Shahrzad Ghanei
Tak lama setelah tersiar kabar pada 19 Mei 2024 bahwa helikopter yang ditumpangi Presiden Iran dan pejabat lainnya jatuh di barat laut Iran, Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei mengatakan tidak akan ada gangguan urusan administratif.
Bagi para pengamat Iran, hal ini merupakan pernyataan yang sudah jelas, meskipun sebenarnya hal tersebut memang adalah badan-badan pemerintahan dengan struktur politik yang kompleks dan beragam dan tumpang tindih, semua kekuasaan pada akhirnya berada di tangan Pemimpin Tertinggi, dan semakin meningkat, Korps Garda Revolusi Islam, yang jangkauan kendalinya mencakup seluruh aspek dan institusi negara, termasuk sektor ekonomi.
Selain itu, sejak revolusi tahun 1979, Iran sudah tidak asing lagi dengan pejabat tinggi, termasuk seorang presiden, yang meninggal saat masih menjabat.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Tewasnya Ebrahim Raisi dalam kecelakaan helikopter bersama rekan-rekannya termasuk Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian, dikonfirmasi pada tanggal 20 Mei 2024, setelah lokasi kecelakaan ditemukan dalam kondisi cuaca buruk di barat laut Iran.
Segera setelah kematian Ebrahim Raisi, Wakil Presiden Iran, Mohammad Mokhber, mengambil peran sebagai penjabat presiden, menurut konstitusi Iran dan dengan persetujuan Pemimpin Tertinggi.
Sementara itu, dewan yang terdiri dari Ketua Parlemen Iran, Kepala Peradilan, dan Wakil Presiden telah dibentuk untuk memfasilitasi pemilihan presiden berikutnya.
Rezim Iran mengatakan mereka akan mengadakan pemilihan umum pada 28 Juni 2024 untuk memilih calon penggantian Ebrahim Raisi.
Di bawah sistem Republik Islam, para calon presiden harus diperiksa oleh Dewan Wali, yang secara efektif berarti hanya calon-calon presiden yang mempunyai persetujuan rezim akan memiliki peluang untuk menjadi presiden.
Pemilihan umum presiden dan legislatif menunjukkan jumlah pemilih yang jauh lebih rendah dalam beberapa tahun terakhir di tengah meningkatnya perlawanan masyarakat terhadap rezim.
Kemungkinan Calon-Calon Presiden
Di tengah spekulasi siapa yang mungkin menjadi presiden berikutnya, satu orang yang namanya muncul adalah Wakil Presiden, Mohammad Mokhber, seorang fundamentalis dan mantan Wakil Gubernur Provinsi Khuzestan, yang memiliki peran senior di sejumlah badan lain di rezim tersebut.
Kemungkinan lainnya adalah Mohammad Bagher Ghalibaf, seorang fundamentalis dan Ketua Parlemen Iran saat ini, yang mencalonkan diri sebagai calon presiden pada pemilihan umum sebelumnya yang tidak membuahkan hasil.
Di antara calon dari faksi reformis, beberapa orang berspekulasi bahwa mantan Presiden Hassan Rouhani dan mantan Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif mungkin akan ikut bertarung dalam pemilihan umum tersebut.
Suksesi Kepemimpinan
Spekulasi juga beredar seputar masa depan kepemimpinan rezim setelah meninggalnya Ebrahim Raisi, karena Ebrahim Raisi termasuk salah satu orang sebagai pengganti Pemimpin Tertinggi saat ini, Ali Khamenei, yang berusia 85 tahun.
Pemimpin Tertinggi rezim dipilih oleh Majelis Ahli, yang anggotanya dipilih oleh Dewan Wali, yang anggotanya yang digilir dipilih secara langsung atau tidak langsung oleh Pemimpin Tertinggi saat ini.
Sejak revolusi tahun 1979, hanya ada dua pemimpin di Iran: pendiri Pemimpin Republik Islam Ayatollah Ruhollah Khomeini, yang meninggal pada tahun 1989, dan Ali Khamenei, yang menggantikan Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Beberapa orang mengatakan bahwa dengan kepergian Ebrahim Raisi, putra ulama Ali Khamenei, Mojtaba Khamenei, dikukuhkan sebagai pemimpin berikutnya.
“Kuncinya bukanlah siapa yang menggantikan Ebrahim Raisi (itulah yang pertama Wakil Presiden Mohammad Mokhber, namun hanya sebagai pengurus selama 50 hari sebelum pemilihan umum).
Fakta bahwa Pemimpin Tertinggi berikutnya kemungkinan besar adalah putra Ali Khamenei,
Mojtaba Khamenei,” Gabriel Noronha, mantan penasihat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat di Iran, tulis di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
Kematian Presiden-Presiden
Ada dua presiden Iran lainnya yang tidak menyelesaikan masa jabatannya; salah satu dari mereka dibunuh.
Presiden pertama Iran pasca-revolusi, Abolhassan Banisadr, termasuk di antara penasihat dekat Ayatollah Khomeini sebelum revolusi, dimakzulkan dan digulingkan dari kekuasaan kurang dari satu tahun setelah masa jabatannya.
Pengganti Abolhassan Banisadr, Mohammad-Ali Rajai, dibunuh pada tahun 1981 oleh kekuatan oposisi kurang dari sebulan setelah ia menjabat sebagai presiden. Pembunuhannya adalah salah satu dari banyak tahun yang penuh gejolak setelah revolusi, termasuk pembunuhan Mohammad Beheshti, ketua hakim Mahkamah Agung rezim tersebut.
Hingga saat ini, belum ada penjelasan resmi mengenai alasan jatuhnya helikopter yang membawa Ebrahim Raisi.
Mohammad Bagheri, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Republik Islam Iran, mengatakan ia telah menugaskan sebuah komite tingkat-tinggi untuk menyelidiki penyebab kecelakaan itu.
Mahdi Saremifar, seorang jurnalis investigasi teknologi yang berbasis di Kanada, berpendapat bahwa kecil kemungkinannya bahwa kecelakaanlah yang menyebabkan jatuhnya helikopter Bell 212, model yang telah digunakan oleh Amerika Serikat maupun Kanada.
Mahdi Saremifar mengatakan fakta bahwa penelusuran lokasi jatuhnya helikopter memakan waktu lama di samping semua sistem persinyalan canggih yang tersedia menambah misteri.
“Masalah kesalahan teknis pada helikopter ini sangat kecil kemungkinannya, dan menimbulkan pertanyaan bagaimana semua sistem pelacakan helikopter ini, termasuk GPS dan transponder, gagal secara bersamaan. Sangat kecil kemungkinannya bahwa kecelakaannya sangat parah sehingga mempengaruhi seluruh sistem,” kata Mahdi Saremifar kepada edisi Persia The Epoch Times.
“Mungkin ada bagian helikopter yang mengalami kegagalan teknis, tetapi hal ini adalah tidak biasa jika semua sistem di dalam helikopter gagal, terutama jika ada salah satu pejabat utama Republik Islam ikut serta.”
Merujuk penilaian intelijen Amerika Serikat, Pemimpin Mayoritas Senat Amerika Serikat Chuck Schumer menyatakan bahwa saat ini tidak ada bukti sabotase, namun penyelidikan masih berlangsung.
Ada kecelakaan lain yang melibatkan helikopter yang membawa pejabat-pejabat Iran, termasuk satu satunya terjadi pada tahun 2013, ketika helikopter Presiden Iran saat itu Mahmoud Ahmadinejad harus melakukan pendaratan darurat di timur laut Iran.
Dalam insiden lain tahun lalu, sebuah helikopter yang ditumpangi Menteri Olahraga jatuh di selatan Iran, mengakibatkan kematian salah satu penumpang, seorang penasihat di lingkungan Kementerian Olahraga. Menteri Olahraga, Hamid Sajjadi, dan pejabat-pejabat lain selamat dari kecelakaan itu.
Iraj Mesdaghi, seorang aktivis politik Iran-Swedia, mengatakan kepada edisi Persia The Epoch Times bahwa ia yakin kecelakaan yang menewaskan Ebrahim Raisi adalah sebuah kecelakaan, akibat “ketidakmampuan” rezim tersebut.
“Tidak mudah bagi rezim untuk memilih calon presiden dalam waktu sekitar 40 tahun hari. Tidak ada calon presiden yang serius yang dapat mewujudkan apa yang diinginkan Ali Khamenei dan dipercaya oleh faksi-faksi di dalam rezim,” kata Iraj Mesdaghi.
“Perselisihan internal ini semakin intensif dalam sistem tersebut [karena kematian Ebrahim Raisi].” (Viv)