Luo Tingting
Baru-baru ini, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Beijing mengakui bahwa virus COVID-19 saat ini merupakan virus paling umum kedua di Beijing. Berita menunjukkan bahwa Bandara Shanghai telah mulai melakukan tes PCR bagi penumpang, kode kesehatan di banyak tempat telah diberlakukan ulang dan “Dabai” (aparat ber APD) juga muncul kembali. Pemberlakukan kembali langkah-langkah pencegahan epidemi ini menyoroti keseriusan epidemi di Tiongkok dan membuat banyak masyarakat Tiongkok panik.
Tak Dapat Menutupinya, Beijing Mengakui Wabah Epidemi COVID
Pada 30 November, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Beijing merilis laporan epidemi mingguan di situs webnya. Dari 20 hingga 26 November, terdapat lebih dari 72.000 kasus penyakit menular di Beijing, dua kali lipat jumlahnya dibandingkan minggu sebelumnya. Namun demikian, kali ini jumlahnya sebenarnya dianggap tidak dilaporkan. Selain itu, dua jenis epidemi teratas di Beijing adalah influenza dan virus corona baru.
Pada 2 Desember, Wang Huaqing, kepala ahli perencanaan imunisasi di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok, mengatakan pada sebuah konferensi pers bahwa, menurut hasil surveilans multi-penyakit, virus influenza, rhinovirus, dan virus corona baru mendominasi di antara orang-orang berusia 15-59 tahun.
Pada awal 10 November, Zhong Nanshan, seorang akademisi Partai Komunis Tiongkok, secara terbuka menyatakan pada sebuah pertemuan di Guangzhou bahwa mulai November hingga Januari tahun depan, epidemi COVID akan mencapai puncaknya.
Namun demikian, media resmi Partai Komunis Tiongkok hampir tidak menyebutkan epidemi COVID. Akan tetapi, banyak netizen melakukan tes COVID. Akhirnya mereka menemukan bahwa mereka positif mengidap virus COVID. Dilaporkan bahwa pemimpin Partai Komunis Tiongkok memerintahkan agar epidemi ini ditutup-tutupi dan virus COVID tidak boleh disebutkan.
Pada 26 November, Yang Qing (nama samaran), sumber di Beijing yang dekat dengan Kantor Umum Komite Sentral PKT dan militer, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa pemimpin PKT memerintahkan pelarangan membesar-besarkan epidemi di Tiongkok. Hanya boleh disebutkan flu biasa atau nama-nama lain. Sedangkan media asing tidak diperbolehkan untuk melakukan wawancara, jangan sampai orang asing berhenti datang ke Tiongkok gara-gara COVID. Banyak rumah sakit melakukan pengujian patogen pada pasien, namun tidak ada yang disebutkan dengan COVID-19.
Ada banyak sinyalemen bahwa babak baru epidemi di Tiongkok sangat serius, rumah sakit di seluruh Tiongkok sekali lagi penuh sesak. Tak hanya dengan anak-anak, tetapi juga dengan orang dewasa dan pasien lanjut usia, yang telah membanjiri sistem perawatan kesehatan di Beijing, Tianjin, Shanghai, Hangzhou, dan tempat-tempat lain.
Pada 2 Desember, Mi Feng, juru bicara Komisi Kesehatan Nasional Partai Komunis Tiongkok (NHC), mengatakan pada sebuah konferensi pers bahwa klinik rawat jalan pediatrik di semua jenis institusi medis harus dibuka sebanyak mungkin, dengan lebih banyak klinik yang dibuka pada jam makan siang, malam, dan akhir pekan, memperpanjang jam layanan dan menambah jumlah tempat tidur rawat inap.
Namun demikian, banyak petugas kesehatan mengkritik pihak berwenang karena “berbicara dengan kata-kata kosong tetapi tidak melakukan sesuatu yang konkret”. Pasalnya, jika tanpa staf dan fasilitas, tidak mungkin untuk meringankan tekanan pada rumah sakit dan pasien. Ada yang berkata “Apakah ada langkah konkret lain untuk meningkatkan pasokan layanan kesehatan? Kita tidak bisa hanya mengandalkan dokter anak untuk bekerja lembur, bukan?”
