oleh Xia Yu
Sebagai upaya untuk meningkatkan keamanan nasional dan mencegah Tiongkok menggunakan teknologi AS untuk mengembangkan kekuatan militer Tiongkok dan kemampuan pengawasan terhadap rakyatnya. Pada Jumat (29 Maret) pemerintah AS merevisi peraturan yang akan menambah kesulitan bagi Tiongkok untuk mendapatkan chip kecerdasan buatan (AI) dari AS beserta mesin-mesin pembuatnya.
Peraturan yang melarang ekspor chip AI buatan Nvidia ke Tiongkok sudah dikeluarkan sejak Oktober tahun lalu. Tak lama setelah itu, larangan juga diberlakukan bagi beberapa raksasa teknologi AS lainnya.
Reuters melaporkan, aturan baru sepanjang 166 halaman itu dirilis pada hari Jumat dan akan mulai diberlakukan pada Kamis (4 April). Dalam aturan baru tersebut, pemerintah AS mengklarifikasi bahwa pembatasan ekspor chip ke Tiongkok kini juga berlaku untuk chip yang digunakan laptop.
Kementerian Perdagangan AS yang mengawasi pengendalian ekspor mengatakan bahwa pihaknya akan terus memperbarui pembatasan ekspor teknologi ke Tiongkok untuk memperkuat dan menyesuaikan langkah-langkah pengamanan nasional.
Biro Industri dan Keamanan (Bureau of Industry and Security. BIS) yang berada di bawah Kementerian Perdagangan AS sebelumnya telah mengatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya untuk membatasi akuisisi chip semikonduktor oleh perusahaan Tiongkok yang digunakan dalam “produksi sistem militer canggih termasuk senjata pemusnah massal”, juga “sarana yang digunakan untuk melanggar hak asasi manusia”. Hal ini sejalan dengan metode peninjauan ketat pemerintah AS terhadap ekspor chip terhadap Tiongkok.
Di sisi lain, Shanghai yang baru-baru ini mengumumkan rencana menyiapkan dana sebesar RMB.100 miliar (setara USD.13,8 miliar) yang difokuskan untuk pengembambangan teknologi penting guna mendorong pembangunan ekonomi, termasuk mendukung start-up di berbagai bidang seperti kecerdasan buatan. Namun, ketika raksasa kecerdasan buatan di Amerika Serikat seperti Nvidia dan AMD terkena larangan ekspor chip kecerdasan buatan kelas atas, maka besar kemungkinan upaya pengembangan yang dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok ini akan menghadapi hambatan.
Pemerintah AS telah melarang ekspor chip kecerdasan buatan tanpa izin yang sesuai, dan Nvidia serta saingannya AMD dengan cepat menghentikan ekspor, sehingga menciptakan hambatan bagi Partai Komunis Tiongkok. Namun, laporan menunjukkan bahwa meskipun ada larangan ini, militer Tiongkok masih bisa lolos membeli chip Nvidia, khususnya chip A100 dan chip H100 yang tenaganya lebih besar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius masyarakat mengenai tantangan yang dihadapi pemerintah Amerika Serikat dalam memutus sepenuhnya akses Tiongkok terhadap chip kecerdasan buatan yang canggih.
Pada saat yang sama, dalam konferensi GTC (GPU Technology Conference) baru-baru ini, Nvidia mengumumkan peluncuran “Blackwell”, chip kecerdasan buatan paling kuat hingga saat ini. Hal ini juga memicu kekhawatiran masyarakat mengenai kemungkinan militer Tiongkok dapat memperoleh chip kecerdasan buatan ini.
Reuters mengutip pembicaraan dari sumber yang mengetahui masalah melaporkan bahwa para pejabat AS telah menyusun daftar pabrik chip canggih Tiongkok yang dilarang menerima teknologi AS untuk memudahkan perusahaan mematuhi sanksi. Daftar tersebut kemungkinan akan dirilis dalam beberapa bulan mendatang.
Bulan lalu, Kementerian Perdagangan AS menangguhkan izin puluhan pemasok AS untuk menjual bahan dan komponen pembuat chip senilai jutaan dolar ke Semiconductor Manufacturing International Corporation (SMIC) Tiongkok.
Amerika Serikat juga meminta perusahaan-perusahaan di negara sekutunya untuk berhenti menyediakan peralatan pembuatan chip tertentu kepada pelanggan Tiongkok. Alan Estevez, Wakil Menteri Industri, Keamanan dan Kepala Pengendalian Ekspor di Kementerian Perdagangan AS, mengatakan kepada media di Washington, DC, pada Rabu (27 Maret) bahwa ia bekerja dengan negara sekutu AS untuk “menentukan perbaikan mana yang penting dan perbaikan mana yang tidak ?”
“Kami sedang mendorong untuk tidak memberikan layanan komponen penting ini (kepada perusahaan Tiongkok), jadi kami sedang mendiskusikannya dengan sekutu kami”, katanya.
Kontrol ekspor yang diperluas baru-baru ini mempersulit perusahaan-perusahaan AS untuk terus melayani peralatan yang dibeli oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok sebelum sanksi diberlakukan. Namun peraturan tersebut tidak berlaku bagi perusahaan Belanda dan Jepang.
Amerika Serikat juga berusaha mendesak Belanda dan Jepang untuk memperketat pembatasan. (sin)