Tujuh Pelayaran Cheng Ho Rampungkan Misi Pelayaran, Berkat Kekuatan Mukjizat di Baliknya 

Rong Naijia

Sejak tahun ketiga masa pemerintahan Kaisar Yongle (1403-1424) dari Dinasti Ming, Chéng Ho [Bahasa Mandarin Standard: Zheng He, dibaca: ceng he (e dua-duanya dibaca seperti: enam), red.] telah merampungkan 7 kali misi pelayarannya ke Samudera Barat (6 kali di masa pemerintahan Kaisar Yongle, dan 1 kali di masa pemerintahan Kaisar Xuande), jarak pelayarannya mencapai lebih dari 100.000 Li (satuan jarak Tiongkok kuno, setara 70.000 mil laut, red.), serta memakan waktu 28 tahun, dan sepanjang pelayarannya, walaupun menemui amukan ombak serta kesulitan besar, tetapi selalu dapat dilaluinya dengan selamat. 

Di samudera luas, armada kapal Cheng Ho membentangkan layar setinggi mungkin, siang dan malam menembus deburan ombak ganas tiada henti, mengapa mereka, demi menunjukkan kewibawaan tinggi Kekaisaran Tiongkok, bisa sekali demi sekali merampungkan misi bersejarah tersebut ibarat semudah menapak di jalan datar, sehingga tercapai kemegahan akbar semua kerajaan dari segala penjuru berdatangan sowan ke negeri Tiongkok kala itu?

Cheng Ho Mendirikan Prasasti Mukjizat Tianfei 

Di balik keberhasilan Cheng Ho menyelesaikan misi bersejarah, sesungguhnya berkat bantuan uluran mukjizat yang luar biasa! Di tengah amukan ombak yang seolah tak bertepi, ia berulang kali melihat Dewi Mazu membantunya dengan menunjukkan kesaktiannya. 

Sebagai ungkapan rasa terima kasihnya atas perlindungan sang Dewi, ia memohon kekaisaran agar membangun Kuil Tianfei (Kuil Dewi Mazu). Pada tahun keenam pemerintahan Kaisar Xuande (1426-1435), ia mencatatkan mukjizat yang diperlihatkan Dewi Mazu kepadanya dalam Prasasti Mukjizat Tianfei, yang diukir diatas batu, prasasti itu kemudian ditancapkan di Kuil Tianshen di sungai Long (Long Jiang) Nanjing.

Pada prasasti itu, Cheng Ho mengisahkan mukjizat yang dialaminya sendiri sebagai berikut:

Sejak tahun ketiga masa pemerintahan Kaisar Yongle (1406), saya (Cheng Ho) menerima titah dari sang Kaisar berlayar ke Samudera Barat (Samudera India, Red.), hingga kini telah tujuh kali merampungkan misi tersebut. Sudah banyak kerajaan yang telah saya kunjungi, meliputi Kerajaan Champa (Sanskrit: Campanegara, red.), Kerajaan Jawa (Sanskrit: Yavadvipa; atau Yawadwipa, red.), Kerajaan Sriwijaya (Sanskrit: Srivijaya, red.), Kerajaan Thailand (Sanskrit: Sayam, atau Barat menyebutnya Siam, red.), melintasi sampai mencapai Kerajaan Ceylon (sekarang Srilanka, red.) yang ada di selatan India, Kerajaan Calico (Bahasa Malayalam, bahasa resmi negara bagian terselatan India: Kozhikode. red.), Kerajaan Cochin (sekarang Kochi, India, red.), sampai ke barat meliputi Kerajaan Ormuz (sekarang Hormuz, red.), Kerajaan Aden, Kerajaan Maqadishu (sekarang Mogadishu, Somalia, red.), dan lain-lain, negeri besar maupun kecil mencapai lebih dari tiga puluh kerajaan, dengan jarak tempuh pelayaran mencapai lebih dari seratus ribu Li.

Replika kapal Cheng Ho yang berlayar ke Samudera Hindia; panjang kapal 136 meter, lebar 59 meter, memiliki 9 buah tiang, 12 bidang layar, dan dapat mengangkut 600 orang, merupakan kapal layar terbesar di dunia di masa itu. (Bai Yashi/Epoch Times)

Menatap samudera yang luas, ombak raksasa yang menggulung, dan menjulang setinggi gunung, menyongsong negeri asing nun jauh itu, ibarat ujung langit yang terpisah oleh kabut samar-samar. Akan tetapi, layar di kapal kami telah terbentang tinggi, siang malam tiada henti menerobos gejolak ombak, ibarat melaju di jalan lebar yang datar. Ini sungguh berkat dan rahmat bawaan imperium kami, khususnya adanya perlindungan dari Dewi Tianfei. 

