Kesepakatan Rahasia Tiongkok – AS Guna Memaksa Korut Meninggalkan Program Nuklir

oleh He Yating

Media Jepang mengungkapkan bahwa ketika Presiden Trump berkunjung ke Tiongkok pada awal bulan November tahun ini, kepala kedua negara telah mencapai kesepakatan rahasia mengenai isu nuklir Korea Utara.

Militer kedua negara akan mengadakan konsultasi rutin dan berbagi intelijen yang relevan. Xi Jinping pada kesempatan itu juga mengutarakan ketiga komitmennya sebagai penyampaian sikap Tiongkok “tidak mengakui Korea Utara memiliki nuklir”.

Asahi Shimbun pada 25 Desember merilis sebuah artikel yang mengatakan bahwa beberapa orang pejabat pemerintah AS yang relevan terhadap masalah telah memberikan konfirmasi kepada media bahwa mengingat sanksi terhadap Korea Utara yang diterapkan pemerintah Tiongkok memainkan peran kunci, untuk meningkatkan transparansi kepatuhan atas pelaksanaan sanksi kepada DPRK atau Democratic People’s Republic of Korea, kedua kepala negara sepakat untuk saling membagi  informasi melalui forum konsultasi rutin mengenai sanksi yang diberlakukan beserta dampak ekonominya terhadap DPRK.

Berdasarkan kesepakatan itu, Tiongkok dan Amerika Serikat akan berbagi informasi intelijen mengenai isu nuklir Korea Utara. militer kedua negara dapat berhubungan langsung melalui sambungan telepon  hotline dan departemen yang bertanggung jawab akan mengadakan konsultasi secara reguler.

Pejabat pemerintah AS yang relevan dengan masalah juga mengungkapkan bahwa dalam pertemuan antara Xi Jinping dengan Trump pada 9 Nopember pagi itu yang berfokus pada pembahasan isu nuklir DPRK yang berlangsung selama 1,5 jam dan hanya diikuti oleh beberapa orang pejabat teras.

Presiden Xi Jinping telah mengkonfirmasikan ketiga prinsip utama yang merupakan sikap Tiongkok dalam isu nuklir DPRK, yaitu pertama, Tidak mengakui DPRK memiliki senjata nuklir. Kedua, akan terus memberikan tekanan sampai Korea Utara bersedia meninggalkan senjata nuklir. Ketiga, Meningkatkan transparansi pemantauan terhadap sanksi yang diterapkan.

Sebelumnya ada laporan yang menyebutkan bahwa di masa lalu pemerintah AS telah mencoba untuk mengadakan dialog atau konsultasi serupa dengan pemimpin tinggi Tiongkok tetapi  pihak Beijing menolak karena alasan kurangnya kepercayaan antara kedua negara tersebut, selain itu, kemungkinan terjadinya konflik militer di semenanjung karena isu nuklir belum sebesar sekarang.

Tetapi isu nuklir DPRK sekarang telah mengubah situasi internasional. setelah susul menyusul uji coba peluncuran rudal, ketegangan di semenanjung meningkat tajam. Dengan latar belakang ini, pihak berwenang Beijing lebih memilih untuk melakukan dialog seperti ini daripada duduk diam membiarkan situasi memburuk.

Tiga hari lalu (22 Desember), kelimabelas negara anggota DK-PBB (termasuk Rusia dan Tiongkok) dengan suara bulat mengeluarkan resolusi sanksi baru terhadap Korea Utara.

Menurut resolusi sanksi yang diajukan oleh Amerika Serikat tersebut, masyarakat internasional akan mengurangi sampai 90 % pasokan minyak mentah ke Korea Utara, dan akan memulangkan seluruh tenaga kerja luar negeri Korea Utara, kapal-kapal yang dicurigai mengangkut barang ke Korea Utara akan diperiksa secara ketat.

Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley mengatakan bahwa ini merupakan sanksi yang paling berat terhadap Korea Utara.

Untuk alasan ini, anggota Kongres tingkat tinggi dari Partai Demokrat AS yang selalu menentang berbagai prakarsa kebijakan Trump sekarang juga secara terbuka mengakui dan memuji keputusan ini.

Sebagaimana dilaporkan oleh VOA bahwa senator dari Partai Demokrat Komite Hubungan Luar Negeri AS, Ben Cardin dalam wawancaranya dengan reporter Fox News secara terbuka memuji resolusi sanksi baru tersebut. Ia mengatakan : “Ini adalah sanksi berat lebih lanjut yang diterapkan kepada Korea Utara atas uji coba peluncuran rudal balistik mereka”.

Ben Cardin lebih jauh mengatakan bahwa patut mendapat pujian karena Rusia dan Tiongkok pun bersedia bekerjasama dengan masyarakat internasional. (Sinatra/asr)

Sumber : ntd.tv