Zhou Xiaohui
Dunia ini penuh dengan perubahan. Pada 20 Mei adalah upacara pelantikan Presiden Taiwan, Lai Ching-te dan Wakil Presiden Hsiao Bi-khim. Pada hari itu juga, Presiden Iran, Ebrahim Raisi yang kehilangan kontak saat berada di helikopter sehari sebelumnya, dipastikan tewas. Yang juga tewas adalah Menteri Luar Negeri Iran dan Gubernur Provinsi Azerbaijan Timur.
Tim penyelamat dilaporkan telah menemukan puing-puing pesawat, dan Reuters sebelumnya juga mengutip para pejabat yang mengatakan bahwa helikopter itu “terbakar seluruhnya”, yang menunjukkan situasi tragis para korban.
Raisi, yang tahun ini genap berusia 63 tahun, adalah seorang garis keras Iran yang memiliki hubungan dekat dengan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei dan bertanggung jawab atas departemen peradilan. Pada pemilu 2021, ia memenangkan kursi kepresidenan dengan dukungan Khamenei dan oleh karena itu dipandang sebagai calon potensial penerus Khamenei.
Sepeninggal Raisi, sejumlah tokoh politik dari negara non-Barat dan organisasi internasional dengan sopan menyampaikan belasungkawa dan berduka cita, dengan perkataan yang masih berada dalam batas normal. Namun uniknya, para pemimpin Tiongkok dan Rusia nampaknya luar biasa sedih dengan kehilangan “sahabat baik” tersebut.
Dalam pesan belasungkawanya kepada Wakil Presiden Pertama Iran, Mohammad Mokhber, Xi Jinping menyampaikan “belasungkawa yang mendalam” kepada Raisi atas nama seluruh rakyat Tiongkok, terlepas dari apakah rakyat Tiongkok setuju atau tidak. Pesan tersebut juga sangat memuji Raisi karena “melakukan upaya positif guna mengonsolidasikan dan mengembangkan kemitraan strategis komprehensif Tiongkok-Iran” serta mengatakan bahwa kepergian Raisi membuat Partai Komunis Tiongkok (PKT) “kehilangan seorang sahabat”. Pesan tersebut juga diakhiri dengan pernyataan keyakinan bahwa “kemitraan strategis komprehensif Tiongkok-Iran akan terus berkonsolidasi dan berkembang”.
Dalam pesan belasungkawa yang dikirimkan kepada Khamenei, Putin, selain menyampaikan “belasungkawa yang mendalam”, juga memuji Raisi sebagai “politisi yang luar biasa” dan “sahabat sejati Rusia” yang telah berkontribusi pada hubungan bertetangga yang baik antara kedua negara.
“Beliau telah memberikan kontribusi pribadi yang berharga bagi perkembangan kedua negara dan melakukan upaya besar untuk membawa hubungan kedua negara ke tingkat kemitraan strategis,” ujar Putin.
Dari pujian yang tinggi terhadap Raisi dalam pesan belasungkawa Putin dan Xi Jinping, kita dapat melihat bahwa setelah menjabat sebagai presiden, Raisi menjadi lebih anti-Amerika dibandingkan pendahulunya, hubungannya dengan Barat mengalami perubahan tajam, dan ia menjadi semakin dekat ke Tiongkok dan Rusia.
Di bawah kepemimpinannya, demi menentang Amerika Serikat, Iran menjadi anggota resmi Organisasi Kerja Sama Shanghai yang diprakarsai oleh Tiongkok, Rusia, dan lima negara lainnya; menjadi anggota paling awal BRICS yang diprakarsai oleh Tiongkok, Rusia, dan empat negara lainnya; dan menjadi anggota Organisasi Kerja Sama Eurasia yang diprakarsai oleh Rusia dan bekas negara Republik Soviet lainnya.
