Jelang Tragedi Pembantaian 4 Juni,  Tiananmen Mothers Mengulangi 3 Tuntutan Mendesak Kompensasi dan Akuntabilitas Pemerintah

oleh Ning Haizhong

Beberapa anggota dari “Tiananmen Mothers (Ibu-Ibu Tiananmen)”, yaitu para ibu dari korban pembantaian di Beijing pada 4 Juni 1989, baru-baru ini mengeluarkan surat terbuka yang isinya mengulangi 3 tuntutan kepada pemerintah, yakni “pengungkapan kebenaran, memberikan kompensasi, dan menuntut akuntabilitas”. Para pengamat percaya bahwa pemimpin Partai Komunis Tiongkok Xi Jinping tidak mungkin merehabilitasi nama baik para korban tragedi “Pembantaian 4 Juni”, karena hal itu akan menyebabkan runtuhnya Partai Komunis Tiongkok. Namun kejahatan PKT yang begitu besar pasti akan menyebabkan kejatuhannya di waktu mendatang.

Menjelang tragedi pembantaian 4 Juni, “Tiananmen Mothers” merilis rekaman video pendek di luar negeri dan membacakan surat terbuka. Surat itu sekali lagi menuntut otoritas komunis Tiongkok,  berharap untuk diberikan kesempatan berdialog dengan pemerintah.

Dalam surat terbuka itu disebutkan, bahwa tragedi pembantaian 4 Juni adalah peristiwa bersejarah dan tragis yang harus dihadapi dan perlu dijelaskan oleh pemerintah komunis Tiongkok kepada rakyat, dan tidak dapat terus disembunyikan. Selama 35 tahun terakhir, keluarga para korban sangat menderita karena kehilangan orang yang mereka cintai. Jika pemerintah berniat dengan hati tulus untuk memasukkan tragedi ini ke dalam agenda, hal ini akan menjadi penghiburan terbesar bagi orang tua para korban yang kini masih hidup.

Pada subuh 4 Juni 1989, pemerintah komunis Tiongkok telah mengirimkan pasukan bersenjata untuk menindas para mahasiswa dan warga sipil Beijing yang memperjuangkan kebebasan dan demokrasi. Kelompok “Tiananmen Mothers” dalam surat terbuka mereka menyebutkan, sesungguhnya ada berapa banyak orang yang tewas, terluka, dan berapa banyak orang yang terlibat dalam pembantaian tersebut ? Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk memberikan penjelasan faktual kepada seluruh masyarakat, mempublikasikan daftar korban tewas, dan meminta maaf secara terbuka kepada seluruh masyarakat.

Para ibu-ibu yang tergabung dalam “Tiananmen Mothers” mengungkapkan ketidakpuasan mereka terhadap sikap diam pemerintah selama 35 tahun, dan ketidakmampuan mereka menerima atau menoleransi Partai Komunis Tiongkok memutar-balikkan fakta gerakan dari mahasiswa tahun 1989.

Sejak tahun 1989, para pejabat PKT terutama menggunakan “kekacauan politik pada pergantian musim semi dan musim panas tahun 1989” sebagai pembenaran mereka bertindak secara kekerasan terhadap para mahasiswa pada 4 Juni 1989. Bersikukuh menuduh mahasiswa melakukan tindakan yang menimbulkan kekacauan (politik) dan kerusuhan kontrarevolusioner. Sedangkan dalam resolusi Sidang Pleno ke-6 Komite Sentral PKT ke-19 pada 16 November 2021, PKT menggunakan 97 kata yang masih menggunakan istilah “kekacauan politik” dan “melawan kerusuhan” serta kata lainnya untuk menggambarkan gerakan demokrasi mahasiswa dan tindakan pemerintah menumpas gerakan di Tiananmen pada 4 Juni 1989. 

Zheng Xuguang, seorang sarjana yang tinggal di Amerika Serikat dan seorang saksi mata Pembantaian 4 Juni, mengatakan kepada Radio Free Asia bahwa dari sudut pandang pemerintah Partai Komunis Tiongkok, mereka tidak mungkin mengakui melakukan penembakan, “Bagaimana seorang pembunuh bersedia mengakui perbuatannya ? Xi Jinping ada hubungan yang simbiosis dengan Partai Komunis Tiongkok. Misalnya, saya datang untuk membuat keputusan bijak demi rehabilitasi “Gerakan Empat Juni”, itu akan berisiko terhadap jatuhnya PKT. Jika itu yang menjadi pertimbangannya, apakah ia mau mengambil langkah itu ? Saya percaya dia tidak akan melakukannya, karena ideologi dan literasinya tidak memiliki kesadaran tersebut”.

