Kekecewaan Festival Belanja ‘618’ Tiongkok Mengungkapkan Penurunan Kepercayaan Konsumen

Indajit Basu – The Epoch Times

Festival e-commerce tengah-tahun yang biasa digelar  tahunan Tiongkok, atau “618,” gagal mendorong peningkatan penjualan yang sangat dibutuhkan, menandakan bahwa Tiongkok adalah negara yang dulunya merupakan pembeli terbesar masih enggan mengeluarkan uang karena perekonomian terpuruk.

Gross Merchandise Value Nilai (GMV, barang dagangan kotor) perusahaan, atau penjualan, selama festival belanja turun 7 persen dari tahun lalu, menjadi 742,8 miliar yuan (U$D 102,3 miliar), yang merupakan penurunan pertama dalam delapan tahun, seperti yang diungkapkan oleh penyedia data ritel Syntun dalam laporannya pada  19 Juni.

Ekspektasi terhadap acara penting tahun ini adalah sangat tinggi, yaitu sebuah peluang yang sangat dibutuhkan bagi para pengecer elektronik untuk menghidupkan kembali penjualannya, namun pendapatan turun, meskipun melakukan promosi yang agresif, pada pesta penjualan besar-besaran yang ditutup pada 18 Juni, menurut pelacak data pihak-ketiga.

Hal ini penting karena menurut Syntun, GMV pada acara 618 tumbuh bahkan sepanjang epidemi, mencapai puncaknya pada sekitar 800 miliar yuan pada  2023.

“[Sementara] penurunan tingkat konsumsi yang sedang berlangsung dan tingkat pengembalian yang lebih tinggi mungkin membebani kinerja-kinerja 618,” kata HCBC Global Research dalam sebuah catatan pada  Kamis, tingkat pengembalian yang lebih tinggi maupun penurunan penjualan menunjukkan “perilaku konsumen yang konservatif.”

Festival tersebut yang namanya pertama kali diciptakan oleh raksasa e-commerce JD.com dan sejak itu telah diadopsi oleh semua platform, kini menjadi acara penjualan tahunan terbesar kedua di Tiongkok setelah Singles Day di bulan November. Hal ini juga dipandang sebagai sebuah ukuran penting pengeluaran rumah tangga.

Para analis khawatir karena belanja konsumen yang kuat adalah sangat penting bagi pemulihan yang segera dan kesejahteraan ekonomi jangka panjang untuk Tiongkok.

Data ekonomi terbaru Tiongkok memberikan sebuah gambaran yang suram, di mana terjadi perekonomian domestik yang lemah akibat gagalnya pemulihan dari masalah-masalah pasar properti dan menunjukkan perlambatan pertumbuhan yang tajam.

Angka yang diumumkan oleh Biro Statistik Nasional pada minggu ini bahwa pertumbuhan produksi industri dari bulan ke bulan melambat menjadi 0,3 persen di  Mei dari 1,0 persen di  April.

Pelemahan ini didorong oleh produksi industri terkait-properti, yaitu output semen sangat menyusut year to date setelah penurunan selama tiga tahun, dari 2021 hingga 2023.

Selain itu, pertumbuhan produksi industri otomotif berkurang lebih dari setengahnya menjadi 7,6 persen dari tahun ini ke tahun sebelumnya (YOY) dari 16,3 persen pada bulan sebelumnya, dan pertumbuhan produksi industri untuk karet dan plastik, peleburan logam besi dan pemrosesan juga menurun pada bulan Mei.

Pada  Mei, harga rata-rata turun sebesar 0,7 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya, Tiongkok juga mengalami penurunan harga rumah baru yang paling tajam dalam lebih dari sembilan setengah tahun, meskipun ada upaya pemerintah untuk menstabilkan pasar properti dengan mengatasi kelebihan pasokan dan mendukung para dengan pengembang utang yang besar.

Rayuan yang Agresif

Analisis Syntun, yang mencakup lebih dari 20 platform, mengungkapkan penjualan yang lemah tahun ini meskipun perusahaan memperpanjang periode penjualan 618 mereka. Tmall, misalnya, mulai promosi 618 pada t20 Mei, yang biasanya Tmall mulai promosi 618 pada 31 Mei.

