EpochTimesId – Peraturan tentang Urusan Agama yang baru di Tiongkok selesai direvisi. Aturan itu rencananya akan diberlakukan mulai bulan depan.
Masyarakat Tiongkok berpendapat bahwa peraturan baru ini akan dipergunakan untuk memberikan tekanan kepada gereja-gereja rumah. Selain itu, aturan itu juga digunakan untuk memperluas peluang pengendalian terhadap sekolah-sekolah agama.
Seorang penulis asal Tiongkok yang berada dalam pengasingan, Yuan Hongbing, mengaku khawatir. Menurutnya, setelah rezim mengimplementasikan peraturan baru itu, maka sebuah gelombang baru yang lebih dasyat akan menghantam dan mengikis iman masyarakat Tiongkok.
Pihak berwenang Beijing mengumumkan pada bulan Agustus tahun lalu bahwa peraturan tersebut akan diberlakukan mulai 1 Februari tahun ini. Menurut ‘Laporan Tingkat Kebebasan Global tahun 2018’, ketentuan baru tersebut semakin mempersempit ruang lingkup kebebasan beragama. Khususnya untuk ‘pendidikan agama’ bagi anak-anak.
Tahun lalu, pihak berwenang masih terus melanjutkan penganiaya terhadap para pemeluk agama dan pemimpin mereka, termasuk menangkap dan memenjarakan seorang uskup Katolik secara ilegal. Rezim otoriter juga memenjarakan seorang pendeta Protestan dan menahan sejumlah praktisi Falun Gong.
Anak-anak di dalam negeri Tiongkok dilarang mengikuti kegiatan keagamaan. Menurut laporan Reuters sebelumnya bahwa pemerintah daerah kota Wenzhou Tiongkok pada bulan Agustus tahun lalu telah mengeluarkan sebuah instruksi kepada gereja di beberapa daerah agar menghentikan Sekolah Minggu.
Gereja tidak diperkenankan lagi mengadakan pendidikan agama bagi anak-anak kecil atau remaja.
Bulan September, otoritas Beijing mengeluarkan instruksi dalam negeri untuk memperluas pemantauan terhadap pendidikan agama.
Bulan lalu, World Watch Observatory sebuah situs berita Kristen melaporkan bahwa, anak-anak yang berada di provinsi Mongolia Dalam, Henan, Jiangsu, Zhejiang, Fujian dan lainnya tidak diizinkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan seperti perkemahan musim panas untuk memperdalam kepercayaan agama.
Selain itu, pada 17 Januari Reuters melaporkan, di wilayah Guanghe County, propinsi Gansu yang mayoritas penduduknya beragama Islam juga mengalami intimidasi. Otoritas pendidikan setempat melarang murid di walayahnya ambil bagian dalam kegiatan keagamaan pada waktu libur sekolah musim dingin.
Untuk itu, Yuan Hongbing dalam sebuah wawancara mengatakan bahwa rezim komunis Tiongkok sebenarnya sedang memanfaatkan kekerasan ala terorisme. Mereka menggunakan metodologi semu seperti paham materialisme dialektikal, materialisme historis untuk memaksakan pencucian otak anak-anak Tiongkok sejak usia sekolah.
Dia mengatakan bahwa Karl Marx pernah mengucapkan, “Agama adalah candu yang melumpuhkan rakyat.”
Pernyataan ini menunjukkan sikap fundamental tirani Tiongkok komunis terhadap keyakinan agama. Merupakan sebuah pemahaman orang bodoh dang sangat reaksioner terhadap semua agama.
Yan Hongbing mengatakan, rezim Tiongkok komunis hendak menggunakan ‘budaya komunis’ untuk mencuci otak seluruh rakyat. Singkatnya, ‘budaya komunis’ adalah mesin pencetak rakyat yang gampang diperbudak, gampang dibohongi serta materialistis dan korup.
Inilah produk akhir yang diharapkan oleh ‘budaya komunis’. Menjadikan daratan Tiongkok sebagai ‘wilayah beku abadi’-nya kebebasan beragama.
Menurut Yuan Hongbing, peraturan tentang Urusan Agama yang baru lebih cocok dinamakan Peraturan tentang Mencabut Hak Beragama. Dan ini yang memang hendak dicapai oleh pemerintah Tiongkok.
Sejak tahun 1949 RRT berdiri, rezim komunis selalu menggunakan sikap kekerasan ala terorisme untuk menekan agama. Seperti tindakan keras terhadap gereja rumah Kristen, penekanan besar-besaran terhadap Buddhisme di Dataran Tinggi Tibet dan penganiayaan yang sangat brutal terhadap kebebasan keyakinan agama, dan terhadap praktisi spiritual ortodoks Falun Gong.
Tindakan keras terhadap kebebasan beragama hingga kini masih berlangsung. Hal ini sebenarnya sedang menunjukkan kepada dunia bahwa Peraturan tentang Urusan Agama RRT adalah Peraturan untuk Mencabut hak beragama.
Dunia luar kini dikhawatirkan oleh kondisi dimana gereja rumah warga Kristen di Tiongkok akan memasuki masa beku panjang. Yan Hongbing mengatakan bahwa di bawah tekanan kuat menghalangi kebebasan beragama, gereja-gereja di Tiongkok selama ini tidak pernah memasuki ‘musim semi’.
Dengan diberlakukannya peraturan baru nanti, yang pasti badai es akan melanda seluruh wilayah Tiongkok.
Huang Zheyan, Penatua Gereja di Taiwan saat diwawancara mengatakan bahwa rezim komunis ingin mengendalikan pemikiran rakyatnya dan mencegah masyarakat Tiongkok memiliki hak atas kebebasan beragama. Dapat dipastikan bahwa mereka akan memulai mencuci otak warganya sejak usia anak-anak, melalui pendidikan memasukan secara paksa pemahaman-pemahaman yang bisa mencapai tujuan itu.
Dia mengatakan bahwa selama pemerintah komunis di Tiongkok ingin lebih memusatkan kekuatan, komunis ingin memegang kekuasaan pengendalian. Mereka tidak akan pernah memberikan keleluasaan, maka kebebasan beragama di daratan Tiongkok akan semakin tidak ada harapan. (ET/Guo Yaorong/Sinatra/waa)