Di masa yang penuh gejolak dan ketidakpastian, berita-berita mengejutkan akan terus muncul bahkan tersebar luas.
Namun, maklumlah karena itu adalah sifat manusia, yang pada dasarnya ingin hidup di lingkungan yang stabil, berjalan di atas rel yang terprediksi arahnya, agar bisa hidup lebih nyaman, menghindari terjadinya hal-hal yang di luar dugaan, sehingga bebas dari kecemasan.
Namun kenyataannya dunia tidak damai, jalannya tidak selalu mulus. Di lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian ini, di saat menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya, orang cenderung ingin menemukan suatu jawaban, Inilah alasan yang mendasari mengapa di era yang bergejolak justru rumor yang bertebaran ke mana-mana.
Banyak orang juga suka ikut-ikutan membuat pernyataan tegas dengan asumsinya sendiri, tetapi setelah itu sering terbukti bahwa pendapat mereka itu tidak masuk akal. Contoh semacam ini tidak sulit kita temukan.
Krisis moneter tahun 2008, The Fed melakukan pelonggaran kuantitatif, epidemi COVID-19, perubahan iklim dan lain sebagainya.
Beberapa waktu lalu, 2 bank di AS mengalami kepailitan, memicu kekhawatiran terhadap krisis keuangan, pasar cryptocurrency telah mengalami perombakan besar-besaran, dan dominasi dolar AS kembali dipertanyakan, rumor dolar AS bakal tidak laku acap kali terdengar sekarang.
Minggu ini, pembawa berita kabel bernama Fareed Zakaria merilis video berdurasi lima menit di platform media sosial pribadinya, memperingatkan pemirsa bahwa hegemoni dolar akan runtuh, dan era hegemoni dolar akan segera berakhir. Amerika Serikat akan berada dalam kekacauan.
Pandangan tersebut sedang menyebar di media sosial belakangan ini, tapi maaf, itu tidak benar.
Salah satu alasan utama mengapa anggapan ini menjadi populer adalah akibat lonjakan penggunaan renminbi dalam perdagangan bilateral Tiongkok – Rusia.
Menurut laporan Kantor Berita Rusia “Sputnik”, pada tahun 2022, yaitu tahun lalu, penggunaan renminbi dalam settlement atas total impor Rusia adalah 23%, sedangkan penggunaan renminbi dalam settlement atas total ekspor Rusia adalah 16%. Padahal di masa lalu, penggunaan renminbi dalam settlement atas total impor Rusia hanya 4%, malahan untuk settlement atas total ekspor Rusia lebih rendah lagi, yakni 0,4%.
Untuk meningkatkan status RMB dalam perdagangan internasional, pemerintah Beijing dan bank sentral beberapa negara telah membentuk mekanisme pertukaran mata uang antar mereka dengan tujuan adalah untuk memotong kompas terhadap dolar AS, sehingga dapat menggunakan mata uang antar mereka dalam transaksi perdagangan. Selain itu, Beijing juga bekerja sangat keras untuk mengembangkan infrastruktur pembayaran internasionalnya sendiri, yang bertujuan untuk menghindari sanksi sistem keuangan internasional, untuk berjaga-jaga jika Tiongkok terkena sanksi internasional karena menyerang Taiwan.
Beijing masih sedang mencoba untuk meyakinkan negara penghasil minyak seperti Arab Saudi untuk menetapkan harga minyak dalam renminbi, mengusulkan penggantian petro-dolar dengan petro-renminbi. Inilah alasan mengapa Fareed Zakaria berpendapat bahwa dolar AS mulai tenggelam, renminbi mulai menonjol. Naif dan menyesatkan untuk mengatakan bahwa renminbi akan menggantikan dolar AS.
Adalah fakta bahwa lebih banyak renminbi yang digunakan dalam perdagangan bilateral antara Tiongkok dengan Rusia. tetapi bukan karena renminbi lebih populer di Rusia, itu karena Rusia tidak dapat memperoleh dolar AS secara bebas. Dalam hal ekonomi dan perdagangan, Rusia yang terkena sanksi semakin menjadi negara vasal Tiongkok. Penggunaan renminbi dalam transaksi perdagangan mereka memang meningkat. Namun ini tidak berarti renminbi semakin populer, menjadi mata uang cadangan banyak negara, apalagi renminbi adalah mata uang pengganti dolar AS.
Bagaimana negara-negara penerima pembayaran dengan renminbi menggunakan renminbi yang mereka miliki ? Jalan keluarnya hanya satu, yaitu menggunakannya untuk membeli komoditas Tiongkok. Ketika Xi Jinping berkunjung ke Arab Saudi pada akhir tahun lalu, Xi Jinping cuma memiliki satu permintaan, yaitu memohon Arab Saudi untuk menerima pembayaran pembelian minyaknya dengan mata uang renminbi. tetapi ditolak mentah-mentah oleh Arab Saudi.
Karena kebanyakan negara penghasil minyak telah mematok mata uang mereka terhadap dolar AS dan membutuhkan dolar AS sebagai cadangan devisanya. Jadi, petro-renminbi masih sebatas gagasan belaka.
