Yuan Bin
Setelah menjabat sebagai pemimpin tertinggi Partai Komunis Tiongkok (PKT), oleh sejumlah penasihatnya Xi Jinping telah dibuat mabuk kepayang, serta salah menilai bahwa PKT sudah besar nan kuat, dan memiliki kekuatan menantang AS dalam membentuk ulang suatu pola dunia yang baru. Maka, diplomatik serigala perang yang tidak sabaran itu pun langsung mencampakkan kebijakan rendah hati ala Deng Xiaoping, dan mulai menantang AS di segala aspek, serta selalu beradu otot dengan AS. Namun hasilnya, ternyata fakta bertolak belakang dengan harapan, bukan hanya tidak bisa menggoyahkan posisi dominasi AS di dunia, sebaliknya berakhir dengan dililit kesulitan dalam dan luar negeri.
Apa Yang Harus Dilakukan?
Terpaksa merendahkan diri, dan menunjukkan muka manis kepada AS.
Seluruh dunia mengetahui, pemimpin PKT tidak pernah mau kalah pamor, khususnya Xi Jinping yang sangat mengutamakan citra diri. Dalam satu dasawarsa terakhir, PKT terus menerus berseteru dengan AS, sekarang mau tidak mau PKT harus merendahkan diri, dan dengan secara terbuka menyatakan āTiongkok bersedia menjadi mitra, dan menjadi teman ASā. Bisa dibayangkan, betapa hal ini sangat memalukan bagi Xi Jinping. Tapi walau demikian, hal tersebut mau tidak mau harus dilakukan oleh Xi.
Dari serigala perang yang dulunya sangar, telah berubah wujud menjadi panda yang penuh senyum, perubahan ini sungguh sangat drastis. Ini menandakan Xi Jinping memiliki titik kelemahan, dan kelemahan Xi Jinping juga merupakan kelemahan PKT. Apa kelemahan Xi Jinping dan PKT? Singkat kata, masih sangat bergantung pada AS, tidak berani berinisiatif menutup pintu pada AS, dan tidak berani benar-benar menutup pintu negaranya (seperti yang telah didengung-dengungkan selama 2-3 tahun terakhir, Red.).
Harap perhatikan hal ini, inilah perbedaan terbesar antara Xi Jinping dengan Kim Jong-Un. Korea Utara hanya sebuah negara kecil, dan tidak memiliki kekuatan untuk menantang AS apalagi merebut hegemoni dunia. Bagi Kim Jong-Un, yang paling penting bukanlah ekspansi ke luar, melainkan bagaimana menjamin kekuasaan penuh atas Korea Utara tetap ada di tangan keluarga untuk selamanya, dan untuk mencapai tujuan ini, satu-satunya cara adalah dengan menutup gerbang negaranya.
Xi Jinping tidak akan puas hanya menjadi seorang Kim Jong-Un di Tiongkok saja, nafsunya jauh lebih besar daripada Kim Jong-Un, Xi tidak akan puas hanya dengan menguasai satu Tiongkok saja, ācita-cita agungā Xi adalah melenyapkan kapitalisme, membebaskan seluruh umat manusia, dan menjadi penguasa tunggal dunia. Sebenarnya, ini juga bukan hanya ambisi Xi seorang, melainkan ambisi bersama para pemimpin PKT, dan merupakan ambisi PKT. Karena PKT menganut Marxisme-Leninisme, sasaran akhir paham sesat ini adalah untuk membebaskan umat manusia, dengan menancapkan panji komunismenya di setiap penjuru dunia.
Sebelum membebaskan seluruh umat manusia dan menjadi hegemon dunia, maka pertama-tama harus lebih dulu mengalahkan Amerika Serikat. Perbedaan Xi Jinping dengan para pemimpin PKT terdahulu adalah, setelah Xi naik takhta ia merasa dunia sedang mengalami perubahan milenial yang drastis dimana āTimur bangkit, Barat anjlokā, kekuatan PKT sudah cukup besar untuk menantang AS, serta tidak perlu lagi selalu rendah hati, sementara Deng Xiaoping dan para pemimpin PKT terdahulu merasa untuk sementara waktu PKT masih belum mampu beradu otot dengan AS, masih harus bertindak low profile, dan tidak sesumbar.
Namun yang membuat Xi Jinping kesal adalah, setelah satu dekade berseteru dengan penuh ambisi dengan AS, namun mau tidak mau harus mengakui bahwa dirinya telah salah menafsir tren dunia, PKT memang belum memiliki kemampuan untuk bisa menandingi kekuatan AS. Pada saat Trump menjadi presiden, walaupun dimulai perang dagang dengan PKT yang membuat PKT sangat kesakitan, tapi mereka masih saja bersikeras, tidak mengaku kalah, dan dengan nekat terus berseteru dengan AS.
Setelah Biden menjadi presiden, Biden menggandeng negara demokrasi lainnya untuk mengepung PKT secara serempak, dan memperkuat tekanan terhadap PKT dari segala aspek, khususnya memblokir PKT di bidang iptek canggih, dan yang paling tipikal adalah membatasi ekspor cip pada RRT. Beberapa tahun terakhir ini, PKT jelas tidak mampu lagi menangkis serangan ini. Bila tidak kuat lagi menangkis mengapa Xi Jinping tidak menutup gerbang negaranya saja? Sebelumnya bukankah Xi terus menggembar-gemborkan soal āsirkulasi dalam negeriā? Menurut penilaian penulis, bagaimana pun Xi membesar-besarkan āsirkulasi dalam negeriā, ia tidak akan pernah menutup pintu negeri Tiongkok terhadap negara Barat.
Mengapa?
Hal ini sangat ditentukan oleh kepribadian Xi Jinping dan karakteristik PKT sendiri. Coba bayangkan, apakah Xi dan PKT akan membatalkan ambisi mereka menguasai dunia? Tentu tidak, kecuali matahari terbit dari barat. Untuk menjadi hegemon dunia, maka harus mengalahkan AS. Untuk menaklukkan dan menggantikan AS, maka harus mampu mengalahkan kemampuan AS, khususnya dalam hal teknologi tinggi harus bisa melampaui AS. Sedangkan hanya mengandalkan kemampuan PKT sendiri tidak akan mungkin dapat mencapai hal ini, dan Xi Jinping sangat memahaminya.
Adakah cara lain? Ada. Secara konkrit, menggoda dengan keuntungan, dan menarik negara Barat khususnya AS untuk terus āmentransfusi darahā bagi PKT, agar PKT bisa menyalip di tikungan dalam bidang teknologi mutakhir. Ini adalah satu-satunya cara. Hanya dengan cara ini, PKT baru dapat memimpin di bidang iptek, baru dapat bersama AS memperebutkan hegemoni dunia. Dengan kata lain, jika PKT hendak menaklukkan AS, maka harus menjadi rekan dan teman AS terlebih dahulu, tidak ada jalan lain. Di satu sisi ingin menaklukkan AS, di sisi lain mau tidak mau harus mengandalkan AS, bukankah ini merupakan titik kelemahannya?
Sekarang apabila menoleh lagi ke belakang, yang dulu disebut-sebut Xi Jinping dengan āsirkulasi dalam negeriā bukan berarti hendak menutup gerbang negaranya, dan memutus hubungan dengan negara Barat khususnya Amerika, melainkan agar dapat mengantisipasi decoupling dengan PKT yang dipimpin oleh Barat/ AS. Dengan kata lain, āsirkulasi dalam negeriā itu sebenarnya adalah jalan keluar yang dipersiapkan oleh Xi begitu situasi seperti itu terjadi.
Segala tindakan yang dilakukan PKT belakangan ini demi meredakan ketegangannya dengan AS, termasuk dengan kembali menyebut reformasi keterbukaan, semua itu semakin menyingkap kelemahan Xi dan PKT kepada pihak luar. Terhadap hal ini, juga terlihat jelas oleh pemerintah Biden.
Yang melegakan adalah, walaupun Xi berulang kali merendahkan diri dan mencoba bersahabat dengan AS dengan membesar-besarkan hubungan baik RRT-AS, serta mencoba mencekoki para oposisi AS dengan pujian yang memabukkan, tapi AS yang telah kenyang dengan berbagai tipu muslihat PKT itu tidak mudah terpancing lagi oleh PKT yang titik kelemahannya telah terlihat jelas dan sudah dicengkeram oleh AS itu, selanjutnya masihkah bisakah ia semena-mena? Mari kita nantikan kelanjutannya. (sud/whs)