oleh Luo Tingting
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Selasa (19 Desember) menetapkan strain mutan dari COVID-19 yakni JN.1 sebagai “Variant of concern” (strain mutan yang memerlukan perhatian). Dikabarkan bahwa strain JN.1 ini telah menyebar di 41 negara termasuk Tiongkok dengan tingkat infeksinya yang tinggi, sehingga menimbulkan kekhawatiran.
WHO mengidentifikasi JN.1 sebagai “Variant of concern”
WHO menyatakan dalam laporan terbarunya bahwa meskipun strain JN.1 tidak menimbulkan ancaman signifikan terhadap kesehatan masyarakat. Namun, berdasarkan bukti yang ada, penilaian tambahan risiko yang ditimbulkan oleh JN.1 terhadap kesehatan masyarakat dunia masih relatif rendah.
WHO juga menyatakan bahwa vaksin yang ada saat ini masih efektif digunakan untuk mencegah penyakit parah dan kematian yang disebabkan oleh JN.1 dan virus COVID-19 lainnya.
Laporan menunjukkan bahwa tercatat hingga 16 Desember, JN.1 telah ditemukan di setidaknya 41 negara dengan tingkat infeksinya yang tinggi. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat mengatakan, JN.1 pertama kali ditemukan di Amerika Serikat pada bulan September tahun ini. Tetapi pada 8 Desember, jenis virus ini telah menyumbang sekitar 15% hingga 29% dari kasus infeksi di masyarakat AS.
Dalam satu minggu di awal bulan Desember, prevalensi JN.1 di Singapura melonjak dari 1,4% menjadi 72,7%. Di Prancis dari 10,9% menjadi 45,5%.
Di India, lebih dari 400 orang terinfeksi virus JN.1 dalam 2 hari terakhir dengan 6 kematian baru. Di Malaysia, jumlah infeksi baru tercatat 12,757 kasus dalam 7 hari dari 3 hingga 9 Desember, meningkat sebesar 711% dibandingkan dengan jumlah yang tercatat pada awal November tahun ini.
Gadis berusia 16 tahun meninggal akibat PKT menyembunyikan informasi epidemi
Dalam beberapa bulan terakhir, infeksi massal terjadi di berbagai tempat di Tiongkok, namun PKT menyangkal adanya patogen baru dan menutupinya dengan menggunakan virus seperti pneumonia mikoplasma dan influenza. Meskipun media resmi PKT hampir tidak berfokus pada pemberitaan mengenai epidemi, namun berita yang beredar di media sosial dan internet Tiongkok menunjukkan bahwa gelombang baru epidemi di Tiongkok saat ini telah menelan banyak korban termasuk kematian.
Pada 2 Desember pagi, Mr. Qin dari Kota Yichang, Provinsi Hubei memposting di Internet Tiongkok menyebutkan bahwa putrinya yang berusia 16 tahun, sebut saja Yuanyuan (nama samaran) terinfeksi virus influenza A (kata rumah sakit). Proses penurunan kondisi kesehatannya hanya terjadi dalam 1 hari (dari demam hingga penyakit kritis), dia meninggal dunia setelah 4 hari dirawat di ICU rumah sakit.
Ketika epidemi semakin menggelora, CDC Tiongkok baru mau mengubah pernyataannya pada 15 Desember. PKT baru mengakui bahwa varian JN.1 ditemukan di Tiongkok pada bulan November tahun ini. Dan baru memberitakan bahwa ada 7 kasus infeksi JN.1 yang terdeteksi hingga 10 Desember. Namun, tidak ada warga mempercayai angka yang berbeda dengan fakta.
Dong Yuhong, seorang ahli virologi dan penyakit menular Eropa, mengatakan kepada The Epoch Times pada 18 Desember, bahwa PKT mengklaim bahwa hanya 7 kasus JN.1 yang ditemukan, angka yang tidak masuk akal.
“Dengan perkembangan (varian) yang begitu pesat di luar negeri, terdengar sangat aneh bahwa perkembangannya di Tiongkok sangat lambat, bahkan masih berada pada level satu digit. Dari perkembangan epidemi yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir kita melihat bahwa perkembangan epidemi di Tiongkok pada dasarnya hampir sinkron dengan yang di luar negeri,” katanya.
Pada 12 Desember, Wang Pengfei, seorang peneliti muda di School of Life Sciences, Universitas Fudan mengatakan kepada media “The Paper”, bahwa JN.1 memiliki kemampuan yang tinggi untuk menghindari kekebalan tubuh manusia, sehingga berpotensi memicu terjadinya suatu puncak infeksi baru di Tiongkok, itu diperkirakan akan terjadi dari bulan Januari hingga Maret tahun depan.
Dong Yuhong mengatakan bahwa penyebaran varian JN.1 ini sangat cepat, 7 hingga 8 kali lebih cepat dibandingkan dengan varian XBB asli, dan kemampuannya untuk melepaskan diri dari kekebalan juga satu tingkat lebih unggul ketimbang XBB. Dan, vaksin terbaru belum memiliki perlindungan terhadapnya.
Dong Yuhong menturkan, mutasi JN.1 ini di luar dugaan masyarakat. Ini bukanlah kemampuan yang dapat dihasilkan oleh vaksin itu sendiri. Virus ini baru bisa dihindari masuk dalam tubuh bahkan dibasmi lewat membangun kembali bagian tubuh manusia yang rusak, memulihkan sepenuhnya sistem kekebalan tubuh. Maka disebut virus ini memiliki kemampuan yang tinggi untuk menghindari kekebalan tubuh.”
“Saya pribadi berpikir bahwa dampak virus ini terhadap umat manusia sangat mengkhawatirkan, sehingga setiap orang perlu memberikan perhatian yang serius terhadapnya. Kita harus melindungi kekebalan kita selain juga memperbaiki kondisi kesehatan diri pribadi, baik itu penyakit atau berbagai tekanan, atau kekebalan tubuh yang rusak akibat berbagai racun, kita perlu membangun kembali sistem kekebalan tubuh kita agar kita dapat menghadapi varian virus baru, yang ternyata lebih luar biasa ini,” ujarnya. (sin)