Di saluran self-media Fareed Zakaria, pembawa acara CNN yang termasuk selebriti, dia mengatakan bahwa karena dominasi dolar AS, pemerintah federal AS mengalami defisit anggaran. sehingga utang pemerintah federal tak kunjung menurun. Maksudnya adalah karena dolar AS adalah mata uang yang dominan, selama AS mencetak uangnya, ia tidak takut kalau mata uangnya tidak laku, jika begitu ia bisa terus mencetaknya. Tampaknya seakan-akan pemerintah AS telah diuntungkan karena status mata uangnya. Namun, pernyataan semacam ini adalah memutar balikkan antara sebab dengan akibat.
Situasi sebenarnya adalah karena status mata uang dolar AS yang dominan, lebih dapat dipercaya, serta investor dapat membeli aset Amerika dengan relatif mudah, sehingga utang Amerika Serikat tetap tinggi tidak kunjung menurun, dan defisit pemerintah federal juga meningkat.
Negara seperti Tiongkok yang nilai output industrinya jauh lebih tinggi daripada permintaan pasar domestik, sehingga sejumlah besar output industrinya perlu diekspor ke pasar AS, menyebabkan surplus perdagangannya dengan AS menjadi sangat besar. Dan karenanya AS mengalami defisit perdagangan. Surplus Anda adalah defisit saya. Surplus di akun Anda adalah defisit di akun saya. Jika akun perdagangan itu harus diseimbangkan, bukankah Anda harus meminjam uang ? Meminjam dari Tiongkok, itulah sebab-akibat yang benar.
Jika renminbi ingin menggantikan kedudukan dolar AS, menggantikan dolar AS sebagai mata uang hegemonik, dua syarat berikut harus dipenuhi : Pertama, untuk mentolerir atau bahkan mendorong defisit perdagangan, agar mitra dagang dapat mengakumulasi renminbi, dan membuat mitra dagang mau membeli treasury bond renminbi. Tetapi karena ekonomi Tiongkok lepas landas dengan mengandalkan perdagangan luar negeri dan ekspor, jadi ekspor dan perdagangan luar negeri merupakan pilar bagi ekonomi Tiongkok, terutama surplus perdagangannya dengan negara maju, sudah luar biasa besarnya yang sulit diubah. Lagi pula Beijing juga tidak bersedia mengubahnya.
Kedua, yakni membiarkan modal bebas mengalir, mengizinkan renminbi keluar dan masuk negara secara bebas, dan nilai tukar renminbi ditentukan oleh pasar bukannya Beijing. Bisakah Tiongkok menyetujuinya ? Tidak mungkin. Sampai aliran modal tanpa kontrol, renminbi akan runtuh seperti bendungan yang jebol. Jika mengizinkan nilai tukar renminbi mengambang bebas sesuai pasar, maka renminbi akan terdepresiasi dengan cepat. Sistem perbankan milik negara Tiongkok akan runtuh.
Lingkungan keuangan Tiongkok saat ini dipertahankan oleh surplus devisa dan kontrol modal. Sedangkan negara mitra dagang dan pengusaha asing cuma menggunakan renminbi untuk menerbitkan faktur dan membayar komoditas yang dibeli dari Tiongkok, atau untuk membeli obligasi Tiongkok dalam denominasi renminbi. Hanya itu saja. Maka dapat dikatakan masih berjarak “ribuan kilometer” jauhnya dari target menjadi mata uang yang hegemoni.
Ada sebuah sistem penyelesaian dan platform informasi dalam perdagangan internasional yang didirikan pada tahun 1973. Nama lengkapnya adalah (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication) atau yang disingkat SWIFT. ia adalah tempat untuk pertukaran informasi dan transaksi keuangan yang aman dan cepat antar lembaga keuangan di seluruh dunia. juga standar untuk pengiriman uang internasional, pembayaran lintas batas, transaksi valuta asing, dan pembiayaan perdagangan. Ia merupakan landasan sistem keuangan global saat ini.
Total pembayaran renminbi lewat SWIFT pada bulan Maret hanya menyita 2,2%, hampir sama dengan 2 tahun lalu. Sedangkan dolar AS menyita 41% dan Euro menyita 36% dari total pembayaran lewat SWIFT.
Tiongkok juga mengembangkan sistem pembayarannya sendiri yang mirip dengan SWIFT. Jumlah bank yang berpartisipasi dalam sistem pembayaran ini hanya sepersepuluh dari SWIFT dengan total volume transaksi yang kurang dari 0,5% SWIFT.
Mau menjadi mata uang cadangan negara lain, apalagi menjadi mata uang hegemoni, Tiongkok harus memiliki keunggulan kelembagaan tertentu, seperti : kepercayaan, transparansi, prediktabilitas, supremasi hukum, administrasi yang sehat. tata kelola, dan likuiditas. Tiongkok tidak memiliki kualitas ini, tidak memenuhi persyaratan pasar modal. Sedangkan dolar AS memiliki semua kualitas ini. Tentu saja, bukan hanya dolar AS, pangsa dolar AS sebagai mata uang cadangan global telah turun dari 70% di masa lalu menjadi 60% saat ini. Penurunan itu terutama disebabkan karena substitusi oleh dolar Australia, dolar Kanada, won Korea Selatan, dan krona Swedia.
Renminbi hanya menyumbang 5% dari mata uang cadangan dunia. Sejak krisis keuangan tahun 2008, Tiongkok merasa dirinya sudah mampu untuk bersaing dengan AS, dan selalu berharap dunia untuk bersamanya menyingkirkan sistem mata uang yang didominasi dolar AS. Namun sejauh ini, belum ada tanda-tanda bahwa hal itu bisa terjadi, juga tidak akan terjadi di masa mendatang. (sin)