Alex Wu – The Epoch Times
Tiongkok mencabut persyaratan tes COVID-19 untuk kedatangan internasional di tengah kebangkitan infeksi di seluruh negeri akibat varian baru yang mampu menghindari kekebalan tubuh.
Mulai 30 Agustus, para wisatawan yang memasuki Tiongkok tidak lagi diharuskan melakukan tes PCR atau tes antigen, demikian juru bicara Kementerian Luar Negeri Wang Wenbin mengumumkan pada 28 Agustus dalam konferensi pers rutin.
Pemberitahuan dari kedutaan besar Tiongkok di luar negeri mengatakan bahwa para wisatawan yang tiba di Tiongkok tidak akan diwajibkan untuk memberikan informasi tes COVID-19 pada formulir pernyataan kesehatan.
Maskapai penerbangan tidak akan memeriksa hasil tes COVID-19 sebelum naik pesawat, kata juru bicara Mao Ning dalam briefing tersebut.
Pengumuman ini menimbulkan reaksi beragam di media sosial Tiongkok, dengan beberapa netizen menyambut baik perubahan tersebut.
BACA JUGA : COVID-19 Kembali Bangkit di Tiongkok, Pendiri Falun Gong : Virus Menargetkan PKT
“Ketika tes diperlukan di masa lalu, saya selalu takut bahwa hasil ‘positif’ akan merusak perjalanan saya,” tulis seorang warganet.
“Sekarang tidak perlu melakukan tes, itu berarti akan lebih nyaman kembali ke Tiongkok untuk berkunjung.”
Sementara warganet yang lain menyatakan kekhawatirannya tentang kemungkinan infeksi silang dan penyebaran lebih lanjut dari penyakit ini, karena jenis baru – EG.5, atau “Eris” – meningkatkan infeksi di negara tersebut.
Komentator urusan terkini yang berbasis di AS, Shi Tao, mengatakan bahwa pembatalan persyaratan tes COVID-19 untuk masuk akan berdampak buruk bagi Tiongkok, mengingat bahwa varian baru tersebut dilaporkan menyebar dengan cepat ke seluruh negeri.
Shi mencatat dalam episode 29 Agustus dari acara bincang-bincangnya “Shi Tao Focus” bahwa langkah tersebut bertepatan dengan Festival Hantu Lapar, yang jatuh pada 30 Agustus tahun ini. Virus ini dapat menyebar jika banyak orang melakukan perjalanan untuk mengunjungi keluarga mereka selama festival tersebut untuk menghormati para leluhur.
Infeksi Melonjak di Seluruh Tiongkok
Eris adalah sub-varian virus corona yang dominan di banyak provinsi di daratan Tiongkok, demikian pernyataan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok (CDC) di platform media sosial WeChat pada 19 Agustus.
“Proporsi varian EG.5 di antara strain virus corona yang beredar meningkat dari 0,6 persen di bulan April menjadi 71,6 persen di bulan Agustus,” ungkap CDC Tiongkok.
Sebuah sub-varian dari Omicron XBB.1.9.2, Eris telah menyebar ke setidaknya 52 negara sejak pertama kali terdeteksi di Indonesia pada Februari. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkannya sebagai “variant of interest.”
WHO menyebutkan Prevalensi EG.5 terutama disebabkan oleh kemampuannya yang meningkat untuk melarikan diri dari kekebalan tubuh, mengurangi kemampuan menetralisir antibodi yang dihasilkan oleh infeksi sebelumnya.
BACA JUGA : Apa yang Perlu Diketahui Tentang Varian COVID ‘Eris’ yang Baru Merebak
Komisi Kesehatan Kota Beijing mengatakan pada 15 Agustus bahwa kasus-kasus penyakit menular yang dilaporkan telah meningkat dari minggu sebelumnya, dengan infeksi COVID-19 menjadi kasus terbanyak.
Outlet media Tiongkok, Shangguan News, melaporkan pada 16 Agustus bahwa beberapa institusi medis di Shanghai mencatat bahwa jumlah pasien rawat jalan COVID-19 baru-baru ini melonjak 10 hingga 15 persen.
Statistik dari CDC Tiongkok menunjukkan bahwa tingkat positif COVID-19 nasional telah meningkat 13,4 persen sejak akhir Juli.
Banyak orang di seluruh Tiongkok baru-baru ini mengunggah di media sosial tentang kebangkitan infeksi COVID-19.
1,87 Juta Kematian Berlebih
Negara ini mengalami gelombang infeksi massal pada awal tahun ini setelah Beijing tiba-tiba meninggalkan kontrol ” nol-COVID ” yang kejam dan lockdown yang telah diterapkan selama tiga tahun.
Sebuah studi yang diterbitkan pada 23 Agustus oleh Fred Hutchinson Cancer Center di Seattle menemukan bahwa sekitar 1,87 juta kematian berlebih terjadi dalam dua bulan pertama setelah pembatasan pandemi dicabut pada Desember tahun lalu.
Perkiraan angka tersebut diperoleh dari analisis data obituari yang diterbitkan oleh tiga universitas di Tiongkok dan pencarian indeks di Baidu, mesin pencari internet terbesar di Tiongkok.
Para peneliti dalam penelitian tersebut menyebutkan : “Mengingat tidak adanya data yang komprehensif dan tersedia untuk umum dari Tiongkok, strategi baru kami untuk memperkirakan kelebihan kematian adalah tepat waktu dan penting dalam topik yang menjadi perhatian kesehatan masyarakat baik di Tiongkok maupun internasional serta menunjukkan bagaimana kombinasi strategis dari sumber data dapat memberikan wawasan tentang pertanyaan penelitian kesehatan masyarakat yang tampaknya samar-samar.”
Aldgra Fredly dan Fang Xiao berkontribusi dalam laporan ini.