Selama Gerakan Empat Juni itu Xi Jinping sedang bertugas di wilayah Ningde, Provinsi Fujian. Menurut laporan media resmi, Xi secara aktif bekerja sama dengan Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok untuk mencegah mahasiswa dari Kota Wenzhou, Zhejiang yang mau melintasi provinsi ke Fujian untuk menggalang dukungan mahasiswa lintas provinsi. Saat itu, Xi Jinping juga meminta badan keamanan publik di seluruh kawasan untuk memperhatikan perkembangan dari gerakan mahasiswa di kawasannya, demi “menjaga stabilitas”.

Setelah gerakan mahasiswa, Xi Jinping bertemu dengan para petugas polisi terkait dan mengambil foto bersama pada 30 Juli 1989. Di saat itu, Xi sekali lagi menekankan bahwa dirinya senantiasa menjaga konsistensi tingkat tinggi dengan Komite Sentral Partai dan dengan tegas mematuhi instruksi dari Komite Sentral”.

Dibandingkan dengan Xi Jinping yang pro PKT dan dipromosikan menjadi Sekretaris Komite Partai Kota Fuzhou pada tahun berikutnya, sekelompok pejabat PKT yang tidak setuju penindasan terhadap gerakan mahasiswa ini ada yang diberhentikan dari jabatannya atau tersingkir.

“Tiananmen Mothers” adalah kelompok hak asasi manusia yang dibentuk oleh keluarga para korban tragedi pembantaian 4 Juni. Juru bicaranya You Weijie mengatakan bahwa, setiap peringatan Tragedi 4 Juni, “Tiananmen Mothers” akan mengeluarkan surat terbuka kepada pihak berwenang yang isinya menuntut agar kebenaran mengenai insiden tersebut dapat segera diungkap, kompensasi dibayarkan kepada keluarga korban, dan meminta pertanggungjawaban dari pelaku. Surat terbuka tahun ini ditandatangani oleh 114 orang dari keluarga para korban.

Namun, surat terbuka ini, seperti tragedi 4 Juni itu sendiri, hanya dapat dipublikasikan di luar Tembok Api Besar PKT dan diblokir di semua jaringan Tiongkok daratan.

Zhang Xianling, seorang anggota “Tiananmen Mothers”, menulis pada peringatan 15 tahun insiden bahwa dia telah ratusan kali memberitahu masyarakat tentang kematian putranya Wang Nan dalam Tragedi 4 Juni. “Air mata sudah mengering, tapi saya sangat merasakan bahwa penderitaan saya tidak hanya dirasakan oleh saya dan keluarga saya, tapi penderitaan seluruh bangsa”.

Suami Zhang Xianling, Wang Fandi, seorang pensiunan profesor di China Conservatory of Music, sebelum kematiannya pada 8 Desember 2017, masih meminta istrinya agar tetap konsisten untuk menuntut pemerintah merehabilitasi tragedi 4 Juni demi menegakkan keadilan atas tragedi dan bagi para korban dalam tragedi tersebut.

Du Zheng, komentator politik menulis dalam sebuah artikel yang dipublikasikan di media Taiwan “Shangbao” pada 31 Mei tahun ini, menyebutkan bahwa tidak mungkin ada pemimpin PKT yang menjunjung tinggi kediktatoran yang bersedia merehabilitasi Pembantaian 4 Juni 1989. Yang namanya rehabilitasi sendiri hanya menuntut pihak tersebut memperbaiki kesalahannya, namun kejahatan yang dilakukan pihak tersebut tidak akan bisa dihapuskan. Sejarah telah membuktikan bahwa PKT adalah organisasi jahat yang tidak akan berkemampuan untuk memperbaiki diri sendiri. Kejahatannya yang ia lakukan sudah sangat besar sehingga akan menjadi peyebab atas kejatuhannya nanti ! (sin)