Pada 16 Mei, Xi Jinping dan Vladimir Putin mengadakan pembicaraan berskala kecil di Beijing. Ada laporan menyebutkan bahwa dalam menghadapi sanksi bersama Barat, Partai Komunis Tiongkok adalah pendukung utama perekonomian dan mesin perang Rusia
NTD
Menurut Kantor Berita Rusia “Sputnik”, Putin tiba di Tiongkok pada 16 Mei untuk kunjungan kenegaraan selama dua hari. Pertemuan antara Putin dan Xi berlangsung selama dua setengah jam. Menurut laporan, kedua kepala negara tersebut pertama-tama mengadakan pembicaraan berskala kecil, kemudian dilanjutkan dengan partisipasi delegasi.
Ini adalah pertemuan keempat Xi Jinping – Putin sejak invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022. Ini juga merupakan kunjungan kedua Putin ke Tiongkok dalam 7 bulan terakhir.
BBC melaporkan bahwa pembahasan yang dibawakan ke dalam pertemuan tersebut antara lain isu Ukraina, kerja sama energi dan ekonomi, dan menandatangani pernyataan bersama serta beberapa dokumen bilateral.
Setelah Tiongkok dan Rusia menegaskan kemitraan yang “tidak terbatas” antar mereka pada Februari 2022, Rusia langsung menginvasi Ukraina. Saat ini, Rusia yang sedang terlibat dalam perang menguras kemampuan di Ukraina sangat membutuhkan dukungan ekonomi.
Laporan tersebut mengatakan bahwa setelah Rusia mendapat sanksi dari Barat, Rusia mengandalkan rezim Beijing untuk “mentransfusi darah” terhadap ekonominya. Amerika Serikat dan Eropa telah mengkritik Beijing karena memasok bahan-bahan dwifungsi militer-sipil serta suku cadang senjata kepada rezim Moskow.
Putin baru-baru ini memecat Sergei Shoigu sebagai Menteri Pertahanan dan menunjuk seorang ekonom bernama Andrey Belousov untuk menggantikannya, yang secara langsung mengkaitkan hubungan perekonomian Rusia dengan perang yang sedang berlangsung. Kedua pria tersebut telah menemani Putin saat mengadakan kunjungan kenegaraan ini.
Profesor Chung Chih-tung dari “Institute for National Defense and Security Research” Taiwan mengatakan kepada “BBC”, bahwa perang di Ukraina secara keseluruhan telah melemahkan kekuatan nasional Rusia, dan Partai Komunis Tiongkok telah memperoleh manfaat ekonomi dan perdagangan dari kesempatan tersebut. Putin 2 kali mengunjungi Tiongkok dalam 7 bulan terakhir dengan tujuan untuk menarik kedekatannya dengan PKT karena sedang terisolasi secara internasional.
Ketika perang Rusia – Ukraina menjadi perang yang menguras kemampuan, konflik antara Rusia dengan Barat juga menjadi semakin mendalam. Di bawah sanksi Barat, Partai Komunis Tiongkok memanfaatkan peluang ini untuk memperkuat hubungan perdagangan dan militernya dengan Rusia, sementara Rusia menjadi semakin bergantung pada Partai Komunis Tiongkok secara ekonomi dan diplomatis. Pada saat yang sama, Partai Komunis Tiongkok juga melibatkan Rusia dalam upayanya untuk menentang peraturan internasional dan konsensus global yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
Alexander Gabuev, Direktur “Carnegie Russia Eurasia Center” mengatakan kepada “Guardian” bahwa dalam menghadapi sanksi bersama Barat, Partai Komunis Tiongkok adalah pendukung utama perekonomian dan mesin perang Rusia.
“(Rusia) tidak punya pilihan lain kecuali Tiongkok. Hanya Tiongkok yang dapat memperkenalkan teknologi ini, mulai dari mesin cuci, mobil, hingga chip kelas militer. Hanya Tiongkok yang dapat menyediakan sistem keuangan dan mata uang. Hanya Tiongkok yang memiliki pasar untuk semua barang itu”, kata A. Gabuev.
Pada 23 April 2024, “Wall Street Journal” melaporkan bahwa Amerika Serikat sedang menyusun sanksi untuk memutus hubungan beberapa bank Tiongkok dari sistem keuangan global. Para pejabat AS berharap dengan langkah ini dapat menghalangi dukungan komersial Tiongkok terhadap produksi militer Rusia.
Laporan menyebutkan bahwa sejak kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke Tiongkok tahun lalu, ekspor barang-barang Tiongkok untuk keperluan militer telah melonjak. Para pejabat AS mengatakan Tiongkok kini menjadi pemasok utama barang-barang seperti sirkuit, suku cadang pesawat, mesin dan peralatan mesin. Selain itu bantuan Tiongkok telah memungkinkan Rusia membangun kembali kemampuan industri militernya.
Baru-baru ini, Amerika Serikat telah meningkatkan sanksi terhadap perusahaan-perusahaan Tiongkok dengan harapan dapat memutus dukungan PKT ke Rusia. Dalam beberapa bulan terakhir, di tengah peringatan AS, bank-bank Tiongkok mulai memperketat pengawasan terhadap perdagangan Rusia, sehingga ekspor Tiongkok ke Rusia secara bertahap menurun. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, ekspor Tiongkok ke Rusia turun 15,7% di bulan Maret dan 13,5% di bulan April tahun ini.
Alexandra Prokopenko, mantan penasihat Bank Sentral Rusia menulis sebuah artikel di “Financial Times” yang menjelaskan bahwa kunjungan Putin ke Tiongkok kemungkinan besar adalah mengadakan diskusi pribadi dengan Xi Jinping mengenai cara menghindari sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan negara-negara Barat.
Du Wen, mantan pejabat dalam sistem Partai Komunis Tiongkok menuliskan pandangannya di platform “X”, menyebutkan bahwa kunjungan Putin juga menyoroti niat Tiongkok dan Rusia untuk lebih memperkuat hubungan ekonomi dan politik dalam menghadapi sanksi Barat.
Tampaknya Du Wen yakin bahwa perang Rusia – Ukraina telah menjerumuskan Tiongkok ke dalam perpecahan sosial terbuka yang belum pernah terjadi sebelumnya. Faktanya, perang Rusia – Ukraina selain mengancam keamanan Eropa, juga menimbulkan ancaman keamanan terhadap rezim Beijing yang belum pernah terjadi sebelumnya. Terlepas dari bagaimana hasilnya, yang pasti PKT adalah pecundang terbesar. (sin)