Sebagai pemain penting dalam serikat ekonomi, Iran juga telah memulihkan dan memperkuat hubungan diplomatik dengan beberapa negara tetangga Arab dan negara-negara Afrika. Beberapa jam sebelum helikopter jatuh, Raisi dilaporkan menegaskan kembali dukungan Iran terhadap Palestina dan memerintahkan peningkatan produksi minyak hingga 3,4 juta barel per hari, melebihi batas sanksi.
Masih di bawah kepemimpinan Raisi, Iran diam-diam mendukung Hamas dalam serangannya terhadap warga sipil Israel dan melancarkan operasi berskala besar pertamanya terhadap Israel – menembakkan roket dari wilayahnya.
Dapat dikatakan bahwa selama masa jabatan Raisi sebagai presiden, Iran selain sangat menonjol dalam perlawanannya dengan Amerika Serikat, dan hubungan antara Iran dan Rusia serta Iran-Tiongkok juga telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Misalnya, volume perdagangan antara Moskow dan Teheran telah meningkat menjadi 4 miliar dolar AS, dan kedua belah pihak telah mulai menerapkan sistem bebas visa bagi wisatawan; mereka telah memperkuat interaksi politik dan militer, serta Iran secara militer mendukung perang agresi Rusia di Ukraina.
Misalnya, pada September 2023, Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu mengunjungi Teheran dan bertemu dengan kepala Angkatan Udara Garda Revolusi Iran. Pada November, Iran mengatakan, telah mencapai kesepakatan akhir dengan Rusia mengenai transaksi jet tempur dan pelatihan pilot. Pada Desember, Putin bertemu dengan Raisi yang sedang berkunjung di Moskow. Pada Januari tahun ini, Kementerian Luar Negeri Rusia menyatakan bahwa kedua negara akan segera menandatangani perjanjian kerja sama yang baru dan ekstensif.
Sumber Iran lainnya mengungkapkan kepada media asing bahwa pada akhir 2023, pejabat militer dan keamanan Iran dan Rusia masing-masing bertemu di Teheran dan Moskow, yang akhirnya menyelesaikan kesepakatan. Iran mulai mengirimkan rudal ke Rusia pada awal Januari tahun ini. Menurut laporan Reuters pada 21 Februari, Iran telah memberi Rusia sekitar 400 rudal balistik permukaan-ke-permukaan, termasuk sejumlah besar rudal berpemandu presisi seri “Fatah-110” termasuk “Zolfargar”.
Meskipun hubungan antara Iran dan Rusia hangat, hubungan antara Iran dan Tiongkok juga berkembang pesat. Pada 2021, Tiongkok dan Iran menandatangani perjanjian kerja sama selama 25 tahun, dengan bidang kerja sama termasuk energi dan infrastruktur. Agence France-Presse menunjukkan bahwa perjanjian ini juga merupakan bagian dari inisiatif “One Belt One Road” yang diusung Partai Komunis Tiongkok.
Pada Februari 2023, Raisi mengunjungi Beijing. Xi Jinping tidak hanya menyambut hangat Raisi dan partainya dengan metode berstandar tinggi seperti hormat senjata dan karpet merah. Raisi, yang belum pernah menerima sambutan seperti itu, juga secara khusus berterima kasih kepada para pemimpin Partai Komunis Tiongkok atas keramahan dan kemurahan hati mereka. Dalam pertemuan tersebut, mereka juga menyampaikan klaim penting bahwa kedua negara memiliki hubungan yang “secara tradisional bersahabat”, dan bahwa kedua belah pihak telah bertahan dalam “ujian berbagai perubahan internasional” dan menyatakan dukungan kepada Iran dalam “menjaga keabsahan serta hak dan kepentingan negara mereka”.
