oleh Li Li
Qiu Yongcai, seorang profesor profesor Universitas Teknologi Tiongkok Selatan berusia 40 tahun yang meninggal dunia pada 3 Desember. Sebelum meninggal ia menuliskan wasiat berisi kebenaran tentang vaksin COVID-19 yang diposting melalui WeChat untuk kalangan teman-temannya. Namun postingan tersebut segera dihapus oleh pihak berwenang Tiongkok.
Pada 4 Desember, akun dengan nama “Qiu Yongcai — Universitas Teknologi Tiongkok Selatan” tertera tulisan dari yang bersangkutan, bahwa saat ini dirinya sedang menanti untuk dimasukkan ke dalam kabin transplantasi sel induk darah yang berada dalam bangsal VIP.
Dia juga meninggalkan pesan yang berbunyi, mengapa dibawa ke mari ? Kemungkinan besar merupakan gejala sisa yang disebabkan oleh vaksin COVID-19, setelah mendapat suntikan dari jenis vaksin COVID-19 yang dilemahkan, dirinya kemudian mengalami gangguan anemia aplastik. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah seorang ilmuwan alam, profesor, dan pembimbing doktoral. Menurut beberapa literatur yang dia teliti, ia menduga bahwa penyebab dari gangguan tersebut adalah karena beberapa bahan kimia yang digunakan untuk vaksin yang dilemahkan itu menyebabkan pengrusakan terhadap daya pengenalan diri antar sel induk darah, sehingga sel T mempengaruhi pembuatan berbagai sel darah.
Pesan juga menyebutkan bahwa ia tidak tahu apakah mereka yang mengaku ahli itu telah melakukan analisis mekanisme secara rinci pada beberapa kasus gejala sisa sebelum mengeluarkan vaksin untuk disuntikkan kepada warga masyarakat ?
Pesan tersebut juga menyebutkan bahwa sudah jatuh banyak korban vaksinasi virus komunis Tiongkok (COVID-19). “Sesungguhnya semua korban sangat mengharapkan ada pejabat yang berwenang di tingkat nasional untuk tampil atau mengirimkan ahli yang berpengalaman untuk melakukan penyelidikan atau mengklarifikasi adanya, memberikan argumen eksperimental yang kuat dan efektif sebagai penjelasan bagi masyarakat”.
Netizen mengatakan bahwa ini menunjukkan bahwa “Qiu Yongcai mengalami gangguan anemia aplastik gara-gara suntikan vaksin COVID-19 yang merusak susunan sel induk darah” selain terjadi “kegagalan dalam transplantasi sel induk darah”.
Informasi publik menunjukkan bahwa Qiu Yongcai adalah seorang profesor di Universitas Teknologi Tiongkok Selatan, seorang pembimbing doktoral, dan anggota Partai Komunis Tiongkok, ia diterima dalam “Program Seribu Talenta Muda Nasional Angkatan ke-13”.
Keamanan dari vaksin COVID-19 buatan Tiongkok terus diragukan oleh sejumlah kalangan. Tahun lalu, pasien leukemia dari total 30-an provinsi, kota, dan daerah otonom di Tiongkok menerbitkan 2 surat terbuka yang isinya menyebutkan bahwa mereka menderita leukemia setelah disuntik vaksin COVID-19 buatan dalam negeri Tiongkok. Tetapi mereka justru mendapat tekanan dari pihak keamanan Tiongkok dengan alasan demi menjaga stabilitas nasional ketika mengajukan petisi kepada pihak berwenang. Selain itu, wartawan ditekan oleh pihak berwenang untuk tidak mempublikasikan masalah ini, dan pengacara pun tidak boleh menangani kasus tersebut.
Surat terbuka dari kelompok penderita leukemia gara-gara suntikan vaksin yang beredar di Internet menunjukkan, bahwa setelah menerima vaksin COVID-19 pada tahun 2021, tubuh mereka mengalami demam, berkeringat di malam hari, batuk, sakit kepala, muntah, kelelahan, diare, kesulitan bernapas dan gejala lainnya dalam berbagai tingkat. Setelah diperiksa di rumah sakit, pernyataan medis yang kita peroleh adalah “Kami semua menderita Leukimia akut”.
Surat terbuka tersebut mengungkapkan bahwa sebagian dari mereka berasal dari kota madya tingkat satu dan dua, sebagian dari kabupaten, sebagian lagi dari daerah terpencil, dan berasal dari berbagai kalangan.
Dengan usia tertua adalah 70-an dan yang termuda berusia 3 tahun. Vaksin yang diberikan sebagian besar adalah vaksin Sinovac Biotech, dan lainnya termasuk vaksin dari Beijing Biotech, Wuhan Biotech, Zhifei Biotech, Changchun Biotech dan perusahaan lainnya. Kebanyakan orang mengalami masalah setelah menerima dua suntikan, meskipun beberapa orang menerima hanya satu atau tiga suntikan. Kebanyakan orang mengalami gejala beberapa hari setelah vaksinasi dan kemudian didiagnosis oleh rumah sakit menderita leukemia, terutama leukemia limfoid akut dan leukemia myeloid akut (tulang).
Para pelapor mengungkapkan bahwa sebelum menerima vaksin, mereka dalam keadaan sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit keluarga. Tetapi sekarang, banyak dari mereka yang jatuh sakit, perlu perawatan rumah sakit, mengkonsumsi obat-obatan, suntikan, kemoterapi, dan transplantasi.
Lusinan anak-anak dalam kelompok ini kini terbaring di rumah sakit entah hidup atau mati. Menurut perhitungan konservatif, para pelapor memperkirakan bahwa jumlah orang yang menderita leukemia setelah vaksinasi seharusnya di atas 10,000 orang.
Pada 4 Januari 2021, media “Epoch Times” telah melaporkan bahwa banyak staf medis Tiongkok bersikap negatif terhadap mobilisasi vaksinasi bagi semua warga Tiongkok. Bahkan surat pemberitahuan darurat yang dikeluarkan pihak berwenang Kota Zhenjiang, Provinsi Jiangsu untuk vaksinasi ternyata tidak mendapat tanggapan positif dari pejabat PKT setempat, yang tercermin dari tidak satu pun dari mereka mendaftar.
Sebelumnya, seorang pakar vaksin asal Shanghai telah memposting tulisannya di Weibo yang menyebutkan, bahwa vaksin yang dikembangkan oleh Sinopharm, karena memiliki 73 efek samping, maka ia disebut-sebut sebagai “vaksin yang paling tidak aman di dunia”. Namun, setelah tulisan tersebut memicu perbincangan hangat, artikel tersebut langsung diblokir pihak berwenang. Sebelumnya, “Epoch Times” juga menerbitkan sebuah dokumen pencegahan epidemi untuk kalangan internal yang dikeluarkan oleh Partai Komunis Tiongkok, dengan isi yang menyebutkan, bahwa Partai Komunis Tiongkok selain mengembangkan rencana pengobatan untuk mengatasi kemungkinan reaksi negatif yang timbul dari vaksinasi COVID-19 buatan dalam negeri, namun juga secara khusus melatih rumah sakit untuk menangani reaksi alergi serius yang timbul setelah vaksinasi. (sin)