Masoud Pezeshkian Memenangkan Pemilu Iran,  Menggantikan Presiden Iran yang Tewas dalam Kecelakaan Helikopter

Melanie Sun – The Epoch Times

Pihak berwenang pemilihan umum Iran mengumumkan pada  6 Juli bahwa Masoud Pezeshkian dari faksi “moderat” rezim telah memenangkan pemilihan presiden dalam pemilihan umum Republik Islam.

Pemilihan umum ini diadakan 50 hari setelah mendiang Presiden Ebrahim Raisi dari faksi konservatif Islam garis keras, yang didampingi oleh sejumlah pejabat, tewas dalam kecelakaan helikopter, meninggalkan wakil presiden pertamanya Mohammad Mokhber sebagai presiden sementara. Sebelum kecelakaan helikopter itu terjadi, pemilihan umum belum dijadwalkan hingga  2025.

Kepresidenan bukanlah posisi paling berkuasa dalam teokrasi Islam Iran. Sebagai kepala eksekutif dan pemimpin pemerintahan, presiden ditunjuk melalui pemilihan umum, tetapi yang mengawasi pasukan keamanan negara, ulama, peradilan, media, pendidikan, dan kebijakan luar negeri dan ekonomi adalah pemimpin tertinggi, atau Ayatollah Iran, yang tetap menjadi kepala negara, dan memegang jabatan kekuasaan tertinggi sebagai pemimpin politik dan agama Republik Islam.

Berdasarkan konstitusi teokrasi Syiah Iran, pemimpin tertinggi juga memiliki hak masa jabatan seumur hidup. Negara diatur sesuai dengan hukum Islam atau Syariah.

Ebrahim Raisi yang berhaluan keras secara luas cenderung dianggap sebagai penerus Ayatollah Ali Khamenei yang berusia 85 tahun, setelah kematiannya, meninggalkan jabatan ahli waris terbuka terhadap pertarungan antara loyalis rezim garis keras dengan faksi moderat dan faksi reformis yang tetap setia pada sistem pemerintahan teokratis Iran.

Masoud Pezeshkian unggul dalam pemungutan suara dengan dukungan 53,6 persen (16,3 juta suara), sementara saingannya yang berhaluan garis keras Saeed Jalili dikatakan mendapat 44,3 persen dukungan (13,5 juta suara).

Saeed Jalili, 58 tahun, adalah negosiator nuklir utama Iran di bawah pemerintahan garis keras Presiden Mahmoud Ahmadinejad dari tahun 2007 hingga 2013. Mahmoud Ahmadinejad, setelah ia dilarang mencalonkan diri, mengatakan ia tidak lagi mendukung siapa pun calon dalam pemilihan umum.

Masoud Pezeshkian memposting di X setelah kemenangannya diumumkan, meskipun platform media sosial X dilarang di Iran.

“Rakyat Iran yang terkasih, pemilihan umum demi pemilihan umum telah berakhir dan pemilihan umum ini hanyalah permulaan kerja sama kita,” tulisnya. 

“Jalan sulit di masa depan tidak akan mulus kecuali dengan adanya persahabatan, empati, dan kepercayaan anda. Saya mengulurkan tangan saya kepada anda dan saya bersumpah demi kehormatan saya bahwa saya tidak akan meninggalkan anda sendirian di jalan ini. Jangan tinggalkan saya sendiri.”

Jumlah Pemilih yang Rendah

Hasil akhir diumumkan setelah dua jam pemungutan suara diperpanjang sampai penutupan resmi pemungutan suara pada pukul 6 sore. Seperti yang terjadi pada pemilihan umum sebelumnya, pihak berwenang Iran memperpanjang pemilihan umum hingga tengah malam, sebagaimana diizinkan berdasarkan Konstitusi Islam.

Memuji apa yang disebutnya “jumlah pemilih yang tinggi” meskipun ada kampanye yang “direncanakan oleh musuh-musuh bangsa Iran untuk menimbulkan keputusasaan dan hilang harapan,” Ayatollah Khamenei mengucapkan selamat kepada Masoud Pezeshkian atas kemenangannya dan mengungkapkan harapannya agar presiden baru tersebut dapat melanjutkan kebijakan-kebijakan Ebrahim Raisi.

Menurut Kementerian Dalam Negeri Iran, lebih dari 30 juta dari 61 juta pemilih yang memenuhi syarat memberikan suara pada pemilihan presiden putaran kedua. Ada sekitar 600.000 surat suara tidak sah, termasuk suara-suara protes yang menolak kedua calon presiden.

Tidak ada calon dalam putaran kedua, yang dipicu setelah putaran pertama pemungutan suara pada  28 Juni, mendapat lebih dari 50 persen suara. Pemungutan suara awal itu menghasilkan jumlah pemilih terendah dalam sejarah Republik Islam–—lebih dari 60 persen pemilih Iran abstain dari pemilihan umum yang dipercepat dari jadwalnya itu.

Jumlah pemilih di Iran menurun. Dukungan masyarakat terhadap kekuasaan ulama rezim terkikis di tengah meningkatnya ketidakpuasan di dalam negeri selama bertahun-tahun akibat kelesuan ekonomi dan tindakan keras keamanan yang telah membungkam perbedaan pendapat masyarakat di bawah rezim yang berkuasa.

Banyak negara, serta Perserikatan Bangsa-Bangsa, menjatuhkan sanksi-sanksi terhadap rezim Iran, terkait dengan pendanaan nuklir dalam negeri serta program rudal dan organisasi teroris di wilayah tersebut.

Hanya 48 persen pemilih yang berpartisipasi pada pemilihan umum tahun 2021 yang mengusung Ebrahim Raisi berkuasa, dan jumlah pemilih mencapai 41 persen dalam pemilihan parlemen pada bulan Maret.