Lainnya ada yang berkata : “Jika Anda memiliki kemampuan untuk membiarkan rumah sakit merekrut lebih banyak orang, yang lelah adalah kami, tapi bukan Anda yang duduk di kantor.”
Baru-baru ini, berita telah menyebar di internet bahwa banyak dokter ortopedi, kebidanan dan kandungan telah dikerahkan untuk mendukung pediatri dan kedokteran pernapasan. Selain itu, sejumlah besar petugas kesehatan telah terinfeksi penyakit dan terpaksa pergi bekerja dalam keadaan sakit.
Bandara Shanghai memulai Tes PCR
Ketika epidemi di Tiongkok meledak dengan cepat, berbagai tindakan anti-epidemi sekali lagi diberlakukan. Pada 1 Desember, Chairman He Xiaopeng dari Xiaopeng Motors mengunggah di sosial media bahwa ia pulang dari luar negeri melalui Shanghai dan diminta untuk melakukan tes asam nukleat segera setelah ia turun dari pesawat, dan dilakukan dengan dua swab test. Penjelasan resminya adalah sebagai tes acak, tetapi tes dilakukan untuk semua orang. Unggahan tersebut kini telah dihapus.
Beberapa netizen mempertanyakan: “Pemeriksaan mendadak bisa dimengerti, tapi apa gunanya memeriksa semua orang secara acak?”
Kode kesehatan di banyak tempat sudah kembali Aktif
Beberapa netizen di Guangdong dan Sichuan mengabarkan bahwa pada 1 Desember, kode kesehatan kembali aktif. Beberapa netizen memposting “Kode Kesehatan Guangdong” untuk wilayah Guangdong, sementara yang lain memposting kode hijau untuk “Tiket Kesehatan Sichuan Tianfu”.
Netizen yang menyampaikan kabar tersebut mengatakan kepada media bahwa kode hijau dari kode kesehatan kini dapat ditemukan kembali, hanya dapat dilihat ketika aktif menanyakannya, dan juga dapat ditemukan melalui mini program.
Komisi Kesehatan Kota Guangzhou dan hotline walikota menjawab bahwa “Kode Kesehatan Guangdong” tidak berada di bawah yurisdiksi mereka.
Selain Guangdong dan Sichuan, netizen di Beijing, Yunnan, Liaoning, Hebei dan tempat lain mengatakan bahwa kode kesehatan lokal juga telah diluncurkan kembali.
“Dabai” dan Rumah Sakit Fangcang Muncul Kembali
Pada puncak epidemi, Beijing, sebagai ibu kota dan tempat dengan kondisi medis dan kesehatan terbaik, menjadi episentrum dan wilayah yang paling terkena dampak epidemi ini.
Rumah sakit-rumah sakit besar dipenuhi pasien dan sistem medis kewalahan. Untuk mengurangi tekanan, Rumah Sakit Wanita dan Anak Universitas Peking meluncurkan Rumah Sakit Fangcang pada 22 November sebagai ruang infus sementara.
Saat ini, meskipun banyak sekolah belum mengumumkan penutupan kelas secara luas, dikarenakan terlalu banyak siswa yang terinfeksi, guru dan siswa di beberapa kelas mengambil cuti sakit dan harus meliburkan kelas.
Baru-baru ini, di Kota Sanhe, Provinsi Hebei, “Dabai” (petugas ber-APD) yang sudah lama menghilang muncul kembali. Sekelompok staf yang mengenakan pakaian pelindung memasuki kampus untuk melakukan pekerjaan desinfeksi.
Kebangkitan langkah-langkah pencegahan epidemi ini menyoroti bahwa tingkat keparahan epidemi di Tiongkok jauh lebih besar daripada yang dilaporkan secara resmi. Oleh karena itu, membuat banyak masyarakat Tiongkok panik dan khawatir bahwa pihak berwenang akan kembali menerapkan penutupan kota. “Saya tidak berani membayangkan menutup kota lagi, aku tidak tahan lagi.” (Hui)