ErabaruNews – Kementerian Perdagangan Tiongkok mengumumkan pelaksanaan sanksi Dewan Keamanan PBB kepada Korea Utara yang dikeluarkan sekitar setengah bulan lalu. Seperti dikutip dari NTDTV.com, Sabtu (6/1/2018).
Tiga Hari lalu, media Amerika Serikat merilis sebuah berita tentang bocornya ‘dokumen rahasia’ Partai komunis Tiongkok (PKT). Meskipun belum mendapatkan konfirmasi kebenarannya, karena dokumen tersebut membahas isi transaksi rahasia Tiongkok-DPRK (rezim Korea Utara) yang bertolak belakang dengan resolusi PBB, maka mendapat perhatian luas dunia Internasional.
Isi pengumuman Kementerian Perdagangan Tiongkok menyebutkan bahwa pihaknya bersama Dinas Bea Cukai dalam pelaksanaan sanksi terhadap DPRK baru-baru ini akan menerapkan ; Larangan ekspor biji besi, baja dan logam lainnya, mesin industri dan kendaraan pengangkut ke DPRK.
Masing-masing negara setiap tahunnya tidak mengekspor minyak mentah ke DPRK melebihi jumlah 4 juta barel atau 525.000 ton, dan tidak lebih dari 500.000 barel produk minyak sulingan. Selain itu larangan impor produk makanan dan pertanian, magnesium, bebatuan, kayu, mesin, peralatan listrik dan kapal dari Korea Utara.
Langkah-langkah yang tercantum dalam pengumuman tersebut berasal dari resolusi 2397 yang diadopsi oleh Dewan Keamanan PBB pada 22 Desember 2017 lalu.
Pasokan minyak sebesar 4 juta barel per tahun pada dasarnya berasal dari jaringan pipa minyak yang dipasang pada wilayah perbatasan Tiongkok-Korea Utara. Pejabat Tiongkok selalu menghindari pengakuan soal keberadaan pipa tersebut, termasuk jumlah minyak mentah yang disalurkan ke Korut.
Mereka juga selalu menolak permintaan pemerintah AS untuk menutup kran pipa atau menghentikan penyaluran minyak.
Selain itu, Resolusi 2397 juga mensyaratkan bahwa semua negara anggota PBB memiliki hak untuk menahan dan melakukan pemeriksaan terhadap kapal-kapal yang sedang berlabuh atau berada pada perairan teritorial negara tersebut. Jika Negara bersangkutan, mencurigai kapal akan menyelundupkan komoditas yang dilarang oleh resolusi menuju Korea Utara.
Namun, pengumuman Kementerian Perdagangan Tiongkok tidak menyebutkan apakah akan melaksanakan persyaratan tersebut.
Akhir bulan lalu, Amerika Serikat membeberkan bukti citra satelit yang menangkap sejumlah kapal milik Tiongkok dan Rusia. Mereka sejak Oktober 2017 kerap membantu Korea Utara menyelundupkan minyak dan kargo-kargo lainnya.
Setelah itu, Korea Selatan dalam waktu tidak bersamaan menangkap dua kapal yang diduga melakukan penyelundupan komoditas ke DPRK, yaitu kapal Panama ‘KOTI’ dan kapal Hongkong ‘Fang Xiang Yong Jia’. Media asing menyebut kedua kapal itu berafiliasi dengan perusahaan Tiongkok.
Media Korea Selatan memberitakan bahwa selain kedua kapal itu, masih ada 4 kapal milik Tiongkok lainnya yang diregistrasi di negara lain kini sudah berada dalam pengawasan AS.
Banyak perusahaan Tiongkok menggunakan kapal berbendera negara lain untuk melanjutkan misi perdagangan mereka dengan Korea Utara dan menghindari terkena sanksi PBB. Namun otoritas Beijing terus menghalangi masuknya kapal-kapal tersebut ke dalam daftar hitam DK PBB.
Media Jepang juga mengungkapkan, Rusia dan Tiongkok berpura-pura mendukung resolusi padahal menghalangi pelaksanaannya, dengan diam-diam menyalurkan minyak ke DPRK. Sejak bulan Juni tahun lalu, mereka telah membangun saluran pipa yang digunakan untuk menyelundupkan minyak ke DPRK.
Mengapa pengumuman Kementerian Perdagangan tersebut tiba-tiba dikeluarkan setelah resolusi PBB itu berjalan selama setengah bulan? Motivasinya jadi perlu dipertanyakan.
Pada 2 Januari ‘Washington Free Beacon’ merilis berita tentang penemuan ‘dokumen rahasia’ PKT yang menyebutkan bahwa PKT bersama Rusia akan terus mendukung rezim Pyongyang dengan segala cara. Pihak Tiongkok sementara ini tidak akan menuntut Korea Utara untuk menghentikan program pengembangan senjata nuklir.
Asalkan menghentikan uji coba senjata nuklir, Tiongkok akan memberikan bantuan ekonomi dan militer kepada DPRK. Juga tidak akan membatasi perdagangan ilegal yang dilakukan lewat pihak ketiga.
Laporan tersebut langsung menarik perhatian masyarakat internasional. Pejabat Deplu AS langsung menyikapi dengan sandi ‘dalam perhatian serius’. Bahkan sejumlah komentar munuduh Tiongkok beretiket buruk, melanggar sendiri ucapannya yang menghendaki denuklirisasi semenanjung.
Namun, Deplu Tiongkok kemudian menanggapi kejadian ini dengan mencela dokumen tersebut palsu. Sejumlah media baik resmi maupun corong partai semua menyimpulkan bahwa dokumen itu palsu.
Banyak juga media yang menulis : Kebenarannya diragukan. Benar atau tidak sampai sekarang masih ramai dibahas netizen Tiongkok.
Analis media Hongkong ‘on.cc’ mengatakan, ‘kekuatan luar negeri’ membuat dokumen palsu dengan maksud memicu otoritas Washington memberikan sanksi kepada otoritas Beijing, lebih mengharapkan hubungan AS – Tiongkok jadi memburuk.
Sedangkan komentator politik NTDTV, Tang Jingyuan percaya bahwa dokumen tersebut mungkin saja muncul akibat sengketa tajam dalam Zhongnanhai. Terlepas dari benar atau palsu, yang pasti dokumen itu akan memalukan otoritas Beijing atau Xi Jinping dan melemahkan usaha Beijing untuk memperbaiki hubungan dengan Washington. (NTDTV/ Huan Yu/Sinatra/waa)