Siapa Masoud Pezeshkian?

Masoud Pezeshkian, 69 tahun, adalah seorang ahli bedah jantung terlatih yang lahir dari ayah yang berasal dari suku Azerbaijan dan ibu yang berasal dari suku Kurdi. Ia kehilangan istri dan salah satu anaknya dalam kecelakaan mobil yang terjadi pada tahun 1994. Ia membesarkan dua putra dan seorang putri sendirian, dan memutuskan untuk tidak menikahi lagi.

Ahli bedah tersebut menjabat sebagai Menteri Kesehatan di bawah pemerintahan mantan Presiden Mohammad Khatami dari tahun 2001 hingga 2005. Sejak tahun 2008, Masoud Pezeshkian telah lama aktif sebagai anggota parlemen dari Tabriz di barat laut Iran.

Masoud Pezeshkian mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2013 dan tahun 2021, tetapi akhirnya dilarang mencalonkan diri pada pemilihan umum tahun 2021 yang dimenangkan Ebrahim Raisi.

Calon presiden dan sertifikasi pemilihan umum disetujui oleh 12 anggota Dewan Wali, yang juga harus menyetujui semua undang-undang yang disahkan oleh parlemen.

Pemimpin tertinggi Iran yang tidak dipilih tetap memegang kendali penuh atas Dewan Wali, karena Pemimpin tertinggi Iran tetap bertugas menunjuk enam ahli hukum Islam. Enam ahli hukum Islam lainnya dicalonkan oleh pengadilan dan disetujui oleh parlemen.

Setelah hasil putaran kedua disetujui oleh Ayatollah Khamenei di hari-hari mendatang, Masoud Pezeshkian akan mengambil sumpah jabatan di hadapan parlemen di Teheran.

Saat berkampanye, Masoud Pezeshkian berjanji untuk mempromosikan pendekatan pragmatis faksi moderat terhadap kebijakan luar negeri yang menjadi ciri khas faksi moderat yang dijalankan oleh mantan Presiden Hassan Rouhani dan Menteri Luar Negeri di masa pemerintahan Presiden Hassan Rouhani yaitu Mohammad Javad Zarif, yang di bawah kepemimpinannya Iran menandatangani perjanjian nuklir pada tahun 2015 dengan kekuatan dunia.

Ini adalah pakta yang ditarik oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada tahun 2018, sebelum menerapkan kembali sanksi terhadap Iran. Tindakan ini menunjukkan Teheran memberi ancaman kepada dunia bahwa Teheran melanggar batasan perjanjian mengenai penelitian dan pengujian nuklir oleh Iran.

Masoud Pezeshkian mengatakan ia akan berusaha untuk menghidupkan kembali pakta nuklir tahun 2015, secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama, bersama dengan Amerika Serikat, Eropa, Inggris, Rusia, dan Tiongkok. Ia juga berjanji mendorong liberalisasi dan pluralisme politik yang lebih besar, namun tetap mempertahankan reformasi yang sejalan dengan prinsip Republik Islam dan kerangka konstitusi Republik Islam.

Faksi-Faksi Politik Iran

Masoud Pezeshkian adalah satu-satunya calon di luar faksi konservatif garis keras di dalam politik Iran untuk melakukan pemungutan suara enam calon yang disetujui, setelah puluhan calon lainnya dilarang mencalonkan diri.

Suara-suara reformis yang tersisa di Iran berasal dari berbagai faksi yang bersaing yang umumnya bekerja dalam kerangka rezim, termasuk moderat, progresif, sentris, dan sayap kiri Islam.

Suara oposisi yang tersisa di Iran mencakup banyak ulama rezim yang telah aktif sejak lahirnya Republik Islam setelah revolusi anti-kapitalis pada tahun 1979: Mir Hussein Moussavi, mantan perdana menteri dan calon presiden; Mehdi Karroubi, mantan ketua Parlemen dan calon presiden; dan Mohammad Khatami.

Di antara berbagai presiden terdapat dua periode utama pembagian kekuasaan dengan kelompok garis keras rezim tersebut. Presiden moderat Mohammad Khatami mencari reformasi-reformasi politik dari tahun 1997 hingga 2005 untuk mewujudkan masyarakat sipil yang lebih kuat dan kebebasan pers yang lebih besar. Namun upaya Mohammad Khatami ditentang oleh Ayatollah Khamenei dan Pengawal Revolusi yang berkuasa. Kubu Mohammad Khatami mendukung Masoud Pezeshkian.

Periode perubahan kedua dipimpin oleh Hassan Rouhani yang moderat dari tahun 2013 hingga tahun 2021 yang warisannya adalah mendapatkan persetujuan Ayatollah Khamenei terhadap pakta nuklir.

Tanggapan Dunia 

Para pemimpin Rusia, Pakistan, Suriah, dan Arab Saudi dengan cepat mengakui kemenangan yang diproklamasikan oleh Masoud Pezeshkian.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat juga mengakui penunjukan Masoud Pezeshkian namun menambahkan bahwa pihaknya tidak memandang pemilihan umum di Iran sebagai pemilihan umum yang bebas atau adil, dan bahwa  kebijakan Amerika Serikat terhadap kebijakan Iran adalah tetap tidak berubah.

“Kami tidak berharap pemilihan umum ini akan membawa perubahan mendasar mengenai arahan Iran atau lebih menghormati hak asasi warga negara Iran,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. 

“Seperti yang dikatakan calon-calon presiden Iran itu sendiri bahwa kebijakan Iran ditentukan oleh pemimpin tertinggi.” (vv)