Selain itu, otoritas Partai Komunis Tiongkok juga mengeluarkan pernyataan bersama dengan Iran. Pernyataan tersebut terbagi menjadi lima bagian: politik, keamanan dan pertahanan, kerja sama ekonomi dan pembangunan, kerja sama pendidikan dan kebudayaan, serta isu-isu internasional dan regional. Misalnya saja di bidang keamanan dan pertahanan, kedua belah pihak secara terbuka ingin memperkuat kerja sama militer. Pernyataan itu mengatakan, kedua belah pihak “sepakat untuk memperkuat komunikasi strategis di antara Departemen Pertahanan kedua negara, melakukan pertukaran dan kerja sama di semua tingkatan dan di semua bidang antara militer kedua negara, dan memperluas skala latihan bersama, baik pelatihan bersama maupun personel.
Partai Komunis Tiongkok juga secara terbuka membela masalah nuklir Iran dalam pernyataannya, dengan menekankan bahwa “pencabutan sanksi dan memastikan keuntungan ekonomi Iran merupakan komponen penting dari perjanjian komprehensif, dan semua sanksi yang relevan harus dicabut sepenuhnya dengan cara yang dapat diverifikasi”.
Sikap dan pernyataan Beijing itu telah mengirimkan sinyal kuat kepada Amerika Serikat, Eropa, dan dunia bahwa Beijing akan berada di posisi yang sama dengan Iran.
Jelas sekali bahwa Iran, Tiongkok, Rusia, dan Korea Utara di bawah kepemimpinan Raisi berencana membentuk poros baru melawan Barat. Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Eropa, yang telah menyadari hal ini, juga mengumpulkan kekuatan untuk melawan rezim yang bertentangan dengan peradaban manusia itu. Kini Raisi tiba-tiba meninggal, apakah hal itu berdampak positif bagi negara-negara Barat?
Secara umum diyakini bahwa politik Iran memiliki tiga kaki: pemimpin tertinggi, presiden, dan Garda Revolusi Iran. Pemimpin Tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei memutuskan kebijakan luar negeri dan dalam negeri Iran, dan Raisi menerapkannya secara rinci. Setelah kematian Raisi yang tak terduga, mampukah Khamenei yang sudah tua dan lemah, bahkan pernah diisukan meninggal, mampu mengendalikan situasi di Iran?
The New York Times menunjukkan bahwa Iran telah menyaksikan banyak demonstrasi anti-pemerintah berskala besar dalam dua tahun terakhir, terutama setelah kematian perempuan berusia 22 tahun, Amini, dalam tahanan “polisi moral” Iran pada 2022, yang memicu berbulan-bulan demonstrasi di seluruh negeri. Meski demonstrasi berhasil diredam, opini publik tidak bisa diabaikan. Pada Januari tahun ini, serangan teroris terjadi dalam sebuah upacara di Iran untuk memperingati jenderal berpangkat tinggi, Qasem Soleimani yang dibunuh oleh Amerika Serikat, serta menewaskan lebih dari 80 orang dan melukai lebih dari 200 orang.
Selain itu, perekonomian Iran telah lama berada dalam kekacauan akibat sanksi jangka panjang AS, serta karena manajemen yang buruk dan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah Iran.
Inflasi di Iran sudah tinggi selama bertahun-tahun, sering kali melebihi 30%. Ketika masyarakat Iran merayakan Tahun Baru Persia pada akhir Maret tahun ini, nilai mata uang Iran jatuh ke rekor terendah. Selain itu, jutaan orang menolak untuk memilih pada Pemilu Kongres Maret, dan kelompok sayap kanan memperoleh lebih banyak suara.
Dalam putaran baru pemilu yang akan digelar setelah kematian mendadak Raisi, perubahan apakah yang akan terjadi dalam masyarakat dan pemerintah Iran? Jika terjadi perubahan internal di Iran, kemungkinan besar akan mengganggu rencana Tiongkok dan Rusia untuk membentuk poros kejahatan dengan Iran. Mungkin inilah sebabnya Xi Jinping menyesali hilangnya Raisi sebagai teman baik. (Osc)