Epochtimes.id- Korea Selatan memprediksi Korea Utara kemungkinan membuka perundingan dengan Amerika Serikat pada tahun depan. Bahkan saat Seoul membentuk sebuah tim militer khusus untuk menghadapi ancaman nuklir dari Korea Utara.
Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat memberlakukan sanksi baru yang lebih keras terhadap Korea Utara pada Jumat lalu. Sanksi ini dijatuhkan karena Korut menggelar uji coba rudal balistik antar benua baru-baru ini.
“Korea Utara akan melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat, sambil terus berupaya untuk diakui sebagai negara pemilik nuklir secara de facto,” kata Kementerian Unifikasi Korea Selatan dalam sebuah laporan, Selasa (26/12/2017). Laporan ini tanpa memberikan alasan apapun atas kesimpulan tersebut.
Kementerian Pertahanan mengatakan akan menetapkan empat unit yang beroperasi di bawah pejabat baru yang mengawasi kebijakan Korea Utara dan bertujuan untuk “mencegah dan menanggapi ancaman nuklir dan rudal Korea Utara”.
Ketegangan terus meningkat karena program nuklir dan rudal Korea Utara, yang terus bertentangan dengan resolusi Security Council PBB dengan retorika perang yang berasal dari Pyongyang dan Gedung Putih.
Diplomat Amerika Serikat mengatakan bahwa mereka mencari solusi diplomatik. Namun demikian Presiden Donald Trump menyindir pembicaraan dengan Korut tak berguna. Trump mengatakan Pyongyang harus berkomitmen untuk melepaskan senjata nuklirnya sebelum menggelar perundingan.
Dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor berita resmi KCNA, Korea Utara mengatakan “Amerika Serikat ketakutan dengan kekuatan nuklirnya dan semakin sering untuk menjatuhkan sanksi dan tekanan terberat di negara kita.”
Tiongkok, sekutu utama Korut, dan Rusia mendukung sanksi terakhir PBB, yang berusaha membatasi akses Korea Utara terhadap produk minyak bumi dan minyak mentah dan pendapatannya dari pekerja di luar negeri.
Sementara pada Senin lalu juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Hua Chunying menyerukan kepada semua negara untuk meredakan ketegangan.
Pada Selasa lalu, Beijing merilis data pabean yang menunjukkan Tiongkok tidak mengekspor produk minyak ke Korea Utara pada November, tampaknya akan melampaui sanksi PBB.
Tiongkok sebagai sumber utama bahan bakar Korea Utara, tidak mengekspor bensin, bahan bakar jet, solar atau bahan bakar ke tetangganya pada bulan lalu. Laporan ini berdasarkan data dari Administrasi Umum Bea Cukai yang ditunjukkan Tiongkok.
Tiongkok juga tidak mengimpor bijih besi, batu bara atau timbal dari Korea Utara pada November lalu.
Dalam perkiraan 2018, Kementerian Unifikasi Korea Selatan mengatakan bahwa Korea Utara pada akhirnya akan menemukan cara untuk mengurangi dampak sanksi tersebut.
“Penanggulangan akan diatur untuk menangani dampaknya, termasuk pemangkasan volume perdagangan dan arus masuk valuta asing, kurangnya persediaan, dan pengurangan produksi di setiap bagian ekonomi,” kata laporan tersebut.
Putaran terakhir sanksi tersebut dipicu oleh uji coba 29 November tentang apa yang Korea Utara katakan adalah rudal balistik antar benua yang menempatkan daratan Amerika Serikat dalam jangkauan senjata nuklirnya.
Surat kabar harian Joongang Ilbo, mengutip seorang pejabat pemerintah Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya, melaporkan pada Selasa bahwa Korea Utara juga dapat mempersiapkan peluncuran satelit ke luar angkasa.
Para ahli mengatakan peluncuran semacam itu kemungkinan ditujukan untuk mengembangkan teknologi rudal balistik Utara. Langkah tersebut akan dilarang berdasarkan resolusi PBB.
Surat kabar Korea Utara Rodong Sinmun mengatakan pada Senin bahwa “pembangunan ruang damai adalah hak sah sebuah negara berdaulat”.
Korea Utara secara teratur mengancam untuk menghancurkan Korea Selatan, Amerika Serikat dan Jepang. Korut mengatakan bahwa senjatanya diperlukan untuk melawan agresi Amerika Serikat.
Amerika Serikat menempatkan 28.500 tentaranya di Korea Selatan, sebuah warisan dari Perang Korea 1950-53. AS juga secara rutin menggelar latihan militer dengan Korea Selatan. Namun Korea Utara menganggap sebagai persiapan untuk invasi militer. (asr)
Sumber : Reuters via ntd.tv