Kekuatan Dewi yang sakral telah ada sejak dahulu kala, tapi kali ini benar-benar telah ditunjukkan. Kadang kala di tengah samudera luas itu kami menemui angin topan dan ombak menggelora, tetapi berkat sinar ajaib sang Dewi di atas tiang layar, begitu sinar dewata itu terlihat, bahaya pun tersingkir, meskipun di tengah kesulitan teramat dahsyat kami tanpa rasa takut dan cemas. Saat kami tiba di negeri asing, raja negeri asing yang tidak mau tunduk dapat ditangkap, dan invasi suku barbar dapat dimusnahkan. Sehingga jalur laut itu relatif tenang, semua itu adalah berkat dari Sang Dewi.

Cheng Ho mengatakan dengan mengandalkan bantuan berupa kuasa perlindungan dari Dewi Tianfei, membuat dirinya dapat menyelesaikan tujuh kali misi, maka diajukan permohonan membangun kuil, lalu keajaiban tersebut dipahat di atas batu, serta berharap agar kisah tersebut diperingati dan diwarisi selamanya, sebagai wujud syukur atas perlindungan dari Dewi Tianfei.

Tianfei = Mazu

“Mazu (dalam klenteng di Jawa biasa disebut Mak-co, Red.)” adalah dewi laut dalam legenda, kekaisaran menyebutnya “Tianfei” (artinya ratu langit, red.). Kepercayaan terhadap Mazu sudah diwarisi sejak zaman Dinasti Song oleh kalangan rakyat maupun pemerintah kekaisaran. Menurut legenda Mazu mengenakan jubah klasik merah serta menaiki tikar, dan banyak menyelamatkan kapal dan para awaknya yang mengalami naas di samudera.

Gelar Kehormatan oleh Berbagai Dinasti

Gelar Tianfei paling awal sudah ada sejak tahun ke-18 (tahun 1281) masa Zhiyuan pada pemerintahan Dinasti Yuan (etnis Mongol sebagai penguasa Tiongkok, Red.) oleh Kaisar Kubilai Khan. Selain itu terdapat pula puluhan catatan sejarah resmi terkait pemberian gelar kehormatan bagi Mazu, yakni: Pada tahun ke-4 (1122 Masehi) masa pemerintahan Kaisar Huizong dari Dinasti Song; tahun ke-5 (1372 Masehi) masa pemerintahan Kaisar Hongwu dari Dinasti Ming; juga di tahun ke-19 (1680 Masehi) masa pemerintahan Kaisar Kangxi dari Dinasti Qing.

Mengarak Mazu: Para tokoh setempat dari berbagai kalangan mengarak Dewi Mazu dengan tandu. (sumber: pemerintah kabupatan Miaoli)

Kemunculan Tianfei

Literasi paling kuno terkait Mazu dalam “Catatan Rekonstruksi Kuil Leluhur Shengdun dan Kuil Shunji” (tercatat pada tahun ke-20 era Shaoxing masa Dinasti Song Selatan ditulis oleh Liao Pengfei, tahun 1151 Masehi), Mazu bermarga Lin, yang merupakan seorang wanita penduduk Pulau Meizhou di Provinsi Fujian, menurut legenda dirinya terlahir dengan kemampuan supranatural yakni, “sesosok dewi yang mampu berkomunikasi dengan Langit…dan dapat meramal berkah maupun bencana di tengah umat manusia”.

Pada tahun ke-5 (1123 Masehi) masa pemerintahan Kaisar Huizong Dinasti Song, seorang pejabat bernama Lu Yundi yang diutus ke Goryeo (sekarang Korea, red.), saat melalui Laut Timur, kapal Lu Yundi diterpa angin topan dan ombak besar, 8 kapal armada tersebut saling bertabrakan yang mengakibatkan 7 di antara kapal tersebut karam. Hanya kapal yang ditumpangi oleh Lu Yundi saja yang tidak tenggelam, waktu itu awak kapal melihat pada tiang layar ada dewi yang menari sambil berputar mengawal dan melindungi kapal, maka kapal itu pun selamat. Para awak mengatakan bahwa ini adalah berkat Dewi Meizhou yang telah menampakkan mukjizatnya, maka sekembalinya Lu Yundi ke negerinya ia memohon kepada kekaisaran, agar memberikan plakat gelar “Kuil Shun Ji”.