Tahun ini, pemain-pemain kunci termasuk JD.com, Alibaba, dan Taobao juga menghentikan periode pra-penjualan biasa, yang memungkinkan pelanggan melakukan penyetoran produk dan menyelesaikan pesanan-pesanannya nanti. Sebaliknya, mereka justru meregang periode penjualannya.

Persaingannya juga sangat ketat.

Misalnya, selama festival 618 tahun ini, model Apple iPhone tertentu didiskon hingga 20 persen di marketplaces Tiongkok seperti JD.com dan Tmall, menurut laporan.

Pelaku industri juga melakukan segala upaya untuk menghidupkan kembali pasar dari kemerosotannya pasca-COVID dan kembali ke masa kejayaannya sebelum tahun 2020. ByteDance dan PDD Holdings, misalnya, mengiklankan diskon yang belum pernah terjadi sebelumnya pada perlengkapan Lululemon, sementara Alibaba Group menawarkan diskon 50 persen.

Selain itu, Sytntun menyatakan : “platform streaming langsung [telah] menjadi salah satu dari sedikit sorotan promosi yang menarik tahun ini.”

Platform online memanfaatkan video langsung dan pengembalian dana tanpa pertanyaan, merekrut selebriti papan atas untuk mempromosikan produk mereka. Rihanna, misalnya, membangkitkan jianbing crepes di sebuah platform Tiongkok sebelum menjadi wajah baru di wewangian J’Adore.

Selain itu, JD.com Inc. membuat avatar digital pendiri Richard Liu untuk mempromosikan steak dan blueberry.

Namun, rumah tangga Tiongkok yang sadar anggaran enggan mengeluarkan uangnya atau mengambil lebih banyak pinjaman untuk membelanjakan lebih banyak uang, catat para analis. 

“Kami melihat keinginan yang lebih besar untuk menabung,” kata Barclays FICC Research dalam sebuah catatan pada  Senin.

Kekhawatiran Global

Keengganan konsumen Tiongkok untuk berbelanja dapat berdampak secara bermakna pada pasar domestik maupun internasional, yang berpotensi menimbulkan dampak buruk pada sistem perekonomian global. Amerika Serikat dan negara-negara lain mengkhawatirkan gelombang masuknya ekspor Tiongkok seiring upaya Tiongkok untuk mendorong pertumbuhan ekonominya dengan cara menghasilkan surplus ekspor, terkadang menggunakan pasar lain sebagai perantara untuk mengalihkan kelebihan kapasitas.

Dalam laporan yang dikeluarkan pada  14 Juni, Alliance for American Manufacturing, misalnya, menggarisbawahi kekhawatiran ini, dan memperingatkan akan masuknya ekspor Tiongkok  yang murah dan bersubsidi yang membahayakan lapangan kerja di Amerika Serikat, dan pada saat yang sama melakukan pembelaan untuk tindakan cepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Selama kunjungannya ke Tiongkok pada April, Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen juga menekankan masalah kelebihan kapasitas produksi, khususnya kendaraan listrik dan panel surya–—sektor yang secara aktif dijalankan oleh pejabat Amerika Serikat untuk mengembangkan dalam negeri.

Pada 12 Juni, Uni Eropa mengumumkan tarif baru hingga 38,1 persen pada kendaraan listrik yang diimpor dari Tiongkok, dimulai bulan depan. Langkah ini merupakan respons terhadap apa yang digambarkan Uni Eropa sebagai subsidi yang tidak adil dari pemerintah Tiongkok, yang menyebabkan masuknya impor Tiongkok membanjiri pasar Uni Eropa.

“Kelebihan kapasitas Tiongkok menyebabkan deflasi ekspor ke seluruh dunia,” tulis Lynn Song, kepala ekonom di ING, dalam sebuah catatan di  Mei. Ia berargumen, “Kelebihan kapasitas Tiongkok akhirnya diekspor dengan harga lebih rendah daripada harga barang serupa yang masuk pasar lain, yang secara teori menyebabkan dampak deflasi.” (Vv)