Aboluowang
Setelah Jiang Zemin berkuasa pada tahun 1989, ia menandatangani “Perjanjian Perbatasan Sino-Soviet 1991” dan “Protokol antara Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Narasi Garis Batas Nasional Sektor Timur dan Barat antara Tiongkok dan Rusia” pada Mei 1991 dan 9 Desember 1999, yang mengakui sepenuhnya serangkaian perjanjian yang tidak setara antara pemerintah Dinasti Qing dengan Rusia. Pada Juli 2001, mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok Jiang Zemin dan Presiden Rusia Boris Yeltsin memutuskan untuk membagi Pulau Bolshoy Ussuriysky secara merata. Sejak itu, Jiang Zemin telah sepenuhnya melepaskan klaimnya atas bagian timur dari pulau tersebut dan menyerahkannya kepada Rusia.
Tiongkok merilis “Peta wilayah Tiongkok versi baru tahun 2023” pada 28 Agustus. Hal ini dipertanyakan karena menginvasi wilayah Timur Jauh Rusia. Pada 1 September, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Vladimirovna Zakharova tampil untuk memberikan penjelasan. (Associated Press)
Beijing baru-baru ini merilis “Peta wilayah Tiongkok versi baru tahun 2023” yang memasukkan banyak wilayah yang disengketakan secara teritorial ke dalam wilayah Tiongkok, termasuk “Pulau Bolshoy Ussuriysky” (Bolshoy Ussuriysky Island), sebuah pulau sungai di perbatasan Tiongkok – Rusia.
Setelah tiga hari bungkam, Rusia akhirnya memberikan tanggapan terhadap masalah tersebut. Juru bicara dalam penjelasannya menyangkal adanya sengketa wilayah antara kedua negara dan berharap dunia luar berhenti untuk memperbincangkan masalah ini.
Menurut laporan media “Russia Today”, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Zakharova mengeluarkan siaran pers pada 1 September yang isinya menyangkal bahwa Tiongkok dicurigai menginvasi wilayah Rusia : “(Tiongkok dan Rusia) menganut sikap yang sama, yaitu masalah perbatasan antara kedua negara Ini sudah terselesaikan”.
Zakharova mengatakan bahwa Tiongkok dan Rusia menandatangani perjanjian pada tahun 2005 untuk membagi kedaulatan Pulau Bolshoy Ussuriysky, dan pada tahun 2008, kedua pihak telah menyepakati pengukuhan perbatasan sepanjang 4.300 kilometer. Oleh karena itu, “kedua belah pihak tidak memiliki masalah mengenai saling mengklaim teritorial”.
Ia juga menekankan bahwa demarkasi perbatasan adalah hasil kerja keras antara Tiongkok dengan Rusia selama bertahun-tahun dan dapat menjadi “contoh sukses” bagi negara-negara di seluruh dunia dalam menyelesaikan sengketa wilayah.
Media AS “Washington Observer” menunjukkan bahwa ketika dihadapkan dengan sengketa wilayah, Moskow mengambil pendekatan yang berlawanan dengan cara mereka di masa lalu dan dengan lembut mengesampingkan perselisihan tersebut. Hal mana menunjukkan bahwa Putin menganggap pemimpin Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping sebagai mitra penting sehingga ia bersedia untuk tunduk dan melakukannya karena kebutuhan.
Di sisi lain, Putin berharap bisa menjaga citra dirinya sebagai orang kuat, sehingga tidak senang melihat kejadian ini yang kemudian menarik perhatian publik dalam negeri.
Pulau dengan luas kurang lebih 335 kilometer persegi itu terletak di persimpangan Sungai Amur dan Sungai Ussuri.
Menurut perjanjian perbatasan Tiongkok – Rusia tahun 2008, Rusia memiliki bagian timur Pulau Bolshoy Ussuriysky yang setara dengan dua pertiga pulau tersebut, sedangkan bagian barat pulau itu milik Provinsi Heilongjiang Tiongkok. Dalam peta wilayah Tiongkok versi baru, seluruh Pulau Bolshoy Ussuriysky telah dimasukkan ke dalam wilayah Tiongkok.
Pulau Bolshoy Ussuriysky terletak di bagian paling timur Tiongkok, seluas sekitar 327 kilometer persegi, terletak di pertemuan Sungai Amur dengan Sungai Ussuri di Fuyuan County, Heilongjiang di perbatasan antara Tiongkok dengan Rusia. Pulau tersebut dikelilingi oleh air dan merupakan pulau di daratan Tiongkok yang setiap harinya paling pagi bertemu matahari. Pulau Bolshoy Ussuriysky terdiri dari Pulau Yinlong, Pulau Heixiazi, Pulau Mingyue beserta 93 kelompok pulau dan gumuk pasir. Lebih dari 80 tahun yang lalu, Pulau Bolshoy Ussuriysky atau Heixiazi sepenuhnya sebagai wilayah Tiongkok.
Pada 27 Mei 1929, Konsulat Jenderal Uni Soviet di Harbin mengumpulkan pejabat penting Partai Komunis Tiongkok dari seluruh Timur Jauh untuk mengadakan pertemuan Komunis Internasional guna membahas strategi untuk menginvasi Tiongkok. Setelah masalah ini diketahui oleh pihak Tiongkok, 39 orang anggota Partai Komunis Uni Soviet dan Partai Komunis Tiongkok ditangkap setelah penggeledahan menemukan puluhan ribu dokumen, termasuk dokumen yang membuat kekacauan di Tiongkok dan untuk memecah belah Tiongkok.
Pada 18 Juli 1929, Uni Soviet melanggar deklarasi dan pernyataan sebelumnya, mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Tiongkok, dan mengerahkan 100.000 orang tentara untuk melancarkan perang agresi berskala besar terhadap Tiongkok. Untuk mempertahankan diri, pemerintah Republik Tiongkok menunjuk Zhang Xueliang untuk bertanggung jawab atas urusan pertahanan di perbatasan, dan membagi pasukan menjadi kelompok timur dan barat untuk memblokir dan melawan serangan pasukan Soviet. Kejadian itu kemudian dikenal sebagai Konflik Tiongkok – Soviet 1929 dalam sejarah.
Pada 26 September 1929, Joseph Stalin, pemimpin Partai Komunis Uni Soviet, mengirimkan instruksi kepada Partai Komunis Tiongkok, meminta PKT untuk mempersenjatai diri tanpa syarat demi membela kepentingan Uni Soviet. Pada bulan November 1929, mantan pemimpin PKT Li Lisan mengumumkan pada Kongres Nasional PKT Ke-2 bahwa perintah pusat tentang ‘mempertahankan Uni Soviet’ akan segera menjadi kerusuhan bersenjata di seluruh negeri Tiongkok.
Akibatnya, PKT melancarkan kerusuhan bersenjata di sejumlah provinsi di wilayah selatan Tiongkok untuk membendung pasukan pemerintah Republik Tiongkok, sehingga menyulitkan mereka bergerak ke utara untuk berperang melawan tentara Uni Soviet, Selain itu, juga berkonspirasi dengan tentara Uni Soviet yang menginvasi Tiongkok. Saat Konflik Tiongkok – Soviet 1929 itu, Pulau Bolshoy Ussuriysky diduduki secara paksa oleh Uni Soviet.
Setelah Jiang Zemin berkuasa pada tahun 1989, ia menandatangani “Perjanjian Perbatasan Sino-Soviet 1991” dan “Protokol antara Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok dan Pemerintah Federasi Rusia tentang Narasi Garis Batas Nasional Sektor Timur dan Barat antara Tiongkok dan Rusia” pada bulan Mei 1991 dan 9 Desember 1999, yang mengakui sepenuhnya serangkaian perjanjian yang tidak setara antara pemerintah Dinasti Qing dengan Rusia.
Pada Juli 2001, mantan pemimpin Partai Komunis Tiongkok Jiang Zemin dan Presiden Rusia Boris Yeltsin memutuskan untuk membagi Pulau Bolshoy Ussuriysky secara merata. Sejak itu, Jiang Zemin telah sepenuhnya melepaskan klaimnya atas bagian timur dari pulau tersebut dan menyerahkannya kepada Rusia.
Pada 14 Oktober 2004, Menteri Luar Negeri Tiongkok dan orang kepercayaan Jiang Zemin, Li Zhaoxing, dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menandatangani “Perjanjian Tambahan tentang Sektor Timur Perbatasan Tiongkok – Rusia” di Beijing, yang menyerahkan setengah dari Pulau Bolshoy Ussuriysky yang berukuran sekitar 164 kilometer persegi kepada Rusia.
Pada 2008, Partai Komunis Tiongkok menyerahkan 23,02 kilometer persegi dari 50 kilometer persegi wilayah Tiongkok di Abagaitu Islet kepada Rusia. Jiang Zemin juga mengalokasikan muara Sungai Tumen kepada Rusia, sehingga Tiongkok kehilangan pelabuhannya di Timur Laut yang menuju ke Laut Jepang.
Media Rusia pernah memberitakan bahwa Pulau Bolshoy Ussuriysky memiliki sumber daya alam yang kaya dan beragam. 70% wilayahnya yang merupakan lahan subur dapat digunakan untuk pertanian, padang rumput untuk peternakan. Pulau ini dihuni oleh berbagai hewan berbulu dan burung air yang langka. Ada banyak spesies ikan di Sungai Amur dan anak-anak sungainya serta danau pantai sungai. Bahkan jumlahnya lebih banyak daripada di seluruh lembah Volga. Terdapat sekitar 15.000 kebun buah dan sayur di pulau ini, dan ribuan warga datang ke sini untuk bertamasya. Pulau ini menghasilkan lebih dari 4.000 ton kentang setiap tahun, dapat memberi makan 1.500 ekor sapi di musim panas, dan dapat menghasilkan 1.700 ton susu setiap tahunnya. Ada 10 lahan peternakan di pulau itu. Lahan subur ini seharusnya dimiliki oleh Tiongkok, namun kini keuntungannya untuk selamanya diserahkan kepada Rusia. (sin)