Sastrawan Dinasti Ming Bernama Zhang Xie dalam karyanya “Dong Xi Yang Kao” (45 Tahun semasa pemerintahan Kaisar Wan Li dari Dinasiti Ming, 1617 Masehi) mencatat lebih banyak kisah terkait, disebutkan kediaman Tianfei terletak di Pulau Meizhou di lepas Pantai Putian, ayahnya adalah Raja Fujian generasi kelima bernama Lin Yuan, ibunya bermarga Wang, Tianfei adalah putri keenam dalam keluarga mereka, dilahirkan pada tanggal 23 bulan ke-3 tahun Jianlong Dinasti Song (21 April 960 Masehi). Saat baru dilahirkan, tubuhnya berwarna keunguan, memancarkan cahaya berkah, dan harum semerbak menyebar ke seluruh rumah. Sejak kecil dia sudah memiliki kemampuan supranatural, menguasai ilmu rahasia, dan dapat meramal dengan tepat. Tianfei tidak menikah, pada usia 27 tahun dia moksha.

Mukjizat Tianfei Menyelamatkan Manusia

Mukjizat Tianfei kerap terjadi di laut, pada saat kaum pelayar mengalami angin ribut dan ombak besar, dan berdoa kepada Tianfei meminta pertolongan, terkadang dikabulkan. Jejak mukjizat Tianfei menyelamatkan manusia tidak hanya terjadi pada rakyat jelata, juga terjadi pada para pejabat. Selain melindungi Cheng Ho dalam pelayaran menjalankan misinya, pejabat Dinasti Ming maupun Dinasti Qing di saat berlayar juga mendapat pertolongan mukjizat dari Tianfei, hal tersebut juga tercatat pada kitab sejarah.

Duta Dinasti Ming Mengalami Bencana, Diselamatkan oleh Tianfei

Di era Renchen (1532 Masehi) masa pemerintahan Kaisar Jiajing dari Dinasti Ming, sang kaisar mengirim utusan bernama Chen Kan bersama wakilnya yang bernama Gao Cheng ke Pulau Ryukyu (Jepang), untuk memberikan gelar bagi putra mahkota dari Raja Sho Shin penguasa kerajaan Chuzan untuk melanjutkan takhta. Kapal kekaisaran mereka melakukan ritual pemujaan Tianfei, seluruh awak kapal ikut berdoa dengan khusyuk. Pada bulan delapan, Chen Kan dan rombongan telah berlayar sejauh puluhan ribu Li, ketika kapal akan segera memasuki wilayah Ryukyu, laut tiba-tiba mengganas, ombak menjulang tinggi menerjang kapal, air laut segera memenuhi kabin kapal. Puluhan awak kapal berusaha keras membuang air dengan timba, tapi tidak berhasil. Terlihat kapal sangat berbahaya, semua orang meratap, “Kapal sudah tidak bisa bertahan lagi.”

Chen Kan dan rombongan tidak tidur sepanjang malam, mereka merangkak di dalam kabin, dengan gemetar berkata, “Kapal sudah hampir karam, cepat berdoa meminta pertolongan Dewi Tianfei!” Lalu semua awak kapal pun menyerukan nama kehormatan “Tianfei” bersama-sama, dan memotong rambut sebagai bukti kesungguhan hati mereka. Akhirnya, angin pun reda dan laut kembali tenang, awak kapal buru-buru menambal kebocoran di tubuh kapal, pada akhirnya kapal tiba di Ryukyu dengan selamat.

Setelah Chen Kan dan Gao Cheng merampungkan misi penobatan itu, mereka pun berlayar kembali pulang. Akan tetapi di tengah malam, tiba-tiba laut kembali mengganas disertai angin dan hujan deras, kali ini bahkan tiang layar dan kemudi kapal pun patah, seluruh awak sangat ketakutan. Lalu ada yang berkata, “Kita dapat terus melanjutkan perjalanan hanya mengandalkan tiang layar dan kemudi, sekarang keduanya telah rusak, kita ditakdirkan akan mati disini.” Semua orang menangis tak berdaya, di saat genting itu, mereka kembali menyerukan nama kehormatan “Tianfei”, dan memohon pertolongannya.

Tak lama kemudian, mendadak muncul seberkas cahaya merah, ibarat sebuah cahaya turun dari langit melayang ke arah kapal kerajaan, semua orang bersorak kegirangan, mereka percaya “Tianfei” telah datang, ada harapan mereka akan terselamatkan. Ternyata benar, tak lama kemudian laut menjadi tenang. Keesokan harinya, langit masih dipenuhi awan, para awak kapal berunding apakah perlu mengganti kemudi, tetapi ragu-ragu. Maka mereka pun membuat permohonan meminta petunjuk Tianfei, dan akhirnya telah mendapatkan persetujuan.

