Cheng Jing
Asia Tenggara sedang menggantikan posisi Tiongkok sebagai primadona investasi bagi modal asing, tahun 2022 lalu kawasan Asia Tenggara ini telah memecahkan rekor investasi langsung modal asing sepanjang sejarah, dan mencapai 222 miliar dolar AS, dengan dipimpin AS di posisi teratas, untuk mengurangi ketergantungannya terhadap Tiongkok; diikuti oleh perusahaan Tiongkok yang memindahkan bisnisnya ke Asia Tenggara sebagai upaya melakukan ekspor dengan berbelok; sementara para pengusaha Taiwan juga banyak berinvestasi di Asia Tenggara.
Modal Asing Alihkan Investasi ke Asia Tenggara, Dipimpin Oleh AS
Menurut data yang dilansir oleh Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), selama meningkatnya gesekan perdagangan antara AS dengan Tiongkok sejak 2017 hingga 2022 lalu, sebanyak 11 negara di Asia Tenggara telah menarik investasi langsung modal asing hingga mencapai peningkatan 40%, angka ini jauh melampaui peningkatan investasi modal asing terhadap Tiongkok, Latin Amerika, dan Afrika.
AS adalah pemimpin global dalam proyek investasi modal di Asia Tenggara, menurut catatan sistem pelacakan investasi asing langsung lintas negara pada surat kabar Inggris Financial Times, antara 2018 hingga 2022, AS telah membelanjakan sebesar 74,3 miliar dolar AS untuk pembangunan pabrik dan proyek lainnya.
Investasi AS di Asia Tenggara akan difokuskan pada industri semi konduktor beserta industri terkaitnya di Singapura dan juga Malaysia. Dalam suatu pernyataan Kemenlu AS pasca kunjungan Biden ke Vietnam pada September lalu menyatakan, “Vietnam ada harapan akan menjadi rekan kerjasama AS untuk memastikan rantai pasokan semi konduktor yang beraneka ragam dan fleksibel.”
Sebagai respon, perusahaan AS seperti Marvell Technology dan Synopsys menyatakan pihaknya ingin segera berinvestasi di Vietnam. Perusahaan Amkor Technology pada Oktober lalu telah mendirikan pabrik semikonduktor di Provinsi Bac Nich di utara Vietnam. Perusahaan tersebut berinvestasi 1,5 milyar dolar AS, sasarannya menjadikannya sebagai basis produksi global terbesar bagi perusahaan AS tersebut, dan menciptakan sekitar 10.000 lapangan kerja.
Tujuan utama perusahaan AS mempercepat investasi di Asia Tenggara adalah agar mengurangi ketergantungan yang berlebihan pada rantai pasokan Tiongkok, dan mewujudkan diversifikasi rantai pasokan serta “negara sahabatisasi”. Pada Senin (27/11) lalu, Gedung Putih mengumumkan hampir 30 kebijakan baru untuk memperkuat rantai pasokan, menekankan kerjasama dengan negara sekutu, dengan ruang lingkup meliputi obat-obatan, semikonduktor, energi, dan hasil tambang krusial. Gedung Putih juga membentuk “White House Council on Supply Chain Resilience”, untuk menghindari risiko dari segi geopolitik.
Memburuknya Hubungan PKT Dengan Barat, Perusahaan Tiongkok Hijrah Ke Asia Tenggara Sebagai Upaya Membelokkan Ekspor
Di saat yang sama, investasi Tiongkok terhadap Asia Tenggara juga meningkat. Antara 2018 hingga 2022, investasi Tiongkok terhadap negara Asia Tenggara menempel ketat dengan AS dan mencapai 68,5 milyar dolar AS. Perusahaan Tiongkok terutama berinvestasi di bidang mobil listrik di Thailand, dan di bidang pertambangan di Indonesia.
Pada Juli tahun ini, Malaysia menyatakan, produsen otomotif besar asal Tiongkok Zhejiang Geely Holding Group Co., Ltd. Akan berinvestasi 10 milyar dolar AS di Negeri Perak di barat Malaysia, dengan membangun basis produksi mobil. Perusahaan tersebut juga mempertimbangkan membangun pabrik mobil listrik di Thailand. Perusahaan Tiongkok berharap di bawah kondisi memburuknya hubungan Tiongkok-AS dan Tiongkok-Eropa yang terus bersitegang ini, mereka berharap lewat pabrik-pabriknya di Asia Tenggara ini dapat terus mempertahankan ekspor ke AS dan juga Eropa.
Investasi Taiwan Terhadap Asia Tenggara Meledak, Lampaui Investasi Terhadap Tiongkok
Selain itu, investasi Taiwan di Asia Tenggara juga mengalami ledakan yang cukup berarti. Menurut data statistik Kemendag Taiwan, investasi Taiwan di Asia Tenggara tahun lalu mengalami pertumbuhan hingga 120% dibandingkan 2016, untuk pertama kalinya melampaui investasi di Tiongkok. Sedangkan bidang perdagangan melonjak 180 miliar dolar AS, atau tumbuh signifikan sekitar 80%.
Menteri Perdagangan Taiwan Wang Mei-Hua beberapa hari lalu saat diwawancarai oleh majalah Nikkei Asia menjelaskan, “Pada 2022 investasi Taiwan terhadap Asia Tenggara pertama kalinya melampaui investasi terhadap Tiongkok. Kami menilai, akibat dampak ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok, tren semacam ini masih akan terus berlanjut.”
Pada 2018, seiring semakin memanasnya perang dagang AS-Tiongkok, pemasok teknologi Taiwan mempercepat diferensiasi, dan menjauhi Tiongkok. Sementara banyak klien AS meminta para suppliernya agar membangun fasilitas produksinya di Taiwan, Vietnam, Thailand, Indonesia, dan negara Asia Tenggara lainnya.
Wang Mei-Hua menyatakan, tren tahun ini semakin berubah signifikan. Dia menjelaskan, di 9 bulan pertama 2023, investasi Taiwan di Asia Tenggara dan India mencapai 4,3 milyar dolar AS, sementara investasi di Tiongkok hanya 1,26 milyar dolar AS.
Vietnam telah menarik investor besar seperti Foxconn, Wistron, Quanta, Pegatron, Compal, dan Inventec, serta telah menjadi pusat industri elektronik. Pejabat Kementerian Ekonomi menganalisa, karena biaya tenaga kerja di Vietnam yang rendah serta keunggulannya secara geografis yang berdekatan dengan Tiongkok, ditambah lagi berbagai fasilitas insentif bagi berbagai negara, sehingga sangat membantu cepatnya peralihan basis produksi para pemasok suku cadang elektronik.
Baru-baru ini, PKT melakukan investigasi hambatan perdagangan (trade barrier, red.) terhadap Taiwan, dan menyatakan akan rampung sehari sebelum pemilu presiden pada 13 Januari mendatang. Wang Mei-Hua menunjukkan, tindakan ini “sarat akan unsur politik”. Dia memperingatkan, “Kami telah menduga tekanan ekonomi dari pihak PKT hanya akan meningkat, dan tidak akan berkurang.” (sud/whs)