oleh Chen Jie, Xiong Bin dan Chen Jianming
Penunggakan pembayaran upah sudah menjadi lumrah terjadi di Tiongkok yang perekonomiannya sedang menurun tajam. Sebuah video yang diposting online menunjukkan bahwa pekerja proyek konstruksi di Guinea, Afrika melakukan pemogokan karena penunggakan upah mereka oleh China Construction Fifth Engineering Division Corp. Ltd, sebuah BUMN Tiongkok yang memenangkan tender pembangunan jalur KA di sana.
Rekaman video yang ditayangkan di Internet menunjukkan protes dan pemogokan pekerja Afrika terjadi pada 22 Maret di lokasi proyek pembangunan jalur KA Guinea – West Railway Bid no.9 yang sedang dibangun oleh China Construction Fifth Engineering Division Corp. Ltd. akibat perusahaan BUMN Tiongkok ini menunggak pembayaran upah pekerja. Slogan minta pembayaran upah sampai ditulis dalam bahasa Mandarin yang berbunyi : “Pekerja menginginkan uang hasil jerih payah mereka”.
Menurut laporan “NetEase”, ada netizen yang mengabarkan bahwa seorang pejabat dari China Construction Fifth Engineering Division Corp. Ltd. sampai kepalanya ditodong senjata oleh pekerja yang meminta pembayaran. Namun uangkapan ini telah dihapus.
Beberapa netizen mengatakan bahwa masyarakat setempat minta pembayaran upah sambil memegang AK47 membuat pejabat dari BUMN sangat takut sehingga buru-buru melakukan pembayaran pada hari yang sama ! Fakta membuktikan bahwa ketika senjata ada di tangan, tidak akan ada lagi sebutan “pekerja meminta upah dengan mengganggu ketertiban umum”.
Li Jiang, nama samaran dari seorang insinyur yang pernah berpartisipasi dalam pembangunan jalur KA Tiongkok – Laos, bagian dari proyek “Satu Sabuk Satu Jalan” (OBOR) milik PKT, mengungkapkan bahwa kantor konsulat Tiongkok di Laos sampai diduduki oleh para pekerja migran lokal karena masalah menunggak upah.
Li Jiang mengatakan : “Tunggakan pembayaran upah para pekerja migran di proyek-proyek OBOR umum terjadi. Saya mendengar bahwa beberapa perusahaan lain juga melakukan hal yang sama. Saya kan bekerja untuk pembangunan jalur KA Kunming – Vientiane. Ruang kantor proyek sampai diduduki para pekerja migran yang menuntut pembayaran upah, bahkan protes berkembang sampai menduduki Konsulat Tiongkok di Vientiane. Hal tersebut membuat marah pemerintah pusat, sehingga menghukum pemimpin perusahaan karena dianggap tidak becus dalam menangani masalah”.
Li Jiang mengatakan bahwa para pekerja migran dari daratan Tiongkok juga sangat sengsara, mereka harus menghadapi risiko tinggi dan intensitas pekerjaan juga tinggi.
Li Jiang mengatakan : “Para pekerja migran yang berangkat dari Tiongkok ke lokasi proyek OBOR di luar negeri juga menghadapi tekanan yang sangat tinggi, sebagai tangan pertama atau kedua dalam menangani pekerjaan borongan mungkin masih oke, oke saja. Tetapi kalau menangani borongan ketiga atau keempat, maka risikonya sangat tinggi. Saya sendiri tidak dibayar sedikit pun saat epidemi karena proyek terhenti. Pemerintah ini sadis, satu sen pun tidak diberikan. Namun intensitas pekerjaannya sangat besar, orang harus bekerja tanpa hari Minggu atau hari besar, apa lagi pekerjaan masih belum selesai. Kami yang insinyur saja tidak boleh libur kerja. Sehari bekerja belasan jam, sangat letih, tidak ada bedanya dengan sapi atau kuda. Kejam adalah faktanya”.
Pada Januari tahun ini, proyek OBOR yang ditangani oleh Sinohydro Bureau 7 Co., Ltd, sebuah BUMN Tiongkok juga memicu protes dari para pekerja Indonesia karena menunggak pembayaran upah mereka. Rekaman video menunjukkan spanduk protes digantung di seberang jalan di mana Kedutaan Besar Tiongkok untuk Indonesia berada. (sin)