Di saat laut sedang tenang itu, mereka mendapat bantuan dewa, dan berhasil mengganti kemudi kapal dengan lancar tanpa halangan. Ketika langit terang, kapal akhirnya tiba di Provinsi Fujian. Pengalaman ini memberitahu masyarakat terutama di sepanjang pesisir Tiongkok bahwa dewa memiliki kemampuan yang luar biasa, dan dapat menyelamatkan dari bahaya, serta menolong makhluk hidup. [sumber: “Gujin Qiwen Leiji (catatan anekdot kuno dan modern)” kitab kedua]

Pejabat Utusan Dinasti Qing Alami Bencana, Dewi Tianfei Turun

Di masa Dinasti Qing, pada tahun ke-2, tahun ke-22, dan tahun ke-58 masa pemerintahan Kaisar Kangxi, pejabat yang menjadi utusan Kaisar Kangxi untuk menobatkan takhta, juga mengalami angin ribut dan terpaan ombak, ada yang bagian lunas kapal patah menjadi dua, tiang layar patah, setelah para pejabat berdoa kepada Tianfei, mereka dapat kembali dengan selamat.

Pada tahun ke-62 (1797 Masehi) di masa pemerintahan Kaisar Qianlong, pejabat Hanlin Academy bernama Zhou Huang menerima titah kaisar untuk memberikan gelar raja ke Negara Ryukyu. Saat berlayar di laut lepas, mendadak kapal yang ditumpangi mengalami bencana angin topan. Angin yang berhembus kencang menyeret kapal hingga ke tengah pusaran angin hitam, seketika itu langit menjadi gelap. Menurut cerita rakyat setempat, jika terseret ke dalam parit ini (sekarang Palung Okinawa) hampir tidak mungkin bisa selamat.

Pemilik kapal saat melihat kondisi ini, merasa tidak ada lagi harapan untuk hidup, lalu menangis sejadi-jadinya. Akan tetapi pada saat itulah, mendadak dari permukaan air terlihat banyak sekali cahaya merah, dan menerangi sekeliling mereka. Seluruh awak nyaris histeris saking gembiranya, mereka langsung berlutut dan berdoa: “Kita akan selamat! Dewi Tianfei telah datang menyelamatkan kita!”

Kemudian seorang dewi yang cantik menampakkan diri di hadapan mereka, dengan rambut yang disanggul tinggi, mengenakan busana keemas an, dan menggerakkan tangannya seakan memberi komando di langit. Seiring dengan gerakan tangannya, angin ribut langsung berhenti, dan seakan ada arus tenaga yang menarik kapal keluar dari pusaran, suaranya menggelegar. Tak lama kemudian, kapal itu lolos dari pusaran parit hitam dengan selamat.

Zhou Huang berhasil menyelesaikan misinya dan kembali dengan selamat, sebagai ungkapan terima kasihnya atas perlindungan sang dewi, ia memohon pada Kaisar Qianlong agar diizinkan membangun Kuil Tianfei. Kaisar yang mendengar mukjizat dewi telah menyelamatkan pejabat kerajaan, segera memberikan izin Zhou Huang membangun kuil. Kisah Ajaib ini tercatat dalam tabloid kekaisaran (Dibao, red.) Qianlong tahun ke-22, dalam kompilasi yang dirangkum oleh sastrawan agung Dinasti Qing yakni Yuan Mei berjudul “Zi Bu Yu” (What the Master Would Not Discuss, red.) kitab ke-24 juga tercatat peristiwa ini.

Penutup

Kisah Tianfei “Mazu” melindungi Cheng Ho dan lain-lain tercatat dalam buku sejarah kekaisaran, dan penampakan sosok dewi itu beredar luas di hati masyarakat, dan menjadi kepercayaan yang sakral. Banyak tempat di Tiongkok, Taiwan, dan beberapa negara Asia Tenggara terdapat Kuil Tianfei, Kuil Mazu, dan Kuil Tianhou, keberadaan dewi ini tidak diragukan lagi. Dewa dewi melindungi manusia yang baik, di saat yang sama juga membantu imperium dalam merampungkan misi sejarah yang telah dititahkan dari Langit. Kisah nyata kenaikan seorang putri manusia “Mazu” yang menjadi dewi juga telah menunjukkan kepada manusia bahwa seorang manusia biasa juga mampu berkultivasi menjadi dewa. (Sud/whs)