men-tweet pada hari yang sama, mengungkapkan keprihatinan mendalam tentang konflik tersebut.
“Kami mendesak semua peserta untuk segera menghentikan kekerasan, menghindari eskalasi atau mobilisasi kekuatan lebih lanjut, dan melanjutkan negosiasi untuk menyelesaikan masalah yang belum selesai,” katanya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Uni Eropa dan Uni Negara Afrika juga telah mendesak kedua pihak dalam konflik untuk mengakhiri permusuhan. (Hui)