Menlu Blinken Tegasnya ‘Komitmen Amerika Serikat yang Kuat’ untuk Filipina Setelah Bentrokan dengan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan

 Aaron Pan – The Epoch Times

Menteri Luar Negeri Antony Blinken menggarisbawahi “komitmen yang kuat” dari Washington untuk Filipina selama pembicaraannya melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo yang membahas berbagai tindakan rezim Tiongkok baru-baru ini di Laut Tiongkok Selatan.

“Diskusi mereka mengikuti tindakan Republik Rakyat Tiongkok yang berbahaya dan tidak bertanggung jawab untuk menolak Filipina melakukan operasi maritim yang sah di Laut Tiongkok Selatan pada 17 Juni,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller dalam sebuah pernyataan pada  19 Juni. 

Selama panggilan telepon tersebut, Antony Blinken menekankan bahwa tindakan Beijing “merusak  perdamaian dan stabilitas regional dan menggarisbawahi komitmen yang kuat dari Amerika Serikat untuk Filipina berdasarkan Perjanjian Pertahanan Bersama,” kata Matthew Miller.

Beberapa hari sebelumnya, Washington mengecam “tindakan yang semakin meningkat dan tidak bertanggung jawab” yang dilakukan rezim Tiongkok dalam mencegah Filipina mengirimkan makanan untuk tentara Filipina di sebuah pos terdepan di Laut Tiongkok Selatan dan mengingatkan Beijing akan  Perjanjian Pertahanan Bersama Amerika Serikat-Filipina.

‘Ilegal dan Agresif’

Insiden terbaru terjadi pada 17 Juni di perairan yang disengketakan di Laut Tiongkok Selatan, tempat penjaga pantai Tiongkok mengganggu sebuah misi pengiriman bantuan kemanusiaan Filipina ke pos terdepan Filipina di Second Thomas Shoal.

Para pejabat militer Filipina mengatakan personel penjaga pantai Tiongkok membawa pisau dan tombak, senjata api yang dijarah, dan kapal Filipina yang terlibat dalam misi tersebut “dengan sengaja ditusuk.” Mereka menggambarkan tindakan Tiongkok tersebut sebagai “serudukan berkecepatan-tinggi yang disengaja.”

Seorang juru bicara militer Filipina mengatakan seorang pelaut kehilangan satu jari tangannya dalam insiden tersebut dan sedang dalam masa pemulihan di rumah sakit. Sang pelaut menerima sebuah medali dari panglima militer pada 19 Juni atas tindakannya itu.

Rekaman yang dirilis Angkatan Bersenjata Filipina menunjukkan beberapa kapal Tiongkok mendekati dan mengepung kapal-kapal Filipina. Seorang anggota penjaga pantai Tiongkok yang mengenakan jaket pelampung berwarna oranye terlihat membawa sebuah kapak dan bertindak agresif terhadap kapal-kapal Filipina. Orang-orang Tiongkok lainnya tampaknya mengarahkan parang ke kru Filipina.

“Meskipun menghadapi banyak sekali pelecehan dari penjaga pantai Tiongkok, pasukan Filipina dengan gagah berani melawan dan mempertahankan posisinya. Angkatan Bersenjata Filipina menjaga profesionalisme dan komitmen yang teguh dalam menegakkan hukum internasional dan menjaga perdamaian di kawasan tersebut,” kata Angkatan Bersenjata Filipina dalam sebuah pernyataan yang diposting pada X pada tanggal 19 Juni.

Kementerian Luar Negeri Filipina mengecam tindakan-tindakan militer Tiongkok sebagai “ilegal dan agresif.” Kementerian Luar Negeri Filipina mengatakan pihaknya mengupayakan perdamaian dan mengerahkan “upaya-upaya untuk membangun kembali lingkungan yang kondusif untuk dialog dan konsultasi dengan Tiongkok mengenai Laut Tiongkok Selatan,” menambahkan bahwa “hal ini tidak dapat dicapai jika kata-kata Tiongkok tidak cocok dengan tindakan-tindakan Tiongkok di perairan-perairan tersebut.”

Kementerian Luar Negeri Filipina mendesak Tiongkok untuk mengikuti hukum internasional dan menghormati  kedaulatan Filipina.

Beijing membantah tuduhan tersebut.

“Langkah-langkah penegakan hukum… adalah profesional dan terkendali, ditujukan untuk menghentikan penangkapan ikan ilegal oleh kapal-kapal Filipina, dan tidak ada tindakan langsung yang dilakukan terhadap personel Filipina,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Lin Jian pada konferensi pers pada tanggal 19 Juni.

Kanada dan Inggris mengutuk tindakan rezim Tiongkok, sementara Prancis dan Jepang telah menyatakan keprihatinannya atas insiden tersebut.

‘Mereka Bertingkah Seperti Bajak Laut’

Panglima militer Filipina Jenderal Romeo Brawner Jr. mengecam tindakan rezim Tiongkok dan memuji tentara Filipina saat berbicara dengan pasukan di markas besar Komando Barat pada tanggal 19 Juni.

“Hal baiknya adalah kami bertarung. Personel Penjaga Pantai Tiongkok mempunyai senjata-senjata tajam dan personel kami bertempur dengan tangan kosong. Itulah yang penting. Kami kalah jumlah, dan senjata mereka tidak terduga, tetapi personel kami bertempur dengan segala yang mereka miliki,” kata Jenderal Romeo Brawner Jr. dalam sebuah penyataan.

Ia menggambarkan tindakan penjaga pantai Tiongkok sebagai tindakan bajak laut.

“Hanya bajak laut yang melakukan ini. Hanya bajak laut yang menaiki, mencuri, dan menghancurkan kapal-kapal, peralatan, dan harta bendanya,” katanya.

Dalam pengarahan di hari yang sama, Jenderal Romeo Brawner Jr. mengecam tindakan-tindakan rezim Tiongkok.

“Mereka tidak punya hak atau wewenang hukum untuk membajak dan menghancurkan operasi kami dan kapal-Kapal Filipina,” katanya. “Mereka menaiki perahu kami secara ilegal, mereka mengambil peralatan kapal kami, mereka bertingkah seperti bajak laut.”

Partai Komunis Tiongkok telah memperingatkan Filipina karena memaksa masuk ke dalam wilayah perairannya dan mengeluarkan peraturan-peraturan baru mengenai hal itu yang mulai berlaku pada  15 Juni, menegakkan undang-undang Tiongkok tahun 2021 yang mengizinkan penjaga pantai Tiongkok untuk menggunakan kekuatan mematikan terhadap kapal-kapal asing yang berada di perairan-perairan yang diklaim Tiongkok sebagai miliknya.

Aturan baru ini memungkinkan penjaga pantai Tiongkok untuk menahan orang-orang yang diduga melakukan pelanggaran tanpa uji coba selama 60 hari.

Filipina dan Tiongkok telah berulang kali berselisih mengenai wilayah yang disengketakan dalam zona ekonomi eksklusif Manila selama setahun terakhir.

Partai Komunis Tiongkok mengklaim hampir seluruh Laut Tiongkok Selatan, yang merupakan jalur penting yang menghasilkan U$D3 triliun dalam perdagangan maritim tahunan. Klaim ini tumpang tindih dengan wilayah-wilayah yang diklaim oleh Filipina, Vietnam, Indonesia, Malaysia, dan Brunei.

Pada 2016, Pengadilan Arbitrase Permanen memutuskan bahwa klaim maritim Beijing tersebut tidak memiliki dasar hukum berdasarkan hukum internasional. Namun, Partai Komunis Tiongkok mengabaikan peraturan itu dan terus-menerus menegaskan kendali di wilayah tersebut. (Vv)