Epoch Times
Perkembangan industri semikonduktor Tiongkok telah terhalang oleh langkah-langkah pengendalian ekspor yang diberlakukan Amerika Serikat. Li Wei, mantan wakil presiden Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC) baru-baru ini mengungkapkan bahwa ada 3 hal yang menghambat perkembangan industri semikonduktor Tiongkok, yaitu pertama tidak memiliki teknologi utama yang independen, dua, kurangnya tim talenta kelas atas, dan ketiga, kurangnya motivasi dan perencanaan untuk pengembangan jangka panjang. Kabarnya, bahwa hanya sekitar 10% material, peralatan, perangkat lunak desain yang berhubungan dengan semikonduktor, yang dapat diproduksi di dalam negeri Tiongkok, sisanya perlu impor.
Menurut laporan “The Paper” pada 12 November, dalam Pertukaran dan Pameran Teknologi Usaha Kecil dan Menengah Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) ke-12 yang diadakan di Qingdao, Provinsi Shandong baru-baru ini, Li Wei mengakui bahwa teknologi semikonduktor Tiongkok secara keseluruhan tertinggal. tertinggal lebih 5 tahun dari standar internasional. Saat ini, bahan terkait, peralatan, perangkat lunak desain, dll. bergantung pada impor, dan hanya sekitar 10% peralatan yang dapat diproduksi di dalam negeri. “Ini adalah kelemahan terbesar industri chip Tiongkok !”.
Li Wei mengatakan, penerapan pengendalian ekspor teknologi dan peralatan canggih ke Tiongkok oleh negara asing memang menjadi penghambat perkembangan industri. Di pasar chip global, Tiongkok menyumbang lebih dari sepertiganya, tetapi lebih dari 85% permintaan chip dipenuhi melalui impor.
Lebih lanjut Li Wei mengatakan bahwa ada tiga masalah besar dalam pengembangan industri semikonduktor Tiongkok, termasuk kurangnya teknologi utama inti yang independen, kurangnya tim talenta kelas atas, dan kurangnya motivasi dan perencanaan pengembangan jangka panjang.
Li Wei percaya bahwa kecuali beberapa bidang seperti komunikasi dan kecerdasan buatan (AI) yang memerlukan penggunaan 2 nanometer, 28 nanometer sudah dapat memenuhi kebutuhan sebagian besar pasar sipil dan militer. Daripada menginvestasikan sejumlah besar dana untuk menerobos sistem teknologi 2 nanometer, lebih baik mempertimbangkan untuk memprioritaskan lokalisasi chip 20 nanometer hingga 90 nanometer.
Perang teknologi AS – Tiongkok yang mencakup banyak bidang seperti AI, chip, dan aplikasi telah dimulai.
Pada 7 Oktober 2022, pemerintah Amerika Serikat mengumumkan pembatasan ekspor baru terhadap chip kelas atas dan peralatan manufaktur chip untuk mencegah Partai Komunis Tiongkok memanfaatkan teknologi Amerika Serikat untuk mendorong pengembangan militernya. Salah satunya adalah membatasi “warga Amerika Serikat” mendukung pengembangan, produksi atau penggunaan chip di Tiongkok.
Dalam konteks perang teknologi Amerika Serikat – Tiongkok, Partai Komunis Tiongkok terus mendorong perusahaan dalam negeri untuk berswasembada chip dan menginvestasikan banyak uang. Dalam program “Made In China 2025” yang dicanangkan Partai Komunis Tiongkok, Tiongkok berencana mengurangi proporsi chip yang diimpor dari sebelumnya yang 85% menjadi 30% pada tahun 2025.
Xu Chenggang, seorang profesor Stanford yang telah lama mempelajari inovasi teknologi, percaya bahwa semua revolusi industri terjadi di bawah sistem Inggris dan Amerika Serikat dan diciptakan bersama oleh para jenius dari seluruh dunia. Selama ada negara yang memilih mengisolasikan diri dari negara maju, dan tidak bersedia melakukan pertukaran dan kerja sama, dapat dipastikan ia akan tertinggal. Oleh karena itu, jika suatu negara ingin mencapai perkembangan ilmu pengetahuan yang besar, prasyaratnya adalah mewujudkan internasionalisasi.
Hampir di setiap langkah dalam proses produksi semikonduktor, Tiongkok sangat bergantung pada teknologi asing, yang hampir semuanya dikendalikan oleh pesaing geopolitiknya (Taiwan, Jepang, Korea Selatan, atau Amerika Serikat). Setelah metode pencurian teknologi terbongkar, PKT masih saja ingin mencuri teknologi dengan mengadopsi metode merekrut talenta dari negara-negara semikonduktor seperti Taiwan, Korea Selatan dan lainnya.
Namun, Tai Chih-Yen, seorang peneliti asosiasi di Institut Ekonomi Internasional dari Institut Penelitian Ekonomi Tiongkok, mengatakan kepada The Epoch Times pada 1 November bahwa dilihat dari arsitektur chip yang ada, sangat sulit untuk mengembangkan sistem yang dapat bersaing dengan Amerika Serikat. Tidak semata-mata karena ada orang yang tepat lalu perkembangan pasti terjadi.
Ia menegaskan, “saat ini Tiongkok kekurangan perusahaan perancang IC yang berkualitas tinggi. Perusahaan perancang IC perlu merancang chip yang baik dan perlu juga didukung oleh pengecoran yang baik untuk membuat chip sebelum dapat digunakan. Sekarang buntunya justru ada di sana, apalagi alat desain chip sudah dilarang ekspor ke Tiongkok. Jadi produsen chip Tiongkok mungkin hanya dapat memproduksi chip yang 14 nanometer saat ini”.
Dia mengatakan bahwa SMIC ingin menjadi OEM, tetapi hanya dapat berhasil jika ada cukup banyak perusahaan desain Tiongkok yang berkualitas untuk merancang chip. Saat ini, Tiongkok lemah dalam bidang ini, dan pangsa pasarnya di dunia juga lemah. Jadi tidak bisa mengadopsi logika segalanya akan terjadi pada tempatnya.
Brad Liao, manajer senior desain IC di Taiwan, mengatakan bahwa begitu banyak produk peralatan canggih AS yang tidak boleh dijual ke Tiongkok. Padahal aspek peralatan adalah yang paling sulit. Seiring berjalannya waktu, teknologi Tiongkok akan semakin ketinggalan apalagi jika tidak berhasil mengejarnya. Sementara semakin canggih sebuah chip maka semakin kompleks pembuatannya. Saat mendesain sebuah chip, diperlukan banyak software untuk membantu, tetapi software tersebut juga stuck sekarang. (sin)