Obat Penurun Berat Badan dan Diabetes yang Populer Dikaitkan dengan Kondisi yang Mengancam Penglihatan, Studi Harvard : Perlu Penelitian Lebih Lanjut

Marina Zhang

Diresepkannya semaglutida, bahan aktif di dalam Ozempic dan Wegovy, meningkatkan kemungkinan seseorang terkena kondisi yang mengancam penglihatan, ditemukan oleh sebuah studi Harvard yang diterbitkan pada  Rabu.

Studi JAMA Network Open menemukan bahwa pasien-pasien diabetes yang diberi resep semaglutida memiliki peluang lebih dari empat kali lipat untuk menderita neuropati optik iskemik anterior non-arteritik bila dibandingkan dengan pasien-pasien diabetes lainnya.

Neuropati optik iskemik anterior non-arteritik, juga dikenal sebagai NAION, terjadi ketika saraf-saraf optik di mata rusak karena kekurangan aliran darah, yang menyebabkan kebutaan permanen.

Neuropati optik iskemik anterior non-arteritik adalah kondisi neuropati optik kedua yang paling umum terjadi setelah sebelumnya mengalami glaukoma.

“Anda dapat menganggapnya sebagai pukulan saraf yang optimal. Dan seperti stroke, anda kehilangan fungsi, dan potensi pemulihannya relatif kecil,” kata penulis senior studi ini, Dr. Joseph Rizzo III, profesor oftalmologi dan direktur layanan neuro-oftalmologi di rumah sakit pendidikan Harvard Massachusetts Eye and Ear, kepada The Epoch Times.

Ia mengatakan bahwa penelitiannya memberikan “alasan kuat untuk adanya hubungan antara” terjadinya neuropati optik iskemik anterior non-arteritik dengan resep semaglutida.

Namun, ia mengatakan, hal itu tidak membuktikan sebab dan akibat.

Peluang Empat Kali Lipat dan Peluang Tujuh Kali Lipat

Studi ini mengevaluasi 6.827 orang yang dirujuk ke klinik mereka, 516 orang di antaranya mengkonsumsi semaglutida untuk mengobati diabetes atau obesitas.

Semaglutida adalah agonis reseptor GLP-1. Obat ini meniru efek hormon GLP-1 yang secara alami ada di dalam tubuh dan berikatan dengan reseptor GLP-1 untuk mengurangi kadar gula darah dan nafsu makan, dan menyebabkan sejumlah reaksi yang menyebabkan penurunan berat badan dan memperbaiki diabetes.

Mekanisme agonis reseptor GLP-1 masih belum dipahami dengan baik.

Sementara studi tersebut menemukan bahwa resep semaglutida dikaitkan dengan lebih dari empat kali lipat kemungkinan terjadinya neuropati optik iskemik anterior non-arteritik pada pasien-pasien diabetes, pada orang-orang yang mengkonsumsi semaglutida untuk mengobati obesitas, resep semaglutida dikaitkan dengan lebih dari tujuh kali lipat kemungkinan terjadinya neuropati optik iskemik anterior non-arteritik.

Masih belum jelas mengapa semaglutida dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi terjadinya neuropati optik iskemik anterior non-arteritik, kata Dr. Joseph Rizzo III. Salah satu alasan utama untuk ini adalah bahwa neuropati optik iskemik anterior non-arteritik adalah penyakit misterius yang sangat misterius di mana sampai saat ini para dokter belum mengetahui penyebabnya.

“Yang mendasar, kita tidak tahu apa penyebab neuropati optik iskemik anterior non-arteritik,” ujarnya.

Neuropati optik iskemik anterior non-arteritik: Penyakit Misterius

Neuropati optik iskemik anterior non-arteritik terjadi ketika saraf optik, yaitu saraf yang menghubungkan sinyal-sinyal dari kedua mata ke otak, menjadi rusak karena aliran darah yang tidak mencukupi.

Orang-orang yang menderita neuropati optik iskemik anterior non-arteritik di satu matanya juga memiliki risiko sedang untuk menderita neuropati optik iskemik anterior non-arteritik di matanya yang satunya lagi.

Anggapan bahwa neuropati optik iskemik anterior non-arteritik terjadi karena pembuluh darah yang tidak memadai, artinya pembuluh-pembuluh darah yang menyuplai saraf-saraf optik tidak berfungsi dengan baik.

Pasien-pasien diabetes mempunyai peningkatan risiko neuropati optik iskemik anterior non-arteritik karena kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh-pembuluh darah yang dapat berakibat penyakit pembuluh darah kecil. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa reseptor-reseptor GLP-1 ada di dalam saraf-saraf optik manusia, dan penelitian lain menunjukkan bahwa reseptor-reseptor GLP-1 juga ada di pembuluh-pembuluh darah mata.

“Ini adalah petunjuk yang menggiurkan,” kata Dr. Joseph Rizzo III. Namun, katanya, belum cukup untuk menarik kesimpulan-kesimpulan.

Retinopati Diabetik dan Semaglutida

Penelitian lain mengaitkan resep semaglutida dengan retinopati diabetik, suatu kondisi yang juga dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.

Dr. Joseph Rizzo III menyoroti bahwa neuropati optik iskemik anterior non-arteritik adalah kondisi yang terpisah dari retinopati, dan dalam kasus retinopati diabetik, mekanismenya lebih dipahami.

Retinopati diabetik terjadi ketika retina, yang merupakan lapisan jaringan yang melapisi bagian belakang mata, menjadi rusak karena aliran darah yang tidak mencukupi.

Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan pembuluh-pembuluh darah meradang dan menyempitkan aliran darah.

Meskipun semaglutida berhasil menurunkan kadar gula darah, semaglutida juga menyebabkan aliran darah meningkat secara tiba-tiba. Kelebihan aliran darah dan oksigen secara tiba-tiba ini dapat menyebabkan saraf-saraf menjadi rusak.

Dibutuhkan Lebih Banyak Penelitian

Dr. Joseph Rizzo III mengatakan bahwa ia terdorong untuk melakukan penelitian karena berhubungan dengan pengamatan-pengamatan anekdotal miliknya dan milik pihak-pihak lainnya di tempat kerja mereka.

“Kelompok saya semuanya adalah dokter spesialis saraf mata,” kata Dr. Joseph Rizzo III. “Kami baru saja berbicara di antara kalangan kami sendiri bahwa saya baru saja melihat seorang pasien dengan neuropati optik iskemik anterior non-arteritik akibat mengkonsumsi Ozempic, lalu salah satu residen berkomentar bahwa ia baru saja melihat satu pasien… dan kemudian saya melihat pasien yang ketiga sekitar minggu berikutnya, dan kebetulan sepertinya terlalu tidak biasa.”

Namun, ia menggarisbawahi bahwa sementara penelitiannya menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara semaglutida dengan neuropati optik iskemik anterior non-arteritik, hubungan tersebut tidak mengeksplorasi sebab akibat.

Dr. Joseph Rizzo III mengatakan kepada The Epoch Times bahwa ia tidak ingin orang-orang khawatir berlebihan. “Temuan-temuan kami harus dilihat sebagai hal yang bermakna namun bisa berubah, karena penelitian di masa depan diperlukan untuk menguji pertanyaan-pertanyaan ini dalam skala populasi yang lebih besar dan lebih beragam,” kata Dr. Joseph Rizzo III dalam siaran persnya.

“Ini adalah informasi yang tidak kami miliki sebelumnya dan harus disertakan diskusi-diskusi antara pasien dan dokternya, terutama jika pasien menderita masalah saraf optik lain yang diketahui seperti glaukoma atau jika sebelumnya sudah pernah mengalami kehilangan penglihatan yang bermakna karena sebab lain.” (Vv)