oleh Ren Hao
Entah mau kita akui atau tidak, Perang Dingin baru sangat mungkin sudah terjadi. Sebuah laporan investigasi mendalam menunjukkan, bahwa Tiongkok dan Amerika Serikat telah melancarkan konfrontasi paling intens mengenai pengembangan senjata kecerdasan buatan untuk merebut kekuatan penyeimbang global.
Reuters merilis sebuah laporan khusus pada Jumat (8 September) yang mengungkapkan konfrontasi paling intens yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, yakni isu pengembangan kecerdasan buatan (AI) yang digunakan di medan perang. Hal mana diyakini akan secara langsung menentukan tatanan di kawasan Indo-Pasifik, bahkan dunia.
Laporan tersebut menunjukkan bahwa dalam peperangan modern, ketika sejumlah besar intelijen militer dikirim ke pusat komando, kecerdasan buatan dapat dengan cepat memilah informasi yang berguna dalam waktu yang sangat singkat, yang memungkinkan para komandan pengambil keputusan untuk segera memahami situasi antara lawan dan kawan dan mengambil sikap. Ini adalah sesuatu yang tidak mudah dapat dilakukan oleh otak manusia.
Sedangkan persaingan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok tidak hanya terbatas pada pengembangan dan peningkatan sistem peperangan AI, namun juga mencakup pengembangan secara keseluruhan dalam bidang peningkatan senjata anti-personil cerdas, peralatan pengintaian, dan robot pembunuh. Setelah peralatan AI ini digabungkan dengan senjata tradisional, mereka akan menjadi satu kekuatan yang sulit ditandingi.
Diantaranya, robot pembunuh dapat membunuh musuh siang dan malam di medan perang dengan tanpa kenal lelah. Pesawat pengintai AI dapat menahan gravitasi ekstrem dan melakukan berbagai gerakan naik, turun, dan berbelok secara tiba-tiba. Kendaraan pengintai tak berawak dapat menembus jauh ke pedalaman musuh, terus menerus mengirimkan gambar berdensitas tinggi tentang situasi musuh. Yang lebih hebatnya lagi, semua perangkat ini dapat membawa hulu ledak dan menghancurkan pasukan musuh di tempat tersembunyi.
Meski banyak pakar strategi militer memperingatkan bahwa kecerdasan buatan dapat menghancurkan umat manusia. Namun, militer Tiongkok terus mengembangkan senjata-senjata tersebut, memaksa negara-negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat mempercepat penelitian dan pengembangan guna penekanan.
Penentuan dalam persaingan AI di bidang militer kelak bukanlah menuju siapa yang bakal menjadi hegemoni militer global, tetapi untuk kejelasan apakah dunia ini akan dimiliki oleh manusia penganut kebebasan atau totaliter ? (sin)