Sistem medis Tiongkok menghindari penyebutan COVID-19 ketika mengklasifikasikan kematian akibat pneumonia, malah an mencantumkan infeksi lain atau penyakit bawaannya
Alex Wu
Wabah pneumonia misterius yang melanda Tiongkok terus memburuk. Penduduk di salah satu provinsi terpadat di Tiongkok mengungkapkan bahwa banyak orang telah meninggal dunia karena penyakit ini, sehingga menyebabkan lonjakan bisnis di industri pemakaman swasta setempat.
Gelombang pneumonia ini mulai terlihat menyebar di Tiongkok pada September lalu, sebagian besar terjadi pada anak-anak, meningkat pada pertengahan Oktober, dan semakin memburuk pada November, menyebar ke kelompok umur-umur lainnya dan terus menyebar ke seluruh negeri. PKT mengaitkan wabah ini dengan infeksi silang influenza, pneumonia mikoplasma, virus pernapasan syncytial, rhinovirus, dan infeksi saluran pernapasan lainnya, namun tidak menyebutkan dan meremehkan COVID-19.
Namun, masyarakat dan komunitas internasional tidak yakin bahwa wabah ini tidak ada kaitannya dengan COVID-19. Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang berkuasa mengakui pada pertengahan Desember bahwa varian baru COVID-19 yang jauh lebih menular, jenis mutan JN.1, telah beredar di Tiongkok selama beberapa bulan.
Sean Lin, asisten profesor di Departemen Ilmu Biomedis di Feitian College, seorang ahli mikrobiologi Angkatan Darat A.S., dan kontributor Epoch Times, mengatakan pada akhir November, “Para pejabat [PKT] masih menyembunyikan bahwa COVID-19 tidak pernah benar-benar hilang di Tiongkok. “
Penduduk di Provinsi Henan di Tiongkok tengah, provinsi terpadat ketiga di Tiongkok, mengungkapkan bahwa banyak orang terinfeksi dan meninggal karena wabah pneumonia, namun ada aturan tak tertulis dalam sistem medis negara untuk menghindari penyebutan COVID-19.
Kematian Meningkat Tajam
Zhou Xiang (nama samaran), seorang penduduk di kota Nanyang, Provinsi Henan, baru-baru ini mengatakan kepada The Epoch Times bahwa ada banyak penduduk setempat yang menderita demam dan pilek, semua rumah sakit setempat penuh. Meskipun banyak anak-anak yang terinfeksi, lebih banyak orang lanjut usia yang meninggal dunia karena pneumonia.
“Sekarang, mereka tidak diperbolehkan mengatakan bahwa hal itu terkait dengan COVID-19,” kata Zhou.
ia mengungkapkan, mereka menghubungkan infeksi pasien lanjut usia dengan penyakit yang mendasarinya, karena sistem medis tidak mengizinkan mereka mengatakan bahwa ada virus COVID-19. Permintaan pasien untuk melakukan tes COVID-19 semuanya ditolak, dan ketika mereka bertanya kepada dokter [kalau itu COVID-19], dokternya tidak memberitahukannya. Sebenarnya orang awam semua mengetahui kalau itu tetap COVID-19.”
Zhou mengatakan bahwa dia melihat lebih banyak berita kematian baru-baru ini di komunitasnya, kebanyakan untuk orang lanjut usia. “Ada juga anak muda dan anak-anak di antara mereka yang meninggal dunia, namun mereka biasanya tidak memiliki berita kematian, dan penanganan kematian mereka relatif sederhana. Cukup bagi kerabat dan teman untuk mengetahuinya.”
Liu (nama samaran), juga penduduk provinsi Henan, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa beberapa rekannya terinfeksi pneumonia dan gejalanya lebih serius. “Banyak anak-anak juga yang tertular, semua orang mengira ini adalah kemunculan kembali epidemi COVID-19.”
Dalam beberapa hari terakhir, Mr Mu (nama samaran), yang berasal dari Henan tetapi bekerja di Beijing, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa ia kembali ke Henan untuk menghindari wabah pneumonia di Beijing. “Epidemi di Beijing memang serius,” katanya.
Namun, ia menemukan banyak infeksi juga terjadi di Henan. Dia mengatakan dirinya mengetahui dari grup WeChat bahwa seorang guru perempuan berusia 53 tahun di Henan tiba-tiba terjatuh dan meninggal dunia, dan seorang pria berusia 49 tahun juga meninggal dengan cara yang sama. Ia menambahkan bahwa kematian seperti ini paling banyak mendapat komentar di media sosial. “Wabah COVID-19 tetap ada,” katanya.
Shao (nama samaran) di kota Xuchang, provinsi Henan, mengatakan kepada The Epoch Times bahwa banyak masyarakat setempat mengalami gejala serius bersamaan dengan demam dan pilek, dan beberapa di antaranya meninggal dunia. Ada banyak pasien yang mengalami “paru-paru putih”, yang merupakan ciri khas dari kerusakan paru-paru dan fibrosis paru yang terlihat pada kasus COVID-19 yang parah. Yang lain telah keluar dari rumah sakit tanpa pulih sepenuhnya.
“Paman saya adalah salah satunya. Ada banyak orang seperti ini di rumah sakit,” kata Shao. Ia menambahkan, setiap rumah sakit dipenuhi banyak pasien, seperti halnya pasar yang ramai.
Shao juga menggambarkan pengalamannya mendengar tentang kematian mendadak, dan situasi epidemi saat ini mengingatkannya pada wabah besar-besaran COVID-19 setahun yang lalu.
Pada Desember lalu, Partai Komunis Tiongkok tiba-tiba mengabaikan langkah-langkah pengendalian COVID-19 yang kejam dan telah diterapkan selama tiga tahun tanpa peringatan serta persiapan, sehingga menyebabkan gelombang kasus COVID-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya dan kematian yang tak terhitung jumlahnya, sehingga membanjiri rumah sakit dan krematorium.
Sementara itu, kematian mendadak dan infeksi yang memburuk juga dilaporkan terjadi di wilayah lainnya di Tiongkok.
Peng (nama samaran), seorang penduduk kota Hengyang di Provinsi Hunan di tepi selatan Sungai Yangtze, mengatakan bahwa ada 10 orang di kantornya, tiga di antaranya demam dan sedang cuti sakit, dan dua di antaranya meninggal dunia secara tiba-tiba pada bulan-bulan sebelumnya.
Seorang netizen di Provinsi Jiangsu bagian timur memposting pada 22 Desember dengan mengatakan, “Musim dingin ini sangat sulit. Anak saya mengalami demam dan batuk yang berulang dan masih sakit. Saya juga terinfeksi,” bersama dengan ibunya yang sudah lanjut usia, katanya.
Krematorium Beroperasi 24 Jam Sehari, Permintaan Kamar Duka Swasta Melonjak
Penduduk lokal di Henan mengungkapkan bahwa krematorium yang dikelola pemerintah beroperasi siang dan malam, dan jumlah pemakaman meningkat tajam.
Zhou mengatakan bahwa dia mengunjungi rumah duka dua kali dalam beberapa hari terakhir untuk menghadiri pemakaman dan memperhatikan bahwa rumah duka semakin ramai. Dia mengatakan bahwa temannya yang bekerja di rumah duka mengatakan kepadanya bahwa krematorium mereka sekarang beroperasi 24 jam sehari.
“Ada delapan krematorium di rumah duka, semuanya mengkremasi jenazah 24 jam sehari, dan cukup menakutkan,” katanya.
Dia mengatakan bahwa sebelum wabah COVID-19 tahun 2020, sebagian besar wilayah di daratan Tiongkok memiliki kebiasaan untuk tidak membakar jenazah setelah pukul 12 malam, yang disebut “tidak ada kremasi setelah tengah hari.” Namun setelah COVID-19 merebak, krematorium bekerja siang dan malam.
Zhou mengungkapkan bahwa di Kota Nanyang, selain rumah duka yang dikelola pemerintah di bawah Biro Urusan Sipil, jumlah rumah duka dan kamar jenazah swasta lokal telah meningkat secara dramatis dalam dua atau tiga tahun terakhir.
” Ruang jenazah di rumah duka yang dikelola pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam tiga tahun terakhir, banyak rumah duka swasta telah dibuka, dan bisnisnya berkembang pesat. Jumlah pemakaman lokal meningkat tajam. Sekarang, krematorium beroperasi setiap hari, dan jenazah yang menunggu untuk dikremasi dimasukkan ke dalam freezer. Butuh waktu lama menunggu dalam antrean untuk kremasi,” katanya.
“Setahu saya, setidaknya ada lima rumah duka baru yang dimiliki secara pribadi, seperti kamar jenazah pribadi. Mereka juga terdaftar di Biro Urusan Sipil.”
Fang Xiao dan Xiong Bin berkontribusi dalam laporan ini.