EtIndonesia. Kemoterapi adalah metode pengobatan yang dirancang untuk membunuh sel yang pertumbuhannya cepat, seperti sel kanker. Meskipun kemoterapi dirancang untuk membunuh sel-sel ganas, kemoterapi juga merusak sel-sel sehat di sekitarnya, seperti sel darah dan folikel rambut. Seorang wanita warga Amerika Serikat berusia 39 tahun tercengah setelah mengetahui bahwa dirinya sama sekali tidak menderita kanker tetapi sudah menjalani serangkaian kemoterapi yang “mengerikan”.
Menurut New York Post, Lisa Monk, ibu dari dua orang anak dan seorang pekerja pendidikan tinggi di College Station, Texas, pergi ke rumah sakit pada akhir tahun 2022 karena sakit di bagian maag yang ia duga adalah gangguan batu ginjal.
Hasil pemeriksaan medis menunjukkan dia menderita dua batu ginjal dan menunjukkan adanya sebuah benjolan di organ limpanya. Benjolan itu kemudian diangkat pada bulan Januari tahun lalu.
Lisa mengatakan sel limpanya yang dikirim ke tiga laboratorium patologi berbeda, kemudian dibawa ke laboratorium keempat untuk diuji. Lisa mengatakan bahwa hasil pemeriksaannya menunjukkan dirinya positif mengidap kanker pembuluh darah bersifat invasif.
Lisa diberi tahu bahwa dia mengidap sejenis kanker stadium akhir yang sangat langka yang disebut angiosarcoma sel jernih, dan skenario paling “optimis” adalah dia punya sisa hidup selama 15 bulan.
Angiosarcoma adalah kanker langka di antara sarkoma jaringan lunak, termasuk angiosarcoma yang berasal dari endotel vaskular dan limfangiosarkoma yang berasal dari endotel limfatik. Penyakit ini sangat invasif dan dapat terjadi di bagian tubuh mana pun. Bagian yang paling umum mendapat serangan kanker ini adalah kulit dan payudara jaringan lunak dalam jaringan, organ dalam, dan di tulang.
Meskipun tersedia pengobatannya, tetapi angiosarcoma dianggap memiliki prognosis yang buruk tanpa memandang usia atau jenis kelamin.
Selanjutnya, Lisa dipindahkan ke rumah sakit kanker, di mana dia segera dirawat di rumah sakit dan memulai kemoterapi putaran pertama. Setelah mengalami alopecia dan kehilangan seluruh rambutnya, Lisa menjalani kemoterapi yang “sangat keras” sehingga mengubah kulitnya menjadi berwarna “putih keperakan”, dan menyebabkan dia muntah.
Dia mengatakan, laporan awal yang mendiagnosis dia menderita kanker stadium akhir telah diteruskan ke rumah sakit kanker, namun karena kebijakan rumah sakit, dokter menghendaki tes limpa dilakukan dari rumah sakit tersebut selain surat rekomendasi.
Saat pemeriksaan rutin di rumah sakit pada bulan April, dia diberitahu bahwa dirinya sebenarnya tidak menderita kanker dan laporan patologi pertama itu salah.
Lisa Monk segera menghentikan kemoterapi, ia mengatakan bahwa dirinya sekarang harus menghadapi dampak buruk dari kemoterapi yang sebenarnya tidak perlu karena ia sama sekali tidak menderita kanker.
“Kemudian dokter mengucapkan selamat kepada saya, dan sejujurnya hal itu sangat mengganggu saya. Saya terkejut saat itu, tetapi sekarang saya merasa respons yang lebih tepat dari dokter adalah mohon maaf,” katanya.
Lisa mengatakan bahwa dirinya sudah jatuh miskin karena terlilit utang demi pengobatan, dan mengalami kerusakan fisik dan mental karena kemoterapi yang tidak perlu.
Namun kesalahannya tidak berakhir sampai di sana. Lisa Monk mengatakan bahwa setelah meninjau laporan patologi di rumah, dia menyadari bahwa laporan tersebut bertanggal sebulan yang lalu, artinya rumah sakit memiliki informasi tersebut sebelum kemoterapi putaran kedua, tetapi hanya membaca laporan tersebut sebelum melakukan pemeriksaan. Jika saja pihak rumah sakit cukup teliti, Lisa bisa terhindar dari kemoterapi putaran kedua.
Meski Lisa merasa lega dengan kabar baik bahwa dirinya tidak menderita kanker, namun setahun kemudian ia tetap “marah” atas apa yang dia dan keluarganya alami. Walau 1 tahun sudah lewat, Lisa dan keluarganya masih harus menghadapi dampak dari mental, emosional, dan finansial akibat kesalahan diagnosa mengerikan yang dilakukan rumah sakit tersebut.
Pengobatan kanker sangat mahal, dan dia serta suaminya masih menanggung beban biaya pengobatan karena mereka tidak dapat membebaskan biaya apa pun.
“Saya merasa sedih untuk anak-anak saya karena dalam hidup mereka harus melalui hal seperti ini, di mana mereka mengira akan kehilangan ibu mereka,” Lisa Monk mengatakan bahwa waktu yang ia lalui itu sepertinya hanya beberapa bulan, tapi yang terasa ternyata seperti seumur hidupnya. (sin/yn)
Sumber: ntdtv