oleh Lin Yan
Pada Kamis (20 April), Presiden Amerika Serikat Joe Biden berbicara secara terpisah dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Gedung Putih mengatakan bahwa isu Tiongkok adalah topik utama dalam percakapan mereka. “Kedua pemimpin membahas perjalanan Ursula von der Leyen ke Beijing baru-baru ini dan komitmen bersama mereka untuk menegakkan tatanan internasional berbasis aturan, hak asasi manusia, dan praktik perdagangan yang adil,” kata Gedung Putih dalam sebuah pernyataan.
Pernyataan itu juga menyebutkan bahwa para pemimpin menegaskan kembali pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
“Biden dan von der Leyen juga menegaskan kembali komitmen Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk memastikan bahwa Ukraina menerima bantuan ekonomi dan keamanan yang dibutuhkannya dan terus bekerja sama untuk membuat Kremlin membayar agresi Rusia”.
Menurut pengumuman Gedung Putih, Biden dan Macron membahas kunjungan kenegaraan Macron ke Beijing. Ucapan Macron usai kunjungannya pada sepekan lalu menarik perhatian Amerika Serikat.
“Mereka menegaskan kembali pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Kedua presiden juga menegaskan kembali dukungan mereka yang tak tergoyahkan untuk Ukraina dalam menghadapi agresi brutal Rusia.”
Kepresidenan Prancis mengatakan bahwa pihaknya telah memberikan “hasil” dari perjalanan ke Tiongkok kepada Biden, tetapi tanpa merinci isinya. Pernyataan resmi Prancis ini tidak menyinggung soal isu Taiwan.
Dalam wawancara dengan media “politico” dan surat kabar harian “Les Echos” setelah kunjungan kenegaraannya ke Tiongkok. Macron mengatakan bahwa Eropa harus menghindari terseret ke dalam konflik atas Taiwan, dan berfokus pada kemerdekaan terhadap “otonomi strategis” dari Washington dan Beijing.
Pengumuman Gedung Putih pada hari Kamis juga menyebutkan bahwa Biden dan Macron juga membahas upaya berkelanjutan untuk mempromosikan kemakmuran, keamanan, nilai-nilai bersama, dan tatanan internasional berbasis aturan di kawasan Indo-Pasifik.
Ursula Von der Leyen juga mengunjungi Tiongkok pada waktu yang sama dengan Macron. Meskipun ini adalah kunjungan pertamanya ke Tiongkok setelah menjabat, tetapi dia jelas lebih diabaikan oleh otoritas PKT dibandingkan dengan Macron.
Beberapa jam setelah Macron dan von der Leyen mengakhiri kunjungan mereka ke Tiongkok, PKT mengumumkan latihan militer tiga hari di sekitar Taiwan sebagai pembalasan atas pertemuan antara Presiden Taiwan Tsai Ing-wen dan Ketua DPR AS Kevin McCarthy di California. Latihan tersebut termasuk simulasi serangan terhadap target utama di Taiwan dan sekitarnya. PKT juga mengirim pesawat dan kapal militer melintasi garis median Selat Taiwan.
Komisi Eropa yang dipimpin oleh von der Leyen segera mengeluarkan pernyataan bahwa Uni Eropa menyatakan keprihatinan tentang “aktivitas militer intensif militer Tiongkok di Selat Taiwan dan daerah sekitarnya, intrusi pesawat tempur Tiongkok yang memasuki udara zona identifikasi pertahanan udara Taiwan dan melintasi garis median (Selat Taiwan).”
“Setiap destabilisasi di Selat (Taiwan) karena eskalasi, kecelakaan, atau penggunaan kekuatan akan memiliki implikasi ekonomi dan keamanan yang sangat besar bagi kawasan itu dan secara global. Pengekangan adalah sangat penting”, demikian pernyataan itu menyebutkan. (sin)