oleh Liang Dong dan Chen Li dari NTD Weekly News
Dalam konflik Israel-Hamas baru-baru ini, angkatan bersenjata Houthi Yaman telah mengambil keuntungan dari kekacauan tersebut dan sering menyerang kapal-kapal komersial di Laut Merah, yang mana sekarang telah berkembang menjadi hampir “serangan tanpa pandang bulu” terhadap semua kapal sipil. Amerika Serikat dan lebih dari 20 negara lainnya telah mengeluarkan pernyataan bersama untuk melindungi keamanan jalur pelayaran di Laut Merah. Mengapa Houthi memiliki kemampuan seperti itu? Dan, apa tujuan para pelaku di balik serangan-serangan tersebut? Mari kita simak analisis dan laporannya.
Mengingat situasi keamanan yang memburuk, lebih dari sepuluh perusahaan pelayaran internasional telah mengumumkan penangguhan transit melalui Laut Merah, termasuk Perusahaan Pengiriman Mediterania yang berbasis di Swiss, CMA CGM Prancis, Grup Maersk Denmark, Hapag-Lloyd Jerman, Evergreen Taiwan, Yangming , Wanhai, dan BP.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan kepada wartawan di Israel pada 15 Desember bahwa Iran berada di belakang Houthi dan Iran bertanggung jawab atas serangan yang terjadi.
“Ketika Houthi menarik pelatuknya, Iran memberikan mereka senjata. Iran mempunyai tanggung jawab untuk mengambil tindakan sendiri untuk menghentikan serangan-serangan ini,” kata Jake Sullivan.
Amerika Serikat sebelumnya menyatakan sedang mempertimbangkan untuk memasukkan kembali kelompok Houthi sebagai “organisasi teroris”.
Pada 19 Desember, Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin bertemu dengan Raja Bahrain di Manama dan mengumumkan peluncuran “Operasi Penjaga Kemakmuran” untuk bersama-sama menjaga perdamaian di Laut Merah dan menanggapi ancaman dari organisasi Houthi di Yaman.
“Pagi ini, di bawah perlindungan Pasukan Gabungan Maritim dan di bawah pimpinan Satgas 153, kami melancarkan Operasi Penjaga Kemakmuran,” ujar Llyod Austin.
Ini adalah aliansi keamanan multinasional penting yang mencakup lebih dari 20 negara untuk melakukan patroli militer bersama di Laut Merah dan Teluk Aden.
Di bagian selatan Laut Merah, sekitar 400 kapal dagang melewatinya sekaligus.
Kelompok bersenjata Houthi tidak hanya terus menyerang kapal kargo yang melewati Laut Merah, tetapi juga meluncurkan rudal ke Israel. Kelompok ini juga mengancam tidak akan menghentikan serangannya kecuali Israel berhenti memerangi Hamas.
Pejabat AS yang mendampingi Austin dalam perjalanan tersebut mengatakan bahwa di bawah misi baru tersebut, kapal perang tersebut akan memberikan perlindungan bagi sebanyak mungkin kapal selama jangka waktu tertentu.
Saat Austin mengunjungi Israel sehari sebelumnya, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan apresiasinya.
“Ini adalah pertempuran melawan poros Iran, poros teror Iran, dan sekarang ancaman penutupan Selat Bab el-Mandab mengancam kebebasan navigasi seluruh dunia. Saya memuji Anda karena mengambil tindakan untuk membuka Selat tersebut,” kata Netanyahu.
Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron bertemu dengan Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna di Paris pada 19 Desember. Kedua Pihak memutuskan untuk memperkuat kerja sama dan mengkoordinasikan tindakan dengan sekutu untuk menghentikan serangan bersenjata Houthi di Laut Merah.
“Kami tahu bahwa Houthi, yang seringkali didukung oleh Iran, telah meluncurkan rudal, mengerahkan drone, dan menyita kapal selama beberapa minggu terakhir, dan ini harus dihentikan,” ujar Colonna.
Cameron mengatakan kunci gencatan senjata antara Israel dan Hamas adalah Israel tidak lagi terancam oleh roket dan tindakan pembunuhan Hamas.
Pada 19 Desember, mantan penasihat Presiden AS Bush, Dan Senor secara terbuka menyatakan di sebuah program TV bahwa Hamas, Hizbullah Lebanon, dan angkatan bersenjata Houthi Yaman semuanya adalah organisasi teroris yang didukung oleh Iran dan di belakangnya adalah Iran ada Rusia dan Partai Komunis Tiongkok. .
Lee Smith, pembawa acara program Epoch Times berbahasa Inggris “Beyond the Target,” adalah seorang jurnalis senior dan menerbitkan buku-buku yang membahas politik Timur Tengah dan kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah.
Ia menganalisis, konflik ini telah meluas hingga ke Laut Merah dan berdampak pada negara-negara lain. Di balik konflik tersebut terdapat dukungan Iran dan niatnya untuk menyerang Amerika Serikat.
“Iran melakukannya dengan Hamas di Gaza, Iran melakukannya dengan Hizbullah di Lebanon, dan Iran melakukannya dengan Houthi di Yaman. Musuh utama Houthi adalah Arab Saudi, sekutu AS lainnya. Jadi Anda lihat, apa yang terjadi di seluruh Timur Tengah adalah bahwa Iran menemukan mitra yang berbeda untuk menyerang Amerika Serikat dan sekutu AS, apakah itu Saudi, apakah itu Israel. Jadi, ini benar-benar bagaimana Iran membayangkan situasi dunia, bahwa Iran menyerang Amerika Serikat,” ujar Lee Smith.
Gedung Putih mencatat bahwa Teheran telah menyediakan pesawat tak berawak dan rudal serta intelijen taktis kepada Houthi. Dan Iran adalah sekutu Partai Komunis Tiongkok, yang keduanya berusaha melemahkan Amerika Serikat.
“Saya rasa Komunis Tiongkok tidak senang dengan hal ini. Iran, melalui Houthi, telah mengguncang kepercayaan dunia karena AS tidak melakukan perlawanan. Apa pun yang secara strategis melemahkan AS adalah kemenangan tidak langsung bagi Komunis Tiongkok,” kata Lee Smith.
Ketika serangan di Laut Merah terus berlanjut, Gedung Putih pada 22 Desember menuduh Iran terlibat erat dalam serangan Houthi terhadap kapal-kapal dagang dan sedang mempertimbangkan tanggapan yang lebih keras yang tidak mengesampingkan tindakan